Friday, 19 February 2016

TRANSFUSI DARAH

PELAYANAN TRANSFUSI DARAH


Strategi Palang Merah Indonesia (PMI) dalam visinya menetapkan agar dikenall secara luas sebagai organisasi kepalangmerahan dalam memberikan pelayanan kepada yang membutuhkan secara efektif dan tepat waktu dengan semangat kenetralan dan kemandirian.
Target pelayanan transfusi darah adalah berupaya memenuhi kebutuhan darah yang bermutu, aman dan mencukupi serta dapat diperoleh dengan harga yang terjangkau. Kini, kegiatan tersebut dapat dilayani di 165 Unit Transfusi Darah Pembina Darah dan Cabang tingkat Propinsi dan Daerah Tingkat II, yang tersebar di seluruh Indonesia. Hingga sekarang jumlah darah yang terkumpul baru sekitar 0,47% dari jumlah penduduk Indonesia, idealnya jumlah darah yang tersedia adalah berkisar 1% dari jumlah penduduk Indonesia. Darah diperoleh dari sumbangan darah para donor darah sukarela maupun donor darah pengganti.
PROSEDUR TEKNIS PELAYANAN TRANSFUSI DARAH
Dalam melakukan pelayanan transfusi darah kepada masyarakat, PMI tidak hanya memfokuskan perhatiannya pada pendonor darah tetapi juga ke masyarakat yang pengguna darah. Karenanya menjadi penting untuk melakukan sosialisasi informasi mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan masalah transfusi darah kepada masyarakat luas, seperti ” Bagaimana menjadi donor darah; Prosedur permintaan Darah; Pengelolaan Darah dan “service cost” 
BLOOD SCREENING ( Pemeriksaan uji saring darah)
Blood screening (pemeriksaan uji saring darah) merupakan salah satu tahap di dalam pengelolaan darah yang dilakukan PMI untuk mendapatkan darah yang betul-betul aman bagi pengguna darah (orang sakit). Bahkan, untuk menghindari tercemarnya darah dari HIV, pemerintah mengeluarkan surat keputusan Menkes RI No.622/Menkes/SK/VII/1992 tentang kewajiban pemeriksaan HIV pada darah yang disumbangkan donor. Pemeriksaan ini bersifat “mandatory”, namun tidak bertentangan dengan resolusi Komisi HAM PBB, karena yang diperiksa bukan orang yang menyumbangkan darah melainkan darah yang akan ditransfusikan (prinsip unlinked Anonymous).
Saat ini tiap Unit Transfusi Darah Cabang (UTDC) telah melakukan uji saring terhadap 4 penyakit menular berbahaya yaitu syphilis, hepatitis B & C dan HIV/AIDS. Apabila ada donor darah yang dicurigai terinfeksi dengan hasil test yang mendukung, maka dirujuk ke UTDP untuk dilakukan test ulang darah donor tersebut. Hasilnya dikembalikan ke UTDC yang bersangkutan.
Konseling Donor Darah
Khusus mengenai konseling sebenarnya UTD PMI telah mencoba untuk melakukan pre dan post konseling untuk hasil pemeriksaan darah yang positif terjangkit Sifilis, Hepatitis B & C. Dalam tahap pre konseling, sebelum pemeriksaan para donor diberitahu disertai penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan dari yang bersangkutan melalui lembar Inform Consent, bahwa jika hasil darahnya reaktif atau positif maka darah tersebut tidak akan digunakan untuk transfusi.
Sedangkan pada tahap Post Konseling, setelah hasil pemeriksaan darah donor dinyatakan positif, maka diadakan pemanggilan kepada yang bersangkutan melalui pos. Namun untuk kasus HIV dipanggil langsung. Kemudian diberitahukan kepada yang bersangkutan untuk tidak menjadi donor darah:
  • sampai hasil pemeriksaan darahnya negative pada sifilis
  • atau tidak menjadi donor darah untuk selamanya bagi pengidap HIV dan Hepatitis B&C.
Khusus untuk HIV, konseling belum dapat dilakukan karena:
  • Prinsip Unlinked Anonymous
  • Belum siapnya seluruh UTDC dan Pemerintah untuk melakukan konseling dan terapinya


Tuesday, 18 August 2015

Penyakit Bisul

Bisul (bahasa Latinabscessus) adalah sekumpulan nanah (neutrofil mati) yang telah terakumulasi di rongga di jaringan setelah terinfeksisesuatu (umumnya karena bakteri atau parasit) atau barang asing (seperti luka tembakan/tikaman). Bisul adalah reaksi ketahanan dari jaringan untuk menghindari menyebar nya barang asing di tubuh. 
Bisul biasa terjadi pada bagian lipatan tubuh seperti pada ketiak atau lipatan pangkal paha, namun bisa juga terjadi pada bagian permukaan kulit lainnya seperti pantat, muka, leher atau bagian lainnya.

Beberapa cara untuk mencegah timbulnya bisul :
  • Biasakan untuk selalu menjaga kebersihan tubuh dengan mandi 2 kali sehari menggunakan sabun, terutama untuk bagian yang rentan terkena bisul seperti ketiak atau bagian pangkal paha.
  • Pilihlah pakaian yang nyaman digunakan serta dapat meyerap keringat agar terhindar dari jamur sehingga meminimalisir terjadinya infeksi serta penularannya.
  • Memilih menu makanan yang tepat dan sehat serta pola makan yang benar agar terhindar dari bermacam penyakit.
  • Selalu menjaga kebersihan lingkungan agar terhindar dari berbagai macam penyakit. 
Beberapa macam bisul:
  1. Hidradenitis Suppurativa, bisul ini biasanya muncul pada daerah lipatan seperti ketiak dan pangkal paha, penyebabnya adalah karena terjadinya peradangan pada kelenjar keringat dan bersifat lokal.
  2. Akne Kista, bisul ini biasanya muncul pada daerah kulit yang banyak mengandung minyak seperti pada wajah, penyebabnya adalah karena terjadinya penyumbatan pada kelenjar minyak yang terinfeksi oleh bakteri.
  3. Kista Pilonidal, bisul ini biasanya muncul pada daerah pantat, penyebabnya adalah karena terjadinya infeksi pada folikel rambut serta diperparah dengan adanya gesekan, tekanan dan iritasi maka bisul ini semakin meradang.

