Thursday 14 February 2013

KEDARURATAN SISTEM PERNAFASAN (TRAUMA THORAX)


KEDARURATAN SISTEM PERNAFASAN
(TRAUMA THORAX)


A.      Definisi
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.

1.      Anatomi
Anatomi Rongga Thoraks :
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi  oleh :
a.    Depan                   : Sternum dan tulang iga.
b.    Belakang              : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
c.    Samping               : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
d.   Bawah                  : Diafragma
e.    Atas                      : Dasar leher.
Isi :
a.    Dinding dada :
merupakan bungkus untuk organ didalamnya, yang terbesar adalah jantung dan paru-paru. Tulang iga dengan tulang sternum membentuk rangka dada. Otot –otot intercostal serta diafragma pada bagian kaudal menutup rongga dada sehingga terbentuk rongga toraks.
b.    Pleura dan paru :
Pleura parietalis melapisi satu sisi dari rongga toraks dengan melekat erat pada dinding dada dan diafragma. Pleura viseralis melapisi seluruh paru. Antara Pleura parietalis dan Pleura viseralis ada tekanan negatif sehingga keduanya saling bersinggungan. Ruangan antara kedua pleura tersebut dinamakan rongga pleura.
c.    Mediatinum :
ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).

2.      Fisiologi
a.       Pernafasan
Pernafasan terdiri dari inspirasi (menarik naafas) dan ekspirasi (mengeluarkan nafas). Saat inspirasi udara masuk secara pasif karena perbedaan tekanan, sedangkan saat ekspirasi udara keluar secara aktif karena didorong. Apabila pernafasan buatan dibuat lebih dari 24x/mnt maka dikenal dengan istilah Hiperventilasi.
b.      Hipoksia dan hiperkapnia
Gangguan pernafasan akan mengakibatkan gangguan oksigenasi (kadar O2 rendah) yang dikenal sebagai hipoksia. Apabila pernafasan disertai dengan penimbunan CO2 dalam darah, maka akan timbul keadaan hiperkapnia. Hiperkapnia ringan tidak mungkin dikenal secara klinis, hanya dapat memakai alat yang disebut Capnograph.

Gambar Rongga Thoraks :
 

Jantung                                                                        Sternum
& perikardium                                                                                            Saraf frenikus
                                                                                                                Vena Kava Superior
Trakea                        Left                          Right                                       Oesophagus
                             Lung                       lung                                       Saraf vagus

Aorta                                                                                      Vertebra
Sal. Torasika


B.       Etiologi
1.         Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung
2.         Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3.         Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995).
C.        Patofisiologi

Trauma Thorax

Mengenai rongga toraks sampai                      Terjadi robekan Pemb. Darah intercostal,
rongga pleura, udara bisa                                  pemb.darah jaringan paru-paru.
masuk (pneumothorax)
                                                                                Terjadi perdarahan :
Karena tekanan negative intrapleura              (perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar
Maka udara luar akan terhisap masuk          diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)
ke rongga pleura (sucking wound)                                   tahanan perifer pembuluh paru naik
                                                                                                (aliran darah turun)
- Open penumothorax
- Close pneumotoraks                                                        = ringan kurang 300 cc ® di punksi
- Tension pneumotoraks                                                    = sedang 300 - 800 cc ® di pasang drain
                                                                                                = berat lebih 800 cc ® torakotomi
Tek. Pleura meningkat terus
                                                                                                Tek. Pleura meningkat terus
                                                                                                mendesak paru-paru
                                                                                                (kompresi dan dekompresi)

                                                                                                pertukaran gas berkurang
- sesak napas yang progresif                             = sesak napas yang progresif
  (sukar bernapas/bernapas berat)                   = nyeri bernapas/pernafsan asimetris/ jejas/ trauma
- nyeri bernapas                                                   = pekak dengan batas jelas/tak jelas.
- bising napas berkurang/hilang                        = bising napas tak terdengar
- bunyi napas sonor/hipersonor                        = nadi cepat/lemah anemis / pucat
- poto toraks gambaran udara lebih ¼               
dari rongga torak                                                 = poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan
 

WSD / Bullow Drainage

-          terdapat luka pada WSD                          - Kerusakan integritas kulit
-          nyeri pada luka bila untuk                       - Resiko terhadap infeksi
 bergerak.                                                       - Perubahan kenyamanan : Nyeri
 perawatan WSD harus di                          - Ketidak efektifan pola pernapasan
 perhatikan.                                                   - Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan
       Inefektif bersihan jalan napas                 Pergeseran mediatinum




Jenis trauma thorax
Ada beberapa jenis trauma Thorax yang harus dikenali pada primery survei, karena apabila tidak dikenali akan menyebabkan kemitian dengan cepat.
a.       Airway
Penekanan pada trakea di daerah thorax dapat terjadi karena misalnya fraktur sternum. Pada pemeriksaan klinis penderita akan ada gejala penekanan airway seperti stidor inspirasi dan suara serak. Biasanya penderita perlu jalan nafas definitif.
b.      Breathing
Ada 4 gangguan breathing :
1)      Pneumothorax terbuka / open pneumothorax
Luka yang besar pada dinding dada akan menyebabkan pneumothorax terbuka. Tekanan di dalam rongga pleura akan segera menjadi sama dengan tekanan atmosfer. Trauma ini dapat timbul karena benda tajam. Sedemikian rupa sehingga ada hubungan udara luar dengan rongga pleura, sehingga paru menjadi kuncup. Apabila lubang ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trakea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang pada dinding dada dibandingkan melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang begitu hebat. Akibatnya ventilasi menjadi terganggu sehingga menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
Dengan demikian maka langkah awal pada open pneumothorax adalah menutup luka dengan kassa oklusif steril yang di plester 3 sisi saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan terjadi efek katup dimana saat inspirasi kassa penutup akan menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kassa penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar.
2)      Tension pneumothorax
Apabila ada mekanisme ventil, kebocoran udara yang berasal dari paru paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk kedalam rongga pleura dan tidak dapat keluar lagi (one way valve), maka udara akan semakin banyak pada satu sisi rongga pleura. Akibatnya adalah paru sebelahnya akan tertekan, dengan akibat sesak yang berat = mediastinum akan terdorong, dengan akibat timbul syok.
Penyebab tersering dari tension pneumothorax ini adalah komplikasi penggunaan ventilasi mekanik (ventilator). Dengan ventilasi tekanan positif pada penderita yang ada kerusakan pada pleura visera. Tension pneumothorax juga dapat timbul akibat cidera thorax, misalnya cidera tulang belakang thorax yang mengalami pergeseran. Pada penyakit ini ditandai dengan gejala nyeri dada, sesak yang berat, distres pernafasan, takikardia, hipotensi, deviasi trakea, hilangnya suara nafas pada satu sisi, dan distensi vena leher.
Diagnosa yang ditegakkan secara klinis, pada perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas  pada hemothorax yang terkena pada pada tension akan membedakan dengan hasil klinis temponade jantung. Sehingga apabila keadaan berat, maka petugas harus mengambil tindakan dengan melakukan dekompresi memakai jarum besar (needle thoracocentesis), menusuk dengan jarum besar ini dilakukan diruang intercostal 2 (ICS 2) pada garismid-klavikula.
3)      Hematothorax masif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Pada keadaan ini akan terjadi sesak karena darah dalam rongga pleura, dan syok karena kehilangan darah. Tidak banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada keadaan ini. Satu-satunya cara adalah dengan mengganti darah yang hilang dengan pemasangan infus dan membawa penderita secepat mungkin ke RS dengan harapan masih dapat menyelamatkan dengan tindakan yang cepat di UGD yaitu tindakan “thoracotomy”.
4)      Flail chest
Terjadinya flail chest dikarenakan fraktur iga multiple pada dua atau lebih tulang dengan dua atau lebih garis fraktur. Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada pergerakan dinding dada. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru akan masuk kedalam. Ini dikenal sebagai pernafasan paradoksal.
Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun yang lebih diwaspadai adalah adanya kontusio paru yang terjadi. Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan. Di RS penderita akan dipasang pada respirator, apabila analisis gas darah menunjukkan pO2 yang rendah atau yang tinggi.
flail chest mungkin tidak terlihat pada awalnya, karena spilnting pada awalanya (terbelat) dengan dinding. Gerakan pernafasan menjadi buruk dan thorax bergerak secara asimetris dan tidak terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosis.

c.       Circulation
Cidera thorax yang akan mempengaruhi sirkulasi dan harus ditemukan pada primery survei adalah hematothorax masif karena terkumpulnya darah dengan cepatdi rongga pleura. Juga dapat terjadi pada temponade jantung, walaupun penderita datang tidak dalam keadaan sesak namun dalam keadaan syok (syok non hemoragik). Terjadi paling sering karena luka tajam jantung, walaupun trauma tumpul juga dapat menyebabkannya.
Karena darah terkumpul dalam rongga perikardium, maka kontraksi jantung terganggu sehingga timbul syok yang berat (syok kardiogenik). Biasanya ada pelebaran pembuluh darah vena leher, disertai bunyi jantung yang jauh dan nadi yang kecil.
Pada infus yang diguyur tidak banyak menimbulkan respon. Seharusnya pada penderita ini dilakukan perikardio-sintesis, yaitu penusukan rongga perikardium dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut. Beberapa keadaan yang dapat dikenali pada survei sekunder :
1)      Fraktur iga
Secondary survey membutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti, sehingga pada fraktur iga multiple atau fraktur iga pertama dan atau iga kedua harus dicurigai bahwa cidera yang terjadi pada thorax dan jaringan lunak dibawahnya sangat berat. Gejalanya adalah nyeri pada pernafasan. Ketakutan akan nyeri pada pernafasan ini menyebabkan pernafasan menjadi dangkal, serta takut batuk. Patah tulang iga sendiri tidak terlalu berbahaya, dan pra-RS tidak memerlukan tindakan apa-apa. Yang harus lebih diwaspadai adalah timbulnya pneumo/hematothorax.
2)      Kontusio paru
Pada kontusio paru yang sering ditemukan adalah kegagalan dalam bernafas yang dapat timbul perlahan atau berkembang sesuai waktu, tidak waktu, tidak langsung terjadi setelah kejadian. Monitoring harus ketat dan berhati-hati, juga diperlukan evaluasi penderita berulang-ulang.
Beberapa cidera thorax yang mungkin mematikan seperti pneumothorax sederhana, ruptur aorta, ruptur diafragma, perforasi esofagus, dsb. Tidak mungkin dapat dikenali pada fase pra-RS. Untuk di RS dapat dikenali melalui pemeriksaan radiologi (USG, X-Ray, CT-SCAN, dll)

D.    MANIFESTASI KLINIS

1.      Tamponade jantung :
·       Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
·       Gelisah.
·       Pucat, keringat dingin.
·       Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
·       Pekak jantung melebar.
·       Bunyi jantung melemah.
·       Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
·       ECG terdapat low voltage seluruh lead.
·       Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2.      Hematotoraks :
·       Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
·       Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3.       Pneumothoraks :
·       Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
·       Gagal pernapasan dengan sianosis.
·       Kolaps sirkulasi.
·       Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
·       pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
·       Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson, 1990).

E.       Pengkajian primer kasus


Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1.      Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2.      Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3.      Pengobatan terakhir.
4.      Pengalaman pembedahan.
5.      Riwayat penyakit dahulu.
6.      Riwayat penyakit sekarang.
7.      Keluhan.

Pemeriksaan Fisik :

1.      Sistem Pernapasan :
·           Sesak napas
·           Nyeri, batuk-batuk.
·           Terdapat retraksi klavikula/dada.
·           Pengambangan paru tidak simetris.
·           Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
·           Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
·           Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
·           Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
·           Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
·           Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2.      Sistem Kardiovaskuler :
·           Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
·           Takhikardia, lemah
·           Pucat, Hb turun /normal.
·           Hipotensi.

3.      Sistem Persyarafan :
·           Tidak ada kelainan.

4.      Sistem Perkemihan.
·           Tidak ada kelainan.

  1. Sistem Pencernaan :
·           Tidak ada kelainan.

  1. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
·           Kemampuan sendi terbatas.
·           Ada luka bekas tusukan benda tajam.
·           Terdapat kelemahan.
·           Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

  1. Sistem Endokrine :
·           Terjadi peningkatan metabolisme.
·           Kelemahan.

  1. Sistem Sosial / Interaksi.
·           Tidak ada hambatan.

  1. Spiritual :
·           Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

10.          Pemeriksaan Diagnostik :
·           Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
·           Pa Co2 kadang-kadang menurun.
·           Pa O2 normal / menurun.
·           Saturasi O2 menurun (biasanya).
·           Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
·           Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,






F.       Rencana tindakan

1.    Bullow  Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a.       Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b.      Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c.       Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.

Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a.         Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b.         Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c.         Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
·      Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
·      Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.

2.      Mendorong berkembangnya paru-paru.
a.    Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
b.    Latihan napas dalam.
c.    Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
d.   Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

3.      Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.

4.      Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

5.      Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
a.    Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
b.    Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
c.    Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
d.   Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
e.    Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
f.     Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.

6.      Dinyatakan berhasil, bila :
a.    Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b.    Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c.    Tidak ada pus dari selang WSD.

7.      Pemeriksaan penunjang
                                     a.     X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
                                     b.     Diagnosis fisik :
1)   Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
2)   Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
3)   Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
4)   Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.


G.           SOP perawatan WSD

NO
ASPEK YANG DINILAI
NILAI
YA
TIDAK
KET
TAHAP PRE INTERAKSI
1
Chek catatan medis dan perawatan



2
Cuci tangan



3
Menyiapkan alat-alat yang diperlukan :
Sarung tangan, botol WSD baru berisi cairan Aquades ditambahkan dengan desinfektan, klem, bengkok, set perawatan WSD, NaCL, dan betadin



TAHAP ORIENTASI
4
Memberi salam, panggil klien serta mengenalkan diri



5
Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan perawatan WSD



TAHAP KERJA
6
Memberikan kesempatan pada klien untuk bertanya



7
Menjaga privasi



8
Membantu klien untuk mengatur posisi yang nyaman dalam posisi fowler ataupun semifowler



9
Tempatkan botol WSD tegak lurus untuk mencegah terjadinya kecelakaan



10
Jika balutan pada pada luka insisi basah lakukan perawatan luka pada posisi pada lokasi insisi dengan tehnik septik dan aseptik



11
Beri label pada botol botol drainase. Observasi dan catat jumlah dan pengeluaran, warna, dan karakteristik



12
Jika botol drainagen penuh ganti dengan botol ateril yang baru, selang botol WSD diklem dahulu



13
Ganti botol WSD dan lepas kembali klem



14
Amati undulasi dalam selang WSD



15
Rapikan alat-alat



TAHAP TERMINASI
16
Mengevaluasi klien



17
Memberikan reinforcement



18
Kontrak untuk kegiatan selanjutnya



19
Cuci tangan



20
pendokumentasian



NILAI TOTAL






Cara pemasangan WSD

1.        Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksilaris anterior dan media
2.        Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan
3.        Buat insisi kulit dan sub cutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus intercostalis.
4.        Masukkan kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
5.        Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan kelly forceps.
6.        Selang (chest tube) yang telah terpasang. Difiksasi dengan jahitan ke dinding dada
7.        Selang (chest tube) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8.        Foto X-Ray dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.


H.      Hal –hal yang harus di evaluasidari respon pasien setelah tindakan utama

B1 (Breath)          
·           Kaji ada tidaknya kesulitan bernafas seperti adanya keluhan sesak
·           Batuk (produktif atau tidak produktif, secret, warna, konsistensi, bau)
·           Irama nafas pasien (teratur/tidak teratur), takipnea
·           Adanya peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal
·           Fremitus fokal
·           Perkusi dada : hipersonor
·           Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris
·           Pada kulit terdapat sianosis, pucat, krepitasi subkutan
B2 (Blood)
·           Taki kardi, irama jantung tidak teratur ( disaritmia )
·           Suara jantung III, IV, galop / gagal jantung sekunder
·           Hipertensi / hipotensi
·           CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, normalnya < 3 detik
·           Akral : hangat, panas, dingin, kering atau basah
B3 (Brain)
·           Tentukan GCS pasien
·           Tentukan adanya keluhan pusing,
·           Lamanya istirahat/tidur, normal kebutuhan istirahat tiap hari adalah sekitar 6-7 jam.
·           Ada tidaknya gangguan pada nerves pendengaran, penglihatan, penciuman.
·           Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien, lokasi nyeri
B4 (Bladder)
·           Keluhan kencing : nocturia, poliuria, disuria, oliguria, anuria, retensi, inkontinensia
·           Produksi urine tiap hari, warna, dan bau. Produksi urine normal adalah sekitar 500cc/hari dan berwarna kuning bening
·           Keadaan kandung kemih : membesar atau tidak, adanya nyeri tekan
·           Intake cairan tiap hari, pemberiannya melalui oral atau parenteral. Intake cairan yang normal setiap hari adalah sekitar 1 liter air.
·           Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu kateter
B5 (Bowel)
·           Kaji keadaan mulut pasien: bersih, kotor atau berbau
·           Keadaan mukosa: lembab, kerig, stomatitis
·           Tenggorokan : adanya nyeri menelan, pembesaran tonsil, nyeri tekan
·           Keadaan abdomen: tegang, kembung atau ascites
·           Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka bekas operasi
·           Peristaltic usus tiap menitnya
·           Frekuensi BAB tiap hari da konsistensinya (keras, lunak, cair atau berdarah)
·           Nafsu makan, adanya diet makanan dan porsi makan tiap hari


B6 (Bone)
·           Tentukan pergerakan sendi pasien (bebas, terbatas)
·           Kaji adanya kelainan ekstermitas, kelainan tualang belakang dan fraktur
·           Keadaan kulit: ikteri, siaonis, kemerahan atau hiperglikemi
·           Keadaan turgor kulit





























DAFTAR  PUSTAKA



Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.

Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.

Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.