ASAM NUKLEAT, REPLIKA DNA, DAN
BIOSINTESIS PROTEIN DALAM SEL
A. ASAM NUKLEAT
1.
Pengertian
Asam Nukleat
Asam
nukleat adalah biopolymer yang berbobot molekul tinggi dengan unit monomernya
mononukleotida. Asam nukleat terdapat pada semua sel hidup dan bertugas untuk
menyimpan dan mentransfer genetic, kemudian menerjemahkan informasi ini secara
tepat untuk mensintesis protein yang khas bagi masing-masing sel. Asam nukleat,
jika unit-unit pembangunnya deoksiribonukleotida , disebut asam
deoksiribonukleotida (DNA) dan jika terdiri- dari unit-unit ribonukleaotida
disebut asam ribonukleaotida (RNA).
DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan senyawa pembangun gen yang bila diuraikan terdiri 3 komponen sederhana :
DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan senyawa pembangun gen yang bila diuraikan terdiri 3 komponen sederhana :
a. Senyawa base, yaitu amina
heterosiklik yang dikenal sebagai purin (adenine = A, guanine = G) dan
pirimidin (timin = T, sitosin = C, dan urasil = U.
b. Gula berkarbon 5 (ribose atau
2-deoksiribosa),
c. Asam fosfat
DNA tersusun dari gula
2-deoksiribosa , basa-basa nitrogen adenine (A), guanine (G), timin (T), dan
sitosin (C). struktur DNA adalah heliks ganda (double helix). Keteraturan DNA
dikenal sebagai aturan pasangan basa (base-pairing rules) yaitu jumlah adenine
sama dengan jumlah tamin (A=T), jumlah guanine sama dengan jumlah sitosin
(G=C), jadi jumlah basa purin sama dengan jumlah basa pirimidin (G+A = C+T).
RNA berperan penting dalam sintesis protein yang berlangsung dalam sitoplasma. Ada tiga bentuk RNA yang terdapat dalam sel, yaitu mRNA (messenger RNA), rRNA (ribosom RNA), dan tRNA (transfer RNA). Tiap bentuk RNA mempunyai bobot molekul dan komposisi yang berlainan tetapi khas untuk tiap macam bentuk RNA. Ketiga RNA ini terdiri atas rantai tunggal poliribonukleotida . RNA mempunyai bagian untaian berganda yang terjadi akibat pembolakan rantai membentuk suatu bentuk yang mirip tusuk konde. Proses hidrolisis lebih lanjut dari monomer nukleotida akan dihasilkan asam fosfat dan nukleosida. Proses hidrolisis ini dilakukan dalam suasana basa. Jika hidrolisis dilanjutkan kembali terhadap senyawa nukleosida dalam larutan asam berair akan dihasilkan molekul gula dan basa nitrogen dengan bentuk heterosiklik. Sehingga komposisi molekul penyusun asam nukleat diketahui dengan jelas, seperti yang ditunjukkan gambar 14.54 hingga bagan pada Gambar 14.57.
Gambar
14.57. Skema hidrolisis Asam nukleat
Gambar
14.56. Molekul Nukleosida
Senyawa
gula penyusun nukleotida merupakan gula dengan atom Karbon 5 (lima) yaitu 2-deoksi-D-ribosa
dan D-ribosa, lihat Bagan dibawah ini.
Bagan
14.58. Molekul penyusun Asam nukleat
Basa
nukleosida yang ditemukan pada asam nukleat adalah adenin (dilambangkan A),
sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), timin (T) dan urasil (U), lihat
Bagan 14.58.
Asam
nukleat dalam sel terdiri dari DNA (DeoxyriboNucleic Acid) dan RNA (RiboNucleic
Acid). Kedua jenis asam nukleat ini memiliki perbedaan basa purin yang
merupakan molekul penyusunnya. Untuk RNA disusun oleh gula D-ribosa dan basa
urasil. Sedangkan untuk DNA disusun oleh gula 2-deoksi-D-ribosa yaitu gula
D-ribosa yang kehilangan gugus OH pada atom C nomor 2 dan basa timin.
2.
Struktur Molekul
Asam nukleat merupakan salah satu makromolekul yang
memegang peranan sangat penting dalam kehidupan organisme karena di dalamnya
tersimpan informasi genetik. Asam nukleat sering dinamakan juga polinukleotida
karena tersusun dari sejumlah molekul nukleotida sebagai monomernya. Tiap
nukleotida mempunyai struktur yang terdiri atas gugus fosfat, gula
pentosa, dan basa nitrogen atau basa
nukleotida (basa N). Ada dua macam asam nukleat,
yaitu asam deoksiribonukleat atau deoxyribonucleic acid
(DNA) dan asam ribonukleat atau ribonucleic acid
(RNA). Dilihat dari strukturnya, perbedaan di antara kedua macam asam
nukleat ini terutama terletak pada komponen gula pentosanya. Pada RNA gula
pentosanya adalah ribosa, sedangkan pada DNA gula pentosanya mengalami
kehilangan satu atom O pada posisi C nomor 2’ sehingga dinamakan gula
2’-deoksiribosa. Perbedaan struktur lainnya antara DNA dan RNA adalah pada basa
N-nya. Basa N, baik pada DNA maupun pada RNA, mempunyai struktur berupa cincin
aromatik heterosiklik (mengandung C dan N) dan dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu purin dan pirimidin. Basa
purin mempunyai dua buah cincin (bisiklik), sedangkan basa pirimidin hanya
mempunyai satu cincin (monosiklik). Pada DNA, dan juga RNA, purin terdiri atas adenin
(A) dan guanin (G). Akan tetapi, untuk
pirimidin ada perbedaan antara DNA dan RNA. Kalau pada DNA basa pirimidin
terdiri atas sitosin (C) dan timin (T), pada
RNA tidak ada timin dan sebagai gantinya terdapat urasil (U).
Timin berbeda dengan urasil hanya karena adanya gugus metil pada posisi nomor 5
sehingga timin dapat juga dikatakan sebagai 5-metilurasil
3.
Sifat-sifat Fisika-Kimia Asam Nukleat
Di
bawah ini akan dibicarakan sekilas beberapa sifat fisika-kimia asam nukleat.
Sifat-sifat tersebut adalah stabilitas asam nukleat, pengaruh asam, pengaruh
alkali, denaturasi kimia, viskositas, dan kerapatan apung.
a.
Stabilitas asam nukleat
Ketika
kita melihat struktur tangga berpilin molekul DNA atau pun struktur sekunder
RNA, sepintas akan nampak bahwa struktur tersebut menjadi stabil akibat adanya
ikatan hidrogen di antara basa-basa yang berpasangan. Padahal, sebenarnya
tidaklah demikian. Ikatan hidrogen di antara pasangan-pasangan basa hanya akan
sama kuatnya dengan ikatan hidrogen antara basa dan molekul air apabila DNA
berada dalam bentuk rantai tunggal. Jadi, ikatan hidrogen jelas tidak
berpengaruh terhadap stabilitas struktur asam nukleat, tetapi sekedar menentukan
spesifitas perpasangan basa. Penentu stabilitas struktur asam nukleat terletak
pada interaksi penempatan (stacking interactions)
antara pasangan-pasangan basa. Permukaan basa yang bersifat hidrofobik
menyebabkan molekul-molekul air dikeluarkan dari sela-sela perpasangan basa
sehingga perpasangan tersebut menjadi kuat.
b.
Pengaruh asam
Di
dalam asam pekat dan suhu tinggi, misalnya HClO4 dengan suhu lebih
dari 100ºC, asam nukleat akan mengalami hidrolisis sempurna menjadi
komponen-komponennya. Namun, di dalam asam mineral yang lebih encer, hanya
ikatan glikosidik antara gula dan basa purin saja yang putus sehingga asam
nukleat dikatakan bersifat apurinik.
c.
Pengaruh alkali
Pengaruh
alkali terhadap asam nukleat mengakibatkan terjadinya perubahan status
tautomerik basa. Sebagai contoh, peningkatan pH akan menyebabkan
perubahan struktur guanin dari bentuk keto menjadi bentuk enolat karena molekul
tersebut kehilangan sebuah proton. Selanjutnya, perubahan ini akan menyebabkan
terputusnya sejumlah ikatan hidrogen sehingga pada akhirnya rantai ganda DNA
mengalami denaturasi. Hal yang sama terjadi pula pada RNA. Bahkan pada pH
netral sekalipun, RNA jauh lebih rentan terhadap hidrolisis bila dibadingkan
dengan DNA karena adanya gugus OH pada atom C nomor 2 di dalam gula ribosanya.
d.
Denaturasi kimia
Sejumlah
bahan kimia diketahui dapat menyebabkan denaturasi asam nukleat pada pH netral.
Contoh yang paling dikenal adalah urea (CO(NH2)2) dan
formamid (COHNH2). Pada konsentrasi yang relatif tinggi,
senyawa-senyawa tersebut dapat merusak ikatan hidrogen. Artinya, stabilitas
struktur sekunder asam nukleat menjadi berkurang dan rantai ganda mengalami
denaturasi.
e.
Viskositas
DNA
kromosom dikatakan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi
karena diameternya hanya sekitar 2 nm, tetapi panjangnya dapat mencapai
beberapa sentimeter. Dengan demikian, DNA tersebut berbentuk tipis memanjang.
Selain itu, DNA merupakan molekul yang relatif kaku sehingga larutan DNA akan
mempunyai viskositas yang tinggi. Karena sifatnya itulah molekul DNA menjadi
sangat rentan terhadap fragmentasi fisik. Hal ini menimbulkan masalah
tersendiri ketika kita hendak melakukan isolasi DNA yang utuh.
f.
Kerapatan apung
Analisis
dan pemurnian DNA dapat dilakukan sesuai dengan kerapatan apung (bouyant
density)-nya. Di dalam larutan yang mengandung garam pekat dengan berat
molekul tinggi, misalnya sesium klorid (CsCl) 8M, DNA mempunyai kerapatan yang
sama dengan larutan tersebut, yakni sekitar 1,7 g/cm3. Jika
larutan ini disentrifugasi dengan kecepatan yang sangat tinggi, maka garam CsCl
yang pekat akan bermigrasi ke dasar tabung dengan membentuk gradien
kerapatan. Begitu juga, sampel DNA akan bermigrasi menuju posisi
gradien yang sesuai dengan kerapatannya. Teknik ini dikenal sebagai sentrifugasi
seimbang dalam tingkat kerapatan (equilibrium density gradient
centrifugation) atau sentrifugasi isopiknik.
4.
Sifat-sifat Spektroskopik-Termal Asam Nukleat
Sifat
spektroskopik-termal asam nukleat meliputi kemampuan absorpsi sinar UV,
hipokromisitas, penghitungan konsentrasi asam nukleat, penentuan kemurnian DNA,
serta denaturasi termal dan renaturasi asam nukleat. Masing-masing akan
dibicarakan sekilas berikut ini.
a.
Absorpsi UV
Asam
nukleat dapat mengabsorpsi sinar UV karena adanya basa nitrogen yang bersifat
aromatik; fosfat dan gula tidak memberikan kontribusi dalam absorpsi UV.
Panjang gelombang untuk absorpsi maksimum baik oleh DNA maupun RNA adalah
260 nm atau dikatakan λmaks = 260 nm. Nilai ini jelas sangat berbeda
dengan nilai untuk protein yang mempunyai λmaks = 280 nm.
Sifat-sifat absorpsi asam nukleat dapat digunakan untuk deteksi, kuantifikasi,
dan perkiraan kemurniannya.
b.
Hipokromisitas
Meskipun
λmaks untuk DNA dan RNA konstan, ternyata ada perbedaan nilai yang
bergantung kepada lingkungan di sekitar basa berada. Dalam hal ini, absorbansi
pada λ 260 nm (A260) memperlihatkan variasi di antara
basa-basa pada kondisi yang berbeda. Nilai tertinggi terlihat pada nukleotida
yang diisolasi, nilai sedang diperoleh pada molekul DNA rantai tunggal (ssDNA)
atau RNA, dan nilai terendah dijumpai pada DNA rantai ganda (dsDNA). Efek ini
disebabkan oleh pengikatan basa di dalam lingkungan hidrofobik. Istilah klasik
untuk menyatakan perbedaan nilai absorbansi tersebut adalah hipokromisitas.
Molekul dsDNA dikatakan relatif hipokromik (kurang berwarna) bila dibandingkan
dengan ssDNA. Sebaliknya, ssDNA dikatakan hiperkromik terhadap dsDNA.
c.
Penghitungan konsentrasi asam nukleat
Konsentrasi
DNA dihitung atas dasar nilai A260-nya. Molekul dsDNA
dengan konsentrasi 1mg/ml mempunyai A260 sebesar 20,
sedangkan konsentrasi yang sama untuk molekul ssDNA atau RNA mempunyai A260
lebih kurang sebesar 25. Nilai A260 untuk ssDNA dan
RNA hanya merupakan perkiraan karena kandungan basa purin dan pirimidin pada
kedua molekul tersebut tidak selalu sama, dan nilai A260 purin
tidak sama dengan nilai A260 pirimidin. Pada dsDNA, yang
selalu mempunyai kandungan purin dan pirimidin sama, nilai A260 -nya
sudah pasti.
d.
Kemurnian asam nukleat
Tingkat
kemurnian asam nukleat dapat diestimasi melalui penentuan nisbah A260
terhadap A280. Molekul dsDNA murni mempunyai nisbah
A260 /A280 sebesar 1,8. Sementara
itu, RNA murni mempunyai nisbah A260 /A280
sekitar 2,0. Protein, dengan λmaks = 280 nm, tentu saja
mempunyai nisbah A260 /A280 kurang
dari 1,0. Oleh karena itu, suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai A260
/A280 lebih dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh
RNA. Sebaliknya, suatu sampel DNA yang memperlihatkan nilai A260 /A280
kurang dari 1,8 dikatakan terkontaminasi oleh protein.
e.
Denaturasi termal dan renaturasi
Di
atas telah disinggung bahwa beberapa senyawa kimia tertentu dapat menyebabkan
terjadinya denaturasi asam nukleat. Ternyata, panas juga dapat menyebabkan
denaturasi asam nukleat. Proses denaturasi ini dapat diikuti melalui pengamatan
nilai absorbansi yang meningkat karena molekul rantai ganda (pada dsDNA dan
sebagian daerah pada RNA) akan berubah menjadi molekul rantai tunggal. Denaturasi
termal pada DNA dan RNA ternyata sangat berbeda. Pada RNA denaturasi
berlangsung perlahan dan bersifat acak karena bagian rantai ganda yang pendek
akan terdenaturasi lebih dahulu daripada bagian rantai ganda yang panjang.
Tidaklah demikian halnya pada DNA. Denaturasi terjadi sangat cepat dan bersifat
koperatif karena denaturasi pada kedua ujung molekul dan pada daerah kaya AT
akan mendestabilisasi daerah-daerah di sekitarnya. Suhu ketika molekul asam
nukleat mulai mengalami denaturasi dinamakan titik leleh atau melting
temperature (Tm).
Nilai Tm merupakan fungsi kandungan GC sampel DNA, dan
berkisar dari 80 ºC hingga 100ºC untuk molekul-molekul DNA yang panjang. DNA
yang mengalami denaturasi termal dapat dipulihkan (direnaturasi) dengan cara
didinginkan. Renaturasi yang terjadi antara daerah komplementer dari dua rantai
asam nukleat yang berbeda dinamakan hibridisasi.
B. REPLIKA DNA
1.
Pengertian
Teknologi DNA Rekombinan
Secara
klasik analisis molekuler protein dan materi lainnya dari kebanyakan organisme
ternyata sangat tidak mudah untuk dilakukan karena adanya kesulitan untuk
memurnikannya dalam jumlah besar. Namun, sejak tahun 1970-an berkembang suatu
teknologi yang dapat diterapkan sebagai pendekatan dalam mengatasi masalah
tersebut melalui isolasi dan manipulasi terhadap gen yang bertanggung jawab
atas ekspresi protein tertentu atau pembentukan suatu produk. Teknologi yang
dikenal sebagai teknologi DNA rekombinan, atau
dengan istilah yang lebih populer rekayasa genetika,
ini melibatkan upaya perbanyakan gen tertentu di dalam suatu sel yang bukan sel
alaminya sehingga sering pula dikatakan sebagai kloning gen.
Teknologi DNA rekombinan mempunyai dua segi manfaat. Pertama, dengan
mengisolasi dan mempelajari masing-masing gen akan diperoleh pengetahuan
tentang fungsi dan mekanisme kontrolnya. Kedua, teknologi ini memungkinkan
diperolehnya produk gen tertentu dalam waktu lebih cepat dan jumlah lebih besar
daripada produksi secara konvensional. Pada dasarnya upaya untuk mendapatkan
suatu produk yang diinginkan melalui teknologi DNA rekombinan melibatkan
beberapa tahapan tertentu. Tahapan-tahapan tersebut adalah isolasi DNA
genomik/kromosom yang akan diklon, pemotongan molekul DNA menjadi sejumlah
fragmen dengan berbagai ukuran, isolasi DNA vektor, penyisipan fragmen DNA ke
dalam vektor untuk menghasilkan molekul DNA rekombinan, transformasi sel inang
menggunakan molekul DNA rekombinan, reisolasi molekul DNA rekombinan dari sel inang,
dan analisis DNA rekombinan.
2.
Isolasi DNA
Skema tahapan kloning gen
Teknik isolasi
DNA tersebut dapat diaplikasikan, baik untuk DNA genomik maupun DNA vektor,
khususnya plasmid. Untuk memilih di antara kedua macam molekul DNA ini yang
akan diisolasi dapat digunakan dua pendekatan. Pertama, plasmid pada umumnya
berada dalam struktur tersier yang sangat kuat atau dikatakan mempunyai bentuk covalently
closed circular (CCC), sedangkan DNA kromosom jauh lebih longgar ikatan
kedua untainya dan mempunyai nisbah aksial yang sangat tinggi. Perbedaan
tersebut menyebabkan DNA plasmid jauh lebih tahan terhadap denaturasi apabila
dibandingkan dengan DNA kromosom. Oleh karena itu, aplikasi kondisi denaturasi
akan dapat memisahkan DNA plasmid dengan DNA kromosom.
Enzim Restriksi
Tahap kedua dalam kloning gen
adalah pemotongan molekul DNA, baik genomik maupun plasmid. Perkembangan teknik
pemotongan DNA berawal dari saat ditemukannya sistem restriksi dan modifikasi
DNA pada bakteri E. coli, yang berkaitan dengan infeksi virus atau bakteriofag
lambda (l). Virus l digunakan untuk menginfeksi dua strain E. coli,
yakni strain K dan C. Jika l yang telah menginfeksi strain C diisolasi
dari strain tersebut dan kemudian digunakan untuk mereinfeksi strain C, maka
akan diperoleh l progeni (keturunan) yang lebih kurang sama banyaknya dengan
jumlah yang diperoleh dari infeksi pertama. Dalam hal ini, dikatakan bahwa efficiency
of plating (EOP) dari strain C ke strain C adalah 1. Namun, jika l
yang diisolasi dari strain C digunakan untuk menginfeksi strain K, maka nilai
EOP-nya hanya 10-4. Artinya, hanya ditemukan l progeni sebanyak
1/10.000 kali jumlah yang diinfeksikan. Sementara itu, l yang diisolasi dari
strain K mempunyai nilai EOP sebesar 1, baik ketika direinfeksikan pada strain
K maupun pada strain C. Hal ini terjadi karena adanya sistem
restriksi/modifikasi (r/m) pada strain K. Pada waktu bakteriofag l yang
diisolasi dari strain C diinfeksikan ke strain K, molekul DNAnya dirusak oleh
enzim endonuklease restriksi yang terdapat di dalam strain K. Di sisi lain,
untuk mencegah agar enzim ini tidak merusak DNAnya sendiri, strain K juga
mempunyai sistem modifikasi yang akan menyebabkan metilasi beberapa basa pada
sejumlah urutan tertentu yang merupakan tempat-tempat pengenalan (recognition
sites) bagi enzim restriksi tersebut. Enzim restriksi dari strain K telah
diisolasi dan banyak dipelajari. Selanjutnya, enzim ini dimasukkan ke dalam
suatu kelompok enzim yang dinamakan enzim restriksi tipe I.
Banyak enzim serupa yang ditemukan kemudian pada berbagai spesies bakteri
lainnya.
Pada tahun 1970
T.J. Kelly menemukan enzim pertama yang kemudian dimasukkan ke dalam kelompok
enzim restriksi lainnya, yaitu enzim restriksi tipe II. Ia
mengisolasi enzim tersebut dari bakteri Haemophilus influenzae strain Rd,
dan sejak saat itu ditemukan lebih dari 475 enzim restriksi tipe II dari
berbagai spesies dan strain bakteri. Semuanya sekarang telah menjadi salah satu
komponen utama dalam tata kerja rekayasa genetika.
Enzim
restriksi tipe II antara lain mempunyai sifat-sifat umum yang penting sebagai
berikut:
a. mengenali
urutan tertentu sepanjang empat hingga tujuh pasang basa di dalam molekul DNA
b. memotong
kedua untai molekul DNA di tempat tertentu pada atau di dekat tempat
pengenalannya
c. menghasilkan
fragmen-fragmen DNA dengan berbagai ukuran dan urutan basa.
Pemberian nama
kepada enzim restriksi mengikuti aturan sebagai berikut. Huruf pertama adalah
huruf pertama nama genus bakteri sumber isolasi enzim, sedangkan huruf kedua
dan ketiga masing-masing adalah huruf pertama dan kedua nama petunjuk spesies
bakteri sumber tersebut. Huruf-huruf tambahan, jika ada, berasal dari nama
strain bakteri, dan angka romawi digunakan untuk membedakan enzim yang berbeda
tetapi diisolasi dari spesies yang sama.
3. Ligasi Molekul – molekul DNA
Pemotongan DNA
genomik dan DNA vektor menggunakan enzim restriksi harus menghasilkan
ujung-ujung potongan yang kompatibel. Artinya, fragmen-fragmen DNA genomik
nantinya harus dapat disambungkan (diligasi) dengan DNA vektor yang sudah
berbentuk linier.
Ada tiga cara
yang dapat digunakan untuk meligasi fragmen-fragmen DNA secara in vitro.
Pertama, ligasi menggunakan enzim DNA ligase dari bakteri. Kedua, ligasi
menggunakan DNA ligase dari sel-sel E. coli yang telah diinfeksi
dengan bakteriofag T4 atau lazim disebut sebagai enzim T4
ligase. Jika cara yang pertama hanya dapat digunakan untuk meligasi ujung-ujung
lengket, cara yang kedua dapat digunakan baik pada ujung lengket maupun pada
ujung tumpul. Sementara itu, cara yang ketiga telah disinggung di atas, yaitu
pemberian enzim deoksinukleotidil transferase untuk menyintesis untai tunggal
homopolimerik 3’.
Suhu optimum
bagi aktivitas DNA ligase sebenarnya 37ºC. Akan tetapi, pada suhu ini ikatan
hidrogen yang secara alami terbentuk di antara ujung-ujung lengket akan menjadi
tidak stabil dan kerusakan akibat panas akan terjadi pada tempat ikatan
tersebut. Oleh karena itu, ligasi biasanya dilakukan pada suhu antara 4
dan 15ºC dengan waktu inkubasi (reaksi) yang diperpanjang (sering kali hingga
semalam).
4.
Transformasi
Sel Inang
Tahap berikutnya
setelah ligasi adalah analisis terhadap hasil pemotongan DNA genomik dan DNA
vektor serta analisis hasil ligasi molekul-molekul DNA tersebut. menggunakan
teknik elektroforesis (lihat Bab X). Jika hasil elektroforesis menunjukkan
bahwa fragmen-fragmen DNA genomik telah terligasi dengan baik pada DNA vektor
sehingga terbentuk molekul DNA rekombinan, campuran reaksi ligasi dimasukkan ke
dalam sel inang agar dapat diperbanyak dengan cepat. Dengan sendirinya, di
dalam campuran reaksi tersebut selain terdapat molekul DNA rekombinan, juga ada
sejumlah fragmen DNA genomik dan DNA plasmid yang tidak terligasi satu sama
lain. Tahap memasukkan campuran reaksi ligasi ke dalam sel inang ini dinamakan transformasi
karena sel inang diharapkan akan mengalami perubahan sifat tertentu setelah
dimasuki molekul DNA rekombinan.
Teknik
transformasi pertama kali dikembangkan pada tahun 1970 oleh M. Mandel dan A.
Higa, yang melakukan transformasi bakteri E. coli. Sebelumnya,
transformasi pada beberapa spesies bakteri lainnya yang mempunyai sistem
transformasi alami seperti Bacillus subtilis telah dapat dilakukan.
Kemampuan transformasi B. subtilis pada waktu itu telah dimanfaatkan
untuk mengubah strain-strain auksotrof (tidak dapat tumbuh pada medium minimal)
menjadi prototrof (dapat tumbuh pada medium minimal) dengan menggunakan
preparasi DNA genomik utuh. Baru beberapa waktu kemudian transformasi dilakukan
menggunakan perantara vektor, yang selanjutnya juga dikembangkan pada
transformasi E.coli.
Hal terpenting
yang ditemukan oleh Mandel dan Higa adalah perlakuan kalsium klorid (CaCl2)
yang memungkinkan sel-sel E. coli untuk mengambil DNA dari bakteriofag
l. Pada tahun 1972 S.N. Cohen dan kawan-kawannya menemukan bahwa sel-sel yang
diperlakukan dengan CaCl2 dapat juga mengambil DNA plasmid.
Frekuensi transformasi tertinggi akan diperoleh jika sel bakteri dan DNA
dicampur di dalam larutan CaCl2 pada suhu 0 hingga 5ºC. Perlakuan
kejut panas antara 37 dan 45ºC selama lebih kurang satu menit yang diberikan
setelah pencampuran DNA dengan larutan CaCl2 tersebut dapat
meningkatkan frekuensi transformasi tetapi tidak terlalu esensial. Molekul DNA
berukuran besar lebih rendah efisiensi transformasinya daripada molekul DNA
kecil.
5. Seleksi Transforman dan Seleksi
Rekombinan
Oleh karena DNA
yang dimasukkan ke dalam sel inang bukan hanya DNA rekombinan, maka kita harus
melakukan seleksi untuk memilih sel inang transforman yang membawa DNA
rekombinan. Selanjutnya, di antara sel-sel transforman yang membawa DNA
rekombinan masih harus dilakukan seleksi untuk mendapatkan sel yang DNA
rekombinannya membawa fragmen sisipan atau gen yang diinginkan.
Cara seleksi sel
transforman akan diuraikan lebih rinci pada penjelasan tentang plasmid (lihat
Bab XI). Pada dasarnya ada tiga kemungkinan yang dapat terjadi setelah
transformasi dilakukan, yaitu (1) sel inang tidak dimasuki DNA apa pun atau
berarti transformasi gagal, (2) sel inang dimasuki vektor religasi atau berarti
ligasi gagal, dan (3) sel inang dimasuki vektor rekombinan dengan/tanpa fragmen
sisipan atau gen yang diinginkan. Untuk membedakan antara kemungkinan pertama
dan kedua dilihat perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel inang
memperlihatkan dua sifat marker vektor, maka dapat dipastikan bahwa kemungkinan
kedualah yang terjadi. Selanjutnya, untuk membedakan antara kemungkinan kedua
dan ketiga dilihat pula perubahan sifat yang terjadi pada sel inang. Jika sel
inang hanya memperlihatkan salah satu sifat di antara kedua marker vektor, maka
dapat dipastikan bahwa kemungkinan ketigalah yang terjadi. Seleksi sel
rekombinan yang membawa fragmen yang diinginkan dilakukan dengan mencari
fragmen tersebut menggunakan fragmen pelacak (probe), yang
pembuatannya dilakukan secara in vitro menggunakan teknik reaksi
polimerisasi berantai atau polymerase chain reaction
(PCR). Penjelasan lebih rinci tentang teknik PCR dapat dilihat pada
Bab XII. Pelacakan fragmen yang diinginkan antara lain dapat dilakukan melalui
cara yang dinamakan hibridisasi koloni (lihat Bab X).
Koloni-koloni sel rekombinan ditransfer ke membran nilon, dilisis agar isi
selnya keluar, dibersihkan protein dan remukan sel lainnya hingga tinggal
tersisa DNAnya saja. Selanjutnya, dilakukan fiksasi DNA dan perendaman di dalam
larutan pelacak. Posisi-posisi DNA yang terhibridisasi oleh fragmen pelacak
dicocokkan dengan posisi koloni pada kultur awal (master plate).
Dengan demikian, kita bisa menentukan koloni-koloni sel rekombinan yang membawa
fragmen yang diinginkan
6. Rekombinasi
genetic Homologous memiliki Fungsi Ganda
Rekombinasi
genetic homologous (juga disebut rekombinasi umum) dihubungkan secara kuat
dengan divisi sel pada eikaryotik. Proses yang terjadi dlam frekuensi tinggi
selama meiosis, proses yang mana sel germline dengan dua pasangan kromosom yang
cocok (sel diploid) membagi untuk memproduksi satu set gamete—sel sperma atau
ova pada eukaryotic yang lebih tinggi masing-masing gamete memiliki satu anggota
untuk masing-masing pasangan kromosom (sel haploid) Setelah DNA direplikasi
selama profase I (profase divisi meiotic pertama), hasil salinan DNA
terasosiasi dengann sentromernya dan disebut sebagai kromatid saudar.
Masing-masing set molekul DNA homologous disusun sebagai dua pasang kromatid.
Informasi genetic ditukar antara kromatid genetic homologour terdekat pada
tahap meiosis dengan alat rekombinasi genetic homologous. Proses ini melibatkan
kerusakan dan penggabungan kembali DNA. Pertukaran juga disebut pindah silang
dan dapat diamati secara sitologi. Pindah silang menghubungkan dua pasang
kromatid saudara bersama-sama pada titik yang disebut chiasmata (tunggal,
chiasma). Hal ini secara efektif menghubungkan keempat kromatid homologous bersama-sama,
dan hubungan ini sangat esensial untuk segregasi kromosm yang tepat pada divisi
sel meiotic berikutnya. Pendekatan awal, rekombinasi atau pindah silang dapat
terjadi dengan kemungkinan yang sama pada hampir semua titik sepanjang kromosom
homologous.
Tipe
rekomendasi ini menyediankan setidak-tidaknya tiga fungsi yang bisa
diidentifikasi :
a. tipe
rekombinasi ini berkontribusi terhadap perbedaan genetic pada populasi;
b.
pada eukariot menyediakan penghubung
sementara antara kromatid yang secara nyata mengoreksi urutan segregasi pada
kromosom ke selanang pada divisi sel meiotic pertama.
c.
berkontribusi untuk memperbaiki beberapa
tipe kerusakan DNA.
7.
Rekombinasi Homolog merupakan jalur
penting untuk perbaikan DNA
Rekombinasi menyediakan jalan untuk
perbaikan DNA yang akurat ketika informasi susunan yang diperlukan tidak
tersediadari strand yang berpasangan denga strand yang rusak. Untuk menghindari
kerusakan kromosom dan memungkinkan perbaikan, daerah yang mengandung luka
harus mendapatkan strand komplemeter. Jalur rekombinas imembuat penggunaan DNa
homolog pada cabang lain dari cabang replikasi. Ketika luka dibuat menjadi
bagian duplex kerusakan dapat berangsur-angsur diperbaiki. Perbaikan luka pad
tipe ini telihat sebagai fungsi utama sistem rekombinasi homolog pada setiap
sel.
C. BIOSINTESIS PROTEIN DALAM SEL
Protein
(akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”)
adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer
dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan
peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan
kadang sulfur serta fosfor. Protein merupakan salah satu bio-makromolekul yang
penting perananya dalam makhluk hidup. Setiap sel dalam tubuh kita mengandung
protein, termasuk kulit, tulang, otot, kuku, rambut, air liur, darah, hormon,
dan enzim. Pada sebagian besar jaringan tubuh, protein merupakan komponen
terbesar kedua setelah air. Diperkirakan 50% berat kering sel dalam jaringan
hati dan daging terdiri dari protein. Sedangkan dalam tenunan daging segar
sekitar 20%.
Tahap-tahap
dalam sintesis protein, secara garis besar dibagi menjadi 2, yaitu transkripsi dan translasi. Baik transkripsi maupun translasi, masing-masing dibagi
dibagi lagi menjadi 3 tahap, yaitu inisiasi, elongasi, dan terminasi.
1.
Transkripsi
Transkripsi merupakan sintesis RNA dari salah satu rantai DNA, yaitu rantai cetakan atau sense, sedangkan rantai komplemennya disebut rantai antisense. Rentangan DNA yang ditranskripsi menjadi molekul RNA disebut unit transkripsi. Informasi dari DNA untuk sintesis protein dibawa oleh mRNA. RNA dihasilkan dari aktifitas enzim RNA polimerase. Enzim polimerasi membuka pilinan kedua rantai DNA hingga terpisah dan merangkaikan nukleotida RNA. Enzim RNA polimerase merangkai nukleotida-nukleotida RNA dari arah 5’ ? 3’, saat terjadi perpasangan basa di sepanjang cetakan DNA. Urutan nukleotida spesifik di sepanjang cetakan DNA. Urutan nukleotida spesifik di sepanjang DNA menandai dimana transkripsi suatu gen dimulai dan diakhiri.
Transkripsi terdiri dari 3 tahap yaitu: inisiasi (permulaan), elongasi (pemanjangan), terminasi (pengakhiran) rantai mRNA.
Transkripsi merupakan sintesis RNA dari salah satu rantai DNA, yaitu rantai cetakan atau sense, sedangkan rantai komplemennya disebut rantai antisense. Rentangan DNA yang ditranskripsi menjadi molekul RNA disebut unit transkripsi. Informasi dari DNA untuk sintesis protein dibawa oleh mRNA. RNA dihasilkan dari aktifitas enzim RNA polimerase. Enzim polimerasi membuka pilinan kedua rantai DNA hingga terpisah dan merangkaikan nukleotida RNA. Enzim RNA polimerase merangkai nukleotida-nukleotida RNA dari arah 5’ ? 3’, saat terjadi perpasangan basa di sepanjang cetakan DNA. Urutan nukleotida spesifik di sepanjang cetakan DNA. Urutan nukleotida spesifik di sepanjang DNA menandai dimana transkripsi suatu gen dimulai dan diakhiri.
Transkripsi terdiri dari 3 tahap yaitu: inisiasi (permulaan), elongasi (pemanjangan), terminasi (pengakhiran) rantai mRNA.
a.
Inisiasi
Daerah
DNA di mana RNA polimerase melekat dan mengawali transkripsi disebut sebagai
promoter. Suatu promoter menentukan di mana transkripsi dimulai, juga
menentukan yang mana dari kedua untai heliks DNA yang digunakan sebagai
cetakan.
b.
Elongasi
Saat
RNA bergerak di sepanjang DNA, RNA membuka pilinan heliks ganda DNA, sehingga
terbentuklah molekul RNA yang akan lepas dari cetakan DNA-nya.
c.
Terminasi
Transkripsi
berlangsung sampai RNA polimerase mentranskripsi urutan DNA yang disebut
terminator. Terminator yang ditranskripsi merupakan suatu urutan RNA yang
berfungsi sebagai sinyal terminasi yang sesungguhnya. Pada sel prokariotik,
transkripsi biasanya berhenti tepat pada akhir sinyal terminasi; yaitu,
polimerase mencapai titik terminasi sambil melepas RNA dan DNA. Sebaliknya,
pada sel eukariotik polimerase terus melewati sinyal terminasi, suatu urutan
AAUAAA di dalam mRNA. Pada titik yang lebih jauh kira-kira 10 hingga 35
nukleotida, mRNA ini dipotong hingga terlepas dari enzim tersebut.
2.
Translasi
Dalam proses translasi, sel menginterpretasikan suatu pesan
genetik dan membentuk protein yang sesuai. Pesan tersebut berupa serangkaian
kodon di sepanjang molekul mRNA, interpreternya adalah RNA transfer. Setiap
tipe molekul tRNA menghubungkan kodon tRNA tertentu dengan asam amino tertentu.
Ketika tiba di ribosom, molekul tRNA membawa asam amino spesifik pada salah
satu ujungnya. Pada ujung lainnya terdapat triplet nukleotida yang disebut
antikodon, yang berdasarkan aturan pemasangan basa, mengikatkan diri pada kodon
komplementer di mRNA. tRNA mentransfer asam amino-asam amino dari sitoplasma ke
ribosom.
Asosiasi kodon dan
antikodon harus didahului oleh pelekatan yang benar antara tRNA dengan asam
amino. tRNA yang mengikatkan diri pada kodon mRNA yang menentukan asam amino
tertentu, harus membawa hanya asam amino tersebut ke ribosom. Tiap asam amino
digabungkan dengan tRNA yang sesuai oleh suatu enzim spesifik yang disebut aminoasil-ARNt
sintetase (aminoacyl-tRNA synthetase).
Ribosom memudahkan
pelekatan yang spesifik antara antikodon tRNA dengan kodon mRNA selama sintesis
protein. Sub unit ribosom dibangun oleh protein-protein dan molekul-molekul RNA
yang disebut RNA ribosomal.
Translasi menjadi tiga
tahap (sama seperti pada transkripsi) yaitu inisiasi, elongasi,
dan terminasi. Semua tahapan ini memerlukan faktor-faktor protein yang membantu
mRNA, tRNA, dan ribosom selama proses translasi. Inisiasi dan elongasi rantai
polipeptida juga membutuhkan sejumlah energi. Energi ini disediakan oleh GTP
(guanosin triphosphat), suatu molekul yang mirip dengan ATP.
a. Inisiasi
Tahap
inisiasi dari translasi terjadi dengan adanya mRNA, sebuah tRNA yang memuat
asam amino pertama dari polipeptida, dan dua sub unit ribosom. Pertama, sub
unit ribosom kecil mengikatkan diri pada mRNA dan tRNA inisiator khusus (lihat
gambar). Sub unit ribosom kecil melekat pada tempat tertentu di ujung 5` dari
mRNA. Pada arah ke bawah dari tempat pelekatan ribosom sub unit kecil pada mRNA
terdapat kodon inisiasi AUG, yang membawa asam amino metionin, melekat pada
kodon inisiasi.
b. Elongasi
Pada
tahap elongasi dari translasi, asam amino – asam amino ditambahkan satu per
satu pada asam amino pertama (metionin). Lihat Gambar. Kodon mRNA pada ribosom
membentuk ikatan hidrogen dengan antikodon molekul tRNA yang baru masuk yang
membawa asam amino yang tepat. Molekul rRNA dari sub unit ribosom besar
berfungsi sebagai enzim, yaitu mengkatalisis pembentukan ikatan peptida yang
menggabungkan polipeptida yang memanjang ke asam amino yang baru tiba.
c. Terminasi
Tahap
akhir translasi adalah terminasi (gambar). Elongasi berlanjut hingga kodon stop
mencapai ribosom. Triplet basa kodon stop adalah UAA, UAG, dan UGA. Kodon stop
tidak mengkode suatu asam amino melainkan bertindak sebagai sinyal untuk
menghentikan translasi.
No comments:
Post a Comment