Cara mengatasi bisul:
  1. Untuk bisul yang baru timbul sebaiknya segera diobati, kalau bisa jangan sampai bisul menjadi matang karena akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan kulit.
  2. Jika bisul masih tergolong ringan maka bisa disembuhkan dengan mengoleskan salep antibiotik, dan salep ini sangat efektif untuk mengatasi bisul.
  3. Jika bisul sudah membesar dan agak dalam selain salep antibiotik maka diperlukan juga obat antibiotik yang diminum.
  4. Obat penisilin bisa menjadi pilihan namun ada efek negatifnya jika menggunakan penisilin karena bakteri seperti staphylococcus aureus penyebab bisul akan mengeluarkan enzim sehingga penisilin tidak akan berfungsi dengan baik malah bakteri tersebut menjadi resisten terhadap penisilin selain itu obat ini seringkali menimbulkan reaksi alergi.
  5. Jika bisul sudah mengeluarkan mata nanah sebaiknya dibawa ke dokter untuk mengeluarkan nanahnya dengan menggunakan pisau yang steril, hindari memecah bisul sendiri dengan memencetnya karena akan mengakibatkan rusaknya jaringan kulit sehingga mengakibatkan luka parut dan tak mungkin akan normal kembali.
  6. Hindari menggaruk bisul dengan kuku karena bakteri penyebab bisul akan dengan mudah menular.
  7. Jika bisul seringkali muncul atau berulang sebaiknya periksakan ke dokter karena ada kemungkinan terkait dengan penyakit lainnya seperti diabetes.

Cara Mengobati Bisul Yang Sudah Pecah

  • Cuci dengan sabun antibakteri
  • Cara mengobati bisul dengan cepat dengan mengoleskan bisul menggunakan krim antibakteri lalu dibalut rapi. Saat melakukan langkah ini, Anda harus selalu memastikan jika kassa pembalut berada dalam keadaan bersih dan kering, artinya tidak ada cairan bisul yang keluar dan membasahi kassa pembalut, jika basah harus segera diganti.
    Krim serta salep antibakteri dibuat khusus untuk membantu mengobati bisul, sudah tersedia dengan sangat banyak di berbagai apotek atau toko obat di sekitar Anda. Aplikasikan salep atau krim antibakteri ini secara teratur sampai bisul Anda sembuh.

OBAT ANTIBIOTIK UNTUK BISUL

Banyak yang menganggap remeh bisul. Karenanya, bisul sering dibiarkan, menunggu sampai “matang”. Dan setelah matang, pengobatan yang dilakukan adalah di sodet hingga pecah dan nanah dikeluarkan. Ini tentu pengobatan yang tidak tepat.
Adanya nanah dapat menimbulkan rongga di dalam kulit. Bisa jadi rongga ini besar sehingga setelah bisul sembuh, akan timbul bekas luka berupa lekukan di kulit. Dari sisi estetika, tentu hal ini tidak diharapkan.
Pengobatan bisul sebaiknya dilakukan sedini mungkin. Karena penyebab bisul adalah infeksi bakteri, maka digunakan obat antibiotik. Salah satu obat bisul yang populer adalah ichtyol salep merupakan obat klasik untuk bisul. Namun obat ini merupakan nantiseptik lemah dan beraroma tida sedap sehingga saat ini mulai tergeser penggunaannya.

Gentamicin (Sagestam, Genoint, Garamycin) krim maupun salep merupakan obat yang cukup efektif mengatasi infeksi staphilococcus penyebab bisul. Gentamicin bekerja dengan cara menghambat sintesa protein bekateri malalui pengikatan unit 30s ribosom yang akan menghentikan sintesis protein bakteri. Gentamicin merupakan antibiotik yang mudah diserap dalam kulit sehingga mempunyai aksi cepat mengatasi bisul. Selain gentamicin, asam fusidat (fucidic acid) merupakan antibiotik yang juga efektif. Asam fusidat (Fusycom) bekerja dengan cara menghambat replikasi bakteri dan bersifat bakteriostatik.
Apabila obat topikal tida mencukupi, maka dapat digunakann antibiotik oral seperti amoksisilin (Amoxsan, Kalmoxillin) yang diminum 3 kali sehari 1 tablet. Klindamisin (Clinmas, Climadan, Clinjos) yang diminum 2 kali sehari 1 kapsul juga efektif danmemiliki kemampuan yang baik dalam menembus jaringan lunak dan nanah. Jika bakteri tersebut resisten, maka dapat digunakan antibiotik yang lebih kuat seperti flucloxacillin (Floxabiotic, Floxapen) atau dicloxacillin yang merupakan antibiotik anti staphilococcus.

Sunday, 11 January 2015

Manfaat Donor Darah Bagi Tubuh

Donor Darah dan Risiko Penyakit Jantung Koroner

Donor darah merupakan proses pengambilan sebagian darah yang kita miliki yang disumbangkan dan disimpan di bank darah yang sewaktu-waktu dapat dipakai untuk transfusi darah. Donor darah tidak hanya memberikan manfaat bagi orang yang membutuhkan, tetapi juga memberikan manfaat bagi pendonornya.
Darah, terutama sel darah merah merupakan sel yang mengandung hemoglobin yang terbentuk dari zat besi, yang berfungsi untuk mengikat oksigen. Kebutuhan zat besi tergantung kepada jenis kelamin dan usia. Laki-laki dewasa membutuhkan 8.5 mg/hari dan wanita dewasa usia subur membutuhkan 18.9 mg/hari. Kebutuhan zat besi dapat diperoleh dari makanan yang berasal dari sumber hayati (zat besi nonheme) dengan ketersediaan hayati 2-3% dan sumber hewani (zat besi heme) dengan ketersediaan hayati 20-23%.
Kenyataan bahwa zat besi nonheme yang agak sulit diserap sebenarnya justru menguntungkan karena zat besi yang terlalu mudah diserap apabila dikonsumsi secara berlebihan, seperti zat besi heme yang berasal dari daging, justru akan menumpuk dalam tubuh dan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung koroner.
Zat besi yang menumpuk akan meningkatkan radikal bebas di dalam tubuh dan dapat mengoksidasi kolesterol. Kolesterol yang teroksidasi tersebut akan mengendap di dinding pembuluh darah. Oksidasi kolesterol yang mengendap di pembuluh darah akan menimbulkan plak (atherosclerosis) yang merupakan cikal bakal timbulnya penyakit jantung koroner.
Wanita yang masih mengalami menstruasi atau haid, memiliki risiko penyakit jantung koroner yang lebih rendah dibandingkan dengan kaum pria. Hal ini dikarenakan wanita yang mengalami menstruasi akan secara teratur membuang darah (zat besi), sedangkan para kaum pria tidak mengalami pembuangan darah (zat besi). Agar tidak terjadi penimbunan zat besi yang berlebihan, maka dianjurkan untuk melakukan donor darah secara teratur yakni setiap 3-6 bulan sekali.
Dengan melakukan donor darah secara rutin, regenerasi darah akan berlangsung lebih cepat, oksidasi kolesterol menjadi lebih lambat. Selain itu, aliran darah juga menjadi lebih lancar dan mampu mencegah penimbunan lemak dan hasil oksidasi kolesterol pada dinding pembuluh darah jantung. Hal ini dapat mengurangi risiko timbulnya penyakit jantung koroner.
Penelitian menyebutkan bahwa kegiatan donor darah yang rutin dapat menurunkan risiko kejadian serangan jantung sampai 1/3 kali, terutama pada pria. Beberapa keuntungan lain dari donor darah rutin berdasarkan beberapa penelitian lain adalah menurunkan stres oksidatif di dalam tubuh, menurunkan kejadian resistensi insulin, serta  meningkatkan kadar HDL ( kolesterol baik).

Sunday, 2 February 2014

Asuhan Keperawatan Resiko Bunuh Diri

ASKEP RESIKO BUNUH DIRI

ASKEP RESIKO BUNUH DIRI
A.    Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezlicious blogspot.com)
Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, 2004. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezlicious blogspot.com)
Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezlicious blogspot.com)
B.     Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009. Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh diri adalah :
a.       Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut :
1.      Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2.      Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3.      Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah, respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4.      Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan factor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
5.      Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b.      Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
c.       Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

d.      Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression, dan magical thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping alternatif.
Respon adaptif

Respon maladaptif
Peningkatan diri
Beresiko destruktif
Destruktif diri tidak langsung
Pencederaan diri
Bunuh diri





Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada diri seseorang.
C.    Rentang Respons, YoseP, Iyus (2009)

a.       Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai  loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b.      Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.


c.       Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d.      Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e.       Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai berikut.
1.         Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri dan tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2.         Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
3.                  Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara langsung verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan  secara verbal bahwa dia tidak akan ada di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.







D.    Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)
a.       Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b.      Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c.       Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d.      Impulsif.
e.       Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f.       Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g.      Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
h.      Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).
i.        Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
j.        Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k.      Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier).
l.        Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m.    Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n.      Pekerjaan.
o.      Konflik interpersonal.
p.      Latar belakang keluarga.
q.      Orientasi seksual.
r.        Sumber-sumber personal.
s.       Sumber-sumber social.
t.        Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
E.     Terapi Aktivitas Kelompok, Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh (2009)
Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan) digambarkan melalui hubungan interpersonal dalam kelompok. Pada model ini juga menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota, merupakan akibat dari tingkah laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan individu dan kelompok, anggota belajar dari interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.

F.     Data Fokus, Fitria, Nita (2009)
Masalah Keperawatan
Data Fokus
Resiko bunuh diri
Subjektif :
•         Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
•         Mengungkapkan keinginan untuk mati.
•         Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
•         Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
•         Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan.
•         Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
•         Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan saat kecil.

Objektif :
•         Impulsif.
•         Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
•         Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol).
•         Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal).
•         Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam karier).
•         Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
•        Status perkawinan yang tidak harmonis.



















askep resiko bunuh diri

I.       Contoh Kasus
Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah perusahaan swasta bernama PT. Bagindo. Status menikah, tapi belum memiliki anak. Perusahaan tempatnya bekerja mengalami masalah, akibatnya sebagian besar para pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk salah satunya Tn. B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk, sehingga membuat istrinya meminta cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Dan Tn. B pun menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
II.      Teori
A.    Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan akibatnya dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998).
Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif, sering terjadi pada remaja (Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri, 1997).
Pikiran untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri, 2004).
Definisi suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri.
B.     Bunuh Diri sebagai Masalah Dunia
Pada laki-laki tiga kali lebih sering melakukan bunuh diri daripada wanita, karena laki-laki lebih sering menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain dengan pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi, sedangkan wanita lebih sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang mereka lebih sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih cara menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain.
Data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu juta orang bunuh diri dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik, bunuh diri juga satu dari tiga penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena faktor kecelakaan.
C.    Faktor yang berkontribusi pada anak dan remaja
Keluarga dan lingkungan terdekat menjadi pilar utama yang bertanggung jawab dalam upaya bunuh diri pada anak dan remaja, pernyataan ini ditunjang oleh teori Vygotsky bahwa lingkungan terdekat anak berkontribusi dalam membentuk karakter kepribadian anak, menurut Stuart Sundeen jenis kepribadian yang paling sering melakukan bunuh diri adalah tipe agresif, bermusuhan, putus asa, harga diri rendah dan kepribadian antisosial. Anak akan lebih besar melakukan upaya bunuh diri bila berasal dari keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter atau keluarga yang pernah melakukan bunuh diri, gangguan emosi dan keluarga dengan alkoholisme.
Faktor lainnya adalah riwayat psikososial seperti orangtua yang bercerai, putus hubungan, kehilangan pekerjaan atau stress multiple seperti pindah, kehilangan dan penyakit kronik kumpulan stressor tersebut terakumulasi dalam bentuk koping yang kurang konstruktif, anak akan mudah mengambil jalan pintas karena tidak ada lagi tempat yang memberinya rasa aman, menurut Kaplan gangguan jiwa dan suicide pada anak dan remaja akan muncul bila stressor lingkungan menyebabkan kecemasan meningkat.

D.    Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1.      Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.

2.      Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3.      Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.



E.     Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.      Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2.      Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3.      Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.

III.            Diagnosa Keperawatan
RISIKO BUNUH DIRI
A.    Rencana Keperawatan
TUM :
Klien tidak mencederai diri sendiri
TUK 1
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Rencana Tindakan :


  1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
a.       Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b.      Perkenalkan diri dengan sopan.
c.       Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d.      Jelaskan tujuan pertemuan.
e.       Jujur dan menepati janji.
f.       Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g.      Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar

TUK 2
Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Rencana Tindakan :
1.      Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.
2.      Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3.      Awasi klien secara ketat setiap saat

TUK 3
Klien dapat mengekspresikan perasaannya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Rencana Tindakan :
1.      Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
2.      Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3.      Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.
4.      Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.

TUK 4
Klien dapat meningkatkan harga diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat meningkatkan harga dirinya
Rencana Tindakan :
1.      Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2.      Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3.      Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).

TUK 5
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Rencana Tindakan :


1.      Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
2.      Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain.
3.      Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.


TUK 6
Klien dapat menggunakan dukungan sosial,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan dukungan sosial.
Rencana Tindakan :


1.      Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.
2.      Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.
3.      Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).

TUK 7
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan obat dengan tepat
Rencana Tindakan :
1.      Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
2.      Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3.      Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4.      Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.

Tindakan Keperawatan

A.    Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh Diri

1.      Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a.       Tujuan             : Pasien tetap aman dan selamat
b.      Tindakan         : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat melakukan tindakan berikut :
1)      Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2)      Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3)      Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.

SP 1 Pasien : Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B kenalkan saya adalah perawat A yang bertugas di ruang Mawar ini, saya dinas pagi dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan B hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana dan berapa lama kita bicara?”

KERJA
“Bagaimana perasaan B setelah bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B merasa paling menderita di dunia ini? Apakah B kehilangan kepercayaan diri? Apakah B merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah B merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri? Apakah B sering mengalami kesulitan berkonsentrasi? Apakah B berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau B berharap bahwa B mati? Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya, bagaimana caranya? Apa yang B rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi pasien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, Karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang akan B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat diruangan ini dan juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi B jangan sendirian ya? Katakan pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri kehidupan”.
“Saya percaya B dapat mengatasi masalah, OK B?”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B sekarang setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba B sebutkan lagi cara tersebut?”
“Saya akan menemui B terus sampai keinginan bunuh diri hilang”
(jangan meninggalkan pasien)

2.      Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
a.       Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
b.      Tindakan:
1)      Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian.
2)      Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya disekitar pasien.
3)      Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri.
4)      Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.

      SP 1 keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu, kenalkan saya A yang merawat putra bapak dan ibu dirumah sakit ini”.
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar B tetap selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita awasi terus B.

KERJA
“Bapak/Ibu, B sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan pekerjaan dan ditinggal istrinya, sehingga sekarang B selalu ingin mengakhiri hidupnya. Karena kondisi B yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua perlu mengawasi B terus-menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya.. pokoknya kalau dalam kondisi serius seperti ini B tidak boleh ditinggal sendirian sedikitpun”
“Bapak/Ibu bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan B untuk bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua barang-barang tersebut tidak boleh ada disikitar B.” “Selain itu, jika bicara dengan B fokus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan negatif”.
“Selain itu sebaiknya B punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain sepak bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita temani B, sampai keinginan bunuh dirinya hilang.”

B.     Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah

1.      Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
a.       Tujuan:
1)      Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
2)      Pasien dapat mengungkapkan perasaannya.
3)      Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.
4)      Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.

b.      Tindakan keperawatan:
1)      Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2)      Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
(1)   Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
(2)   Berikan oujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang posittif.
(3)   Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
(4)   Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan.
3)      Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
(1)   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.
(2)   Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah.
(3)   Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik.








SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B!, masih ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini? O.. jadi B merasa tidak perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh diri? Baiklah kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!”

KERJA
“Baiklah, tampaknya B membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup.” “Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, karena B tampaknya masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup B, maka saya tidak akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang B lakukan kalau keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga dan teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..?”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan tadi? Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan/dorongan bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk membicarakan cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”




1.      Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri.
a.       Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien.
b.      Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umunya muncul pada pasien beresiko bunuh diri.

2.      Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a.       Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b.      Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
1)      Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah.
2)      Menjauhkan barang-barang yang bisa untuk bunuh diri. Jauhkan psien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya zat yang berbahaya seperti obat nyamukatau racun serangga.
3)      Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c.       Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut diatas.

3.      Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
a.       Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
b.      Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis.


4.      Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
a.       Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
b.      Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
c.       Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip 5 benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunaannya, dan benar waktu penggunaannya.


SP 2 Keluarga: percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat anggota keluarga beresiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu. Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi dari bunuh diri.”
“Dimana kita akan diskusi? Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama Bapak/Ibu punya waktu untuk diskusi?”

KERJA
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari perilaku atau ucapan B?”
“Bapak/Ibu sebaiknya memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunu diri. Pada umunya orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui percakapan misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.” Apakah B pernah mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu mendengarkan ungkapan perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B ditingkatkan, jangan biarkan dia sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri di kamar. Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali sehari Bapak/Ibu memuji B dengan tulus.”
“Tetapi kalau sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang lain. Apabila tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh diri.”

TERMINASI
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya bagus. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”



SP 3 Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu lalu?”
“Sekarang kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama bapak dan ibu mau kita latihan?”

KERJA
“Sekarang anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus, betul begitu caranya”
“Sekarang coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”
“Bagus, bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai jadual?”
“Bagus sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
“Bagaimana kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”
(Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada pasien)

TERMINASI
“Bagaimana perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di rumah?”
“Setelah ini coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan ibu membesuk B”
“Baiklah bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”

SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B! Bagaiman perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa lama? Dimana?”

KERJA
“Apa saja dalam hidup B yang perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau B meninggal. Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan yang bagaimana yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan selam ini?.” “Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita latih.”

TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja yang B patut syukuri dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan B jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B. Coba B ingat-ingat lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah. Tapi kalau ada perasaan-perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”


SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh diri

ORIENTASI
“Assalamu’alaikum pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita membicarakan jadual B selama dirumah.”
“Berapa lama kita bisa diskusi?”
“Baik mari kita diskusikan.”

KERJA
“Pak, bu, ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum obatnya.”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B selama di rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin bunuh diri, tampak gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong bapak dan ibu segera hubungi Suster C dirumah sakit harapan peduli,rumah sakit terdekat dari rumah ibu dan bapak, ini nomor telepon rumah sakitnya: (0771) 12345. Selanjutnya suster C yang akan membantu memantau perkembangan B”


TERMINASI
“Bagaimana pak/bu? Ada yang belum jelas?”
“Ini jadwal kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat C di rumah sakit harapan peduli. Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan selesaikan administrasinya.”


























ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
           
            Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA, skizofrenia, gangguan kepribadian (paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.
            Ada 4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor – faktor yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya. Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah sakit.
            Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai faktor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.







ASUHAN  KEPERAWATAN  JIWA
TN. B DENGAN  RESIKO BUNUH DIRI
DI  RUANG  MAWAR RSJ SELAGA ALAS MATARAM
NTB



Tgl MRS                                : 5 Januari 2010
Tgl Pengkajian                      : 10 April 2011
Ruang                                     : Mawar

 

A.    Pengkajian

1.      Identitas Klien

Nama Lengkap            : Tn. B
Usia                             : 45 tahun
Jenis Kelamin              : Laki-laki
Status              : Kawin
Alamat                        : Kediri, Lobar

2.      Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah sakit jiwa karena mencoba gantung diri di kamar mandi rumah pasien

3.      Faktor Predisposisi
Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan tempat ia bekerja dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami gangguan jiwa.

4.      Faktor Presipitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja
 Masalah Keperawatan:
1.      Resiko bunuh diri
2.      Risiko perilaku kekerasan
3.      Harga diri rendah

5.      Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB pasien menurun dan klien tampak lemas tak bergairah, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit. N: 80x/mnt, TD 120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB 170cm.

6.      Psikososial
Genogram :






 
                                              
                                                                
                                                                                         













 



Keterangan:     laki-laki
                              perempuan
                              klien

7.      Konsep diri
1.      Gambaran diri
Klien merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
2.      Identitas
Klien sudah menikah mempunyai seorang istri.
3.      Peran Diri
Klien adalah kepala rumah tangga dengan 3 orang anak yang masih kecil-kecil
4.      Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung harus mendapat pekerjaan dimana untuk menghidupi keluarga dan bagaimana membangun keluarganya seperti dulu.
5.      Harga diri
Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.

8.      Hubungan Sosial
Menurut klien orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman sekamar yg satu agama. Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya, klien sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang lain, sangat sensitive.

9.      Spiritual
a.       Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya.
b.      Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.

10.  Status Mental
Penampilan:
pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak pernah tersisir rapi dan sedikit bau, Perubahan kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan.
Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek datar, lambat dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam, terkadang terjadi blocking.
Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas melakukan aktivitas
Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang lawan bicara saat berkomunikasi.
Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.

11.  Kebutuhan Persiapan Pulang.
12.  Mekanisme Koping
Mal adaptif : Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya, klien tidak mau melakukan aktifitas.
13.  Pohon masalah

Right Arrow: Penyebab
Koping maladaptif


Right Arrow: CPText Box: Perilaku bunuh diri (suicide)Right Arrow: Akibat
Resiko mencederai diri
 \

14.  Analisa data

Diagnosa
Data mayor
Data minor
Resiko bunuh diri
Subyektif:
-          Mengatakan hidupnya tak berguna lagi
-          Inggin mati
-          Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
-          Mengancam bunuh diri
Obyektif:              
-          Ekspresi murung
-          Tak bergairah
-          Ada bekas percobaan bunuh diri
Subyektif:
-          Mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
-          Mengatakan lebih baek mati saja
-          Mengatakan sudah bosan hidup
Obyektif:
-          Perubahan kebiasaan hidup
-          Perubahan perangai

Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji

1.      Perilaku bunuh diri
DS: menyatakan ingin bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO: ada isyarat bunuh diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.

2.      Koping maladaptif
DS: menyatakan putus asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
DO: nampak sedih, mudah marah, gelisah, tidak dapat mengontrol impuls.
                                                                                                                             
15.  Rencana Tindakan Keperawatan untuk pasien resiko bunuh diri

Pasien:
a.       Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
b.      Tujuan khusus
1.      Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1. Perkenalkan diri dengan klien 
1.2. Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
1.3. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
1.4. Bersifat hangat dan bersahabat.
1.5. Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.

2.     Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan:

2.1. Jauhkan klien dari benda‑benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting, tali, kaca, dan lain‑lain).
2.2. Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
2.3. Awasi klien secara ketat setiap saat.

3.      Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
3.1.    Dengarkan keluhan yang dirasakan.
3.2.    Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3.3.    Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
3.4.     Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti  penderitaan, kematian,  dan lain‑lain.
3.5.    Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.

4.      Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
4.1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2. Kaji dan kerahkan sumber‑sumber internal individu.
4.4. Bantu mengidentifikasi sumber‑sumber harapan (misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal‑hal untuk diselesaikan).

5.      Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
5.1.    Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman‑pengalaman yang menyenangkan  setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat dll.).
5.2.    Bantu untuk mengenali hal‑hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
   pentingnya terhadap kehidupan orang lain, mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
5.3.Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.

6.      Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan:
6.1.   Kaji dan manfaatkan sumber‑sumber ekstemal individu (orang‑orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung, agama yang dianut).
6.2.   Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
6.3.   Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : konseling  pemuka agama).

7.      Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
7.1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
7.2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu).
7.3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
7.4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.



Keluarga
1.      Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau mencoba bunuh diri.
              Tindakan:
1.1. Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian
1.2.Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya disekita pasien
1.3.Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri
1.4.Menjelaskan kepada keluarga pentingnya passion minum obat secara teratur.
2.      Tujuan: pasien mampu merawat pasien dengan resiko bunuh diri
Tindakan:
1.1.Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
a.       Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien
b.      Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien beresiko bunuh diri
1.2.Mengajarkan keluarga tentang cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a.       Mengajarkan keluarga tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b.      Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
-          Memberikan  tempat yang aman. Menempatkan pasien ditempat yang mudah di awasi, jangan biarkan pasien mengunci diri dikamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah
-          Menjauhkan barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri, seperti tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti racun nyamuk atau racun serangga.
-          Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apa bila ada tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukkan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c.       Menganjurkan keluarga untuk malaksanakan cara tersebut diatas.
1.3.Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apa bila pasien melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
a.       Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut
b.      Segera membawa pasien kerumah sakit atau puskesmas untuk mendapatkan bantuan medis.
1.4. Mencari keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
a.       Memberikan informasi tentang nomor telpon darurat tenaga kesehatan
b.      Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya
c.       Menganjurkan keluarga uuntuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar pemberian obat.

CATATAN PERAWATAN DAN PERKEMBANGAN

NO
TGL/JAM
DIAGNOSA KEP
TINDAKAN
EVALUASI
1.
10/4/2010
PK.10.00 WIB
Resiko Bunuh Diri
Sp I Pasien
1.      Membina hubungan saling percaya dengan klien
2.      Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
3.      Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien.
4.      Melakukan kontrak treatment
5.      Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

Sp II Pasien

1.      Mengidentisifikasi aspek positif pasien
2.      Mendorong pasien untuk berfikir positif terhadap diri sendiri
3.      Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga

Sp III Pasien
1.      Mengidentisifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
2.      Menilai pola koping yng biasa dilakukan
3.      Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
4.      Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
5.      Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian

Sp IV Pasien
1.      Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
2.      Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
3.      Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis

SP 1 Keluaga
1.      Mendiskusikan massalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2.      Menjelaskan pengertia, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis prilaku yang di alami pasien beserta proses terjadinya
3.      Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri yang dialami pasien beserta proses terjadinya.

SP II Keluarga
1.      Melatih keluarga
mempraktekan cara merawat pasien dengan resiko bunuh diri
2.      Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien resiko bunuh diri.

SP III Keluarga
1.      Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat\
2.      Mendiskusikan sumber rujukan yang bias dijangkau oleh keluarga
S :
Klien mengatakan sudah mencoba belajar berkenalan namun masih enggan untuk dilakukan

O:
Klien aktif dan memperhatikan selama latihan berkenalan dengan perawat

A:
Klien sudah tahu cara berkenalan dengan menyebutkan nama,asal,hobi

P:
Lanjutkan berkenalan dengan orang lain.




DAFTAR PUSTAKA
Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama
Mustofa, Ali. 2010. Asuhan Keperawatan Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram
Keliat Budi A. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta

           

 

SP RESIKO BUNUH DIRI
PASIEN
Ø  SP I Pasien: Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Orientasi:
Perawat             : “Assalamu’alakum, Selamat pagi M’ba Ayu. Perkenalkan saya perawat Nova. yang bertugas di ruang mawar ini saat ini, saya dinas dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.” “Bagaimana perasaan M’ba Ayu hari ini?”
M’ba Ayu          : “Hari ini saya sangat sedih dan jengkel Ners”
Perawat             : “Kalau tidak keberatan, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang M’ba Ayu rasakan dan alami selama ini. Saya siap kok mendengarkan semua cerita M’ba, bagaimana apa M’ba bersedia?
M’ba Ayu          :”Baik Ners saya bersedia,” (Menggukan kepala tanda setuju)
Perawat             : Kalau begitu dimana kita bisa bicara dan berapa lama kita bisa bicara?
M’ba Ayu          : “Ditaman, saya suka duduk menyendiri disana, satu jam”
Perawat             : “Baiklah kalau begitu, mari kita kesana”
 Tahap Kerja:
Perawat             : “Sekarang M’ba bisa cerita bagaimana perasaan M’ba setelah Pacar M’ba yang sangat M’ba cintai menghamili dan meninggalkan M’ba menikah dengan wanita lain ini terjadi?.
M’ba Ayu          : “Saya sangat terpukul dan sedih Sus, saya fikir dunia kan berahir detik itu juga. Saya binggung dan malu sudah mencoreng arang di wajah keluarga saya, saya benar-benar anak yang tak berguna.”
Perawat             : “Apa karena hal tersebut M’ba merasa menjadi orang paling menderita di bumi ini?
M’ba Ayu          : “Saya rasa lebih dari menderita Ners, saya sangat sensara dan merasa kehidupan saya telah hancur dan menderita, tak ada gunanya lagi saya hidup.”
Perawat           : “Bagaimana dengan kepercayaan diri M’ba, apa merasa kehilangan percaya diri?              M’ba merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?
M’ba Ayu          :”Saya sangat malu dengan keluarga, tentangga dan teman-teman saya karena menjadi aip dan mencoreng arang di muka keluarga saya”
Perawat             :” Apakah M’ba merasa bersalah atau mempersalahkan diri sendiri?”
M’ba Ayu          : “Sering Ners, mungkin memang ini semua salah saya, telah semudah itu percaya dengan  laki-laki brengsek itu. Seandainya saja saya mendengar nasehat ibu dan keluarga saya”.
Perawat             : “Apa M’ba juga sering mengalami kesulitan berkonsentrasi”
M’ba Ayu          :” Saya sangat pusing dengan semua ini. Jangankan berkonsentrasi berfikir jernih saja saya sangat susah”
Perawat             : “Apa pernah terbesit dalam fikiran M’ba untuk menyakiti diri/bunuh diri atau baM’ba inggin mati”
 M’ba Ayu         : “Saya pernah mencoba gantung diri di kamar mandi rumah saya dengan seutas tali jemuran tapi saya akhirnya gagal karena ditolong tetangga saya dan saya juga sering menyayat pergelangan tangan saya. Bagi saya tidak ada gunanya lagi saya hidup, saya tidak berguna”. (menunjukkan pergelangan tanggam)
Perawat             : “Baiklah, setelah saya mendengar cerita M’ba tampaknya M’banya membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk menggahiri hidup”.  Saya juga perlu memeriksa seluruh isi kamar M’ba untuk memastikan tidak ada benda-benda yang membahayakan (seperti gunting, pisau, cermin dan benda tajam lainya). Mulai sekarang saya juga takkan membiarkan M’ba sendiri.” Apa yang M’ba lakukan jika keinginan bunuh diri itu muncul?’
M’ba Ayu          :” Saya sering menggigit, membenturkan kepala dan menyakiti diri saya sendiri”
Perawat             :” Baiklah, mulai sekarang kalau keingginan itu muncul M’ba harus langsung meminta tolong kepada perawat diruangan ini bisa saya, atau perawat yang sedang sift, keluarga atau teman jika sedang besuk M’ba untuk mengatasi keingginan M’ba tersebut serta katakana kepada mereka jika ada dorongan untuk bunuh diri.” M’ba juga jangan sendiri ya, cobalah untuk berkumpul dan berinteraksi denga teman M’ba yang laen. Apa M’ba paham dengan yang saya katakan?
M’ba Ayu          : “Ya Ners. saya akan berusaha mencoba”
Perawat             : “Saya seneng mendengar nya, saya percaya baM’ba Ayu dapat mengatasi masalah ini, OKAY?”
Terminasi
Perawat             : “Bagaimana perasaan M’ba sekarang setelah mengetahui cara mengetahui perasaan keingginan bunuh diri?”
M’ba Ayu          :“saya sudah sedikit lebih tenang, terima kasih Ners”
Perawat             :” Bisa M’ba sebutkan kembali cara tadi yang saya telah jelaskan?
M’ba Ayu          : (menyebutkan kembali cara)
Perawat             : “saya akan menemani M’ba Ayu terus sampai keingginan bunuh diri M’ba hilang” (jangan tinggalkan pasien)

Ø  Sp II Pasien: meningkatkan harga diri dan menidentifikasi aspek positif pasien isyarat bunuh diri
Oriantasi
“Assalamualaikumba M’ba Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini? Bagaimana, Masi adakah doorongan M’ba Ayu untuk mengaihiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita kemarin sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas pemberian tuhan yang masih M’ba miliki serta aspek positif dalam diri M’ba, bukannya M’ba masih punya keluarga dan teman yang sayang dengan M’ba serta calon bayi yang Mba’kandung. Berapa lama kita akan bercakap dan mau dimana?
Tahap Kerja
“Menurut M’ba, apa saja dalam hidup M’ba yang perlu disyukuri, siapa saja yang akan sedih dan merasa rugi jika M’ba meninggal. Coba sekarang M’ba Ayu ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan M’ba. Keadaan yang bagaimana yang membuat M’ba merasa puas? Bagus!. Ternyata kehidupan M’ba Ayu masih ada yang baik dan patut di syukuri. Coba M’ba sebutkan kegiatan apa yang masih M’ba lakukan selama ini” Bagaimana kalau M’ba mencoba melakukan kegiatan tersebut lagi, mari kita berlatih.”
Terminasi
““Bagaimana perasaan M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Bisa M’ba sebutkan kembali apa–apa saja yang patut M’ba syukuri dalam hidup M’ba?. Ingat dan ucapkan selalu hal-hal yang baik dalam hidup M’ba jika terjadi dorongan mengakhiri kehidupan. Bagus M’ba Ayu! Coba inggat-ingat  lagi hal-hal lain yang masih M’ba Ayu miliki dan perlu syukuri nanti jam 12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik? Tempatnya dimana. Namun, jika ada perasaan-perasaan yang tak terkendali segera hubungi saya ya M’ba. Permisi.

Ø  SP III Pasien: meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah (pola koping) pasien isyarat bunuh diri     
Oriantasi
“Assalamualaikum M’ba Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini? Masi adakah keinggina untuk bunuh diri? Menurut M’ba, Apa lagi hal-hal positif yang perlu M’ba syukuri? Sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama? di sini saja?

Tahap Kerja
Coba ceritakan situasi yang membuat M’ba Ayu ingin bunuh diri. Selain bunuh diri, apa kira-kira jalan keluar dari masalah yang M’ba alami. Hemm… ternyata banyak juga yah. Nah, sekarang coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling menguntungkan!, kalau menurut M’ba Ayu yang mana? Ya, saya setuju, Bisa di coba! “ Mari kita buat rencana kegiatan dan memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian baM’ba.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi masalah yang akan M’ba Ayu gunakan? Coba dalam satu hari ini, M’ba menyelesaikan masalah yang M’ba alami dengan cara yang M’ba pilih tadi. Besok dijam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman M’ba Ayu menggunakan cara yang dipilih’.

Ø  Sp IV Pasien:  Menyusun rencana Masa depan
 Oriantasi
“Assalamualaikum M’ba Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini? Masi adakah keinggina untuk bunuh diri?. Saya rasa pasti sudah tidak ada. Menurut M’ba, Apa lagi cara mengatasi masalah yang selama ini timbul? Sekarang kita akan berdiskusi tentang rencana maa depan ibu dan cara mencapainya. Mau berapa lama? di sini saja?
Tahap Kerja
Coba ceritakan apa rencana M’ba Ayu dimasa depan setelah keluar dari sini nanti. Bagus!!. Ternyata M’ba mempunyai rencana yang luar biasa bagus dan masih mempunyai semangat hidup yang besar. Nah, sekarang coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian masing-masing rencana tersebut dan bagaimana cara mencapai masa depan yang M’ba ingginkan. Mari kita pilih cara yang paling baik dan realistis!, kalau menurut M’ba Ayu yang mana? Ya, saya setuju, Bisa di coba! “ Mari kita buat rencana kegiatan dan memasukkannya kedalam jadwal kegiatan harian M’ba agar masa depan yang M’ba rencanakan dapat tercapai.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mencapai rencana masa depan yang M’ba Ayu gunakan? Coba mulai sekarang, M’ba melakukan kegiatan/rencana tersebut dengan cara yang M’ba pilih tadi. Besok dijam yang sama kita akan bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman M’ba Ayu menggunakan cara yang dipilih’. Saya harap M’ba tetap semangat, saya yakin masa depan yang M’ba ingginkan pasti M’ba dapatkan”. Saya permisi dulu…..

KELUARGA
Ø  SP I Keluarga: mendiskusikan masalah dan mengajarkan keluarga tentang cara merawat anggota keluarga yang beresiko bunuh diri

Orientasi:
“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, kenalkan saya perawat Nova yang merawat Anak Bapak/Ibu di rumah sakit ini”.
“ Bagaiman kalua kita berbincang-bincang tentang cara merawat agar M’ba Ayu tetap selamat dan tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana apa Bapak/Ibu bersedia? Bagaimana kalau disini saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita mengawasi terus M’ba Ayu.
Tahap Kerja
‘Apa masalah atau kesulitan yang Bapak/Ibu rasakan dalam merawat M’ba Ayu?.
“Oww….Begini Bapak/Ibu, M’ba Ayu sedang mengalami putus asa yang sangat berat akibat kekasihnya yang telah menghamili dan meninggalkannya menikah dengan wanita lain ini terjadi, sehingga sekarang ia selalu inggin mengaikhiri hidupnya karena merasa tak berguna.
“Bapak/Ibu sebaiknya baM’ba dan M’ba memperhatikan benar-benar munculnya dan tanda dan gejala bunuh diri. Pada umumnya orang yang melakukan bunuh diri menunjukan gejala melalui percakapan misalnya”saya tidak inggin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar M’ba Ayu mengatakan hal tersebut?”
“ Jika Bapak/Ibu menemukan tanda dan gejala seperti itu, mata sebaiknya Bapak/Ibu mendengarkan ungkapan perasaan dari M’ba Ayu secara serius. Pengawasan terhadap M’ba Ayu pun harus ditingkatkan, Jangan tinggalkan atau biarkan beliau sendiri dirumah atau jangan biarkan mengunci diri dikamar. Kalau menemukan dan tanda dan gejala tersebut, dan menemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri. Seperti tali tambang, silet, gunting, ikat pinggang, pisua serta benda tajam lainnya yang mungkin bisa di gunaka untuk melukai diri, sebaiknyan dicegah dengan meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak melakukan hal tersebut. Katakana Bapak/Ibu serta keluarga bahwa sayang pada M’ba Ayu dan katakana juga kebaikan-kebaikannya.
“ Selain itu usahakan 5x sehari Bapak/Ibu memuji beliau dengan tulus tapi tidak berlebihan”. “Tetapi jika sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang lain. Apabila tidak bisa diatasi segera rujuk kepuskesmas untuk mendapatkan peraeatan yang serius. Setelah kembali kerumah, Bapak/Ibu perlu membantu agar M’ba Ayu terus berobat untuk mengatasi keingginan bunuh dirinya.
Karena kondi M’ba Ayu yang dapat saja nekat mengakhiri hidupnya sewaktu-waktu, kita semua harus mengawasi M’ba Ayu terus menerus. Bapak/Ibu Bapak/Ibu juga kami minta partisipasinya untuk juga dapat mengawasi M’ba Ayu ya… pokoknya baM’ba Ayu tidak boleh ditinggal sendiri  sedikitpun untuk sementara karena dalam kondisi serius”
“Jika Bapak/Ibu berbicara pada M’ba Ayu focus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan negative”. “Selain itu sebaiknya M’ba Ayu pumya kegiatan positif seperti melakukan hobinya bermain music, menyulam dll supaya M’ba Ayu tidak sempat melamun sendiri”.
Terminasi:
Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara untuk mengatasi perasaan inggin bunuh diri dan merawat pasien resiko bunuh diri?”
Bagaimana Bapak/Ibu? Ada yang belum jelas atau mau ditanyakan?. Bapak/Ibu tolong bisa diulangi lagi cara-cara merawat anggota keluarga yang inggin bunuh diri?”. Ya, Bagus jika Bapak/Ibu sudah mengerti. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk membicarakan cara-cara meningkatlkan harga diri M’ba Ayu dan penyelesaian masalahnya pada pertemuan akan datang”. “ Bagaimana Bapak/Ibu setuju?” Kalau begitu sampai bertemu lagi besok disini”. Terima kasih atas waktunya.

Ø  SP II Keluarga: Melatih dan mempraktekan cara merawat pasien resiko bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, sesuai janji kitakemarin lalu alhamdullah kita sekarang bisa bertemu lagi”. Bagaimana Bapak/Ibu ada pertanyaan tentang cara merawat pasien resiko bunuh diri yang kita bicarakan minggu lalu?”.
“ Sekarang kita akan mempraktekkan cara-cara merawat tersebut ya Bapak/Ibu?” “ Kita akan coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke M’ba Ayu ya?”
“Bapak/Ibu berapa lama waktu mau kita latihan?”
Tahap Kerja
“Sekarang anggap saya M’ba Ayu yang mengatakan inggin mati saja, coba baM’ba dan M’ba praktikan cara berkomunikasi yang benar jika sedang berada dalam keadaan seperti ini”    “Bagus, cara Bapak/Ibu sudah benar”                                                                                                 “Sekarang coba praktekan cara member pujian kepada M’ba Ayu?”                                                 “Bagus, Kemudian bagaimna jika cara memotivasi M’ba Ayu minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai jadual?”                                                                                                 “Bagus sekali, ternyata Bapak/Ibu sudah mengerti cara merawat M’ba Ayu?”                                 “Bagaimana Jika sekarang kita mencobanya langsung kepada M’ba Ayu?” (Ulangi lagi semua cara diatas langsung kepada klien)
Terminasi
Bagaimana perasaan Bapak/Ibu berlatih cara merawa M’ba Ayu di Rumah?” “Setelah ini coba Bapak/Ibu lakukan apa yang sudah kita lakukan tadi setiap kali membesuk M’ba Ayu”  “ Baiklah bagaimana kalau 2/3 hari lagi Bapak/Ibu datang kembali kesini dan kita kan mencoba lagi cara merawat M’ba Ayu sampai Bapak/Ibu lancr melakukannya”. “Jam berapa Bapak/Ibu bisa kemari?” “Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Bapak/Ibu”

Ø  SP III Keluarga: Perencanaan pulang bersama keluarga/Aktivitas di rumah dengan pasien resiko bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum Bapak/Ibu, hari ini M’ba Ayu sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita membicarakan jadual M’ba Ayu selama dirumah “berapa lama kita bias diskusi?, baik mari kita diskusikan.”
Tahap Kerja
“Bapak/Ibu, ini jadual M’ba Ayu selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum obatnya”       “ Hal-hal yang perlu diperhatikanlebih lanjut adalah perilaku yang diitampilkan oleh M’ba Ayu selama dirumah. Kalau misalnya M’ba Ayu Mengatakan terus menerus inggin bunuh diri, tampak M’ba gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong Bapak/Ibu sekeluarga hubungi perawat di puskesmas terdekat dari rumah Bapak/Ibu, ini nomor telpon puskesmas yang bias di hubunggi (0370) 140791.
Terminasi
“Bagaimna Bapak/Ibu ada yang belum jelas?” ini jadual kegiatan harian M’ba Ayu untuk dibawah pulang. Ini surat rujukan untuk perawat di puskesmas Selaga Alas, jangan lupa control ke puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak.










ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI
A. Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan akibatnya dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998).
Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya.
B. Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri
Menurut Yosep (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh diri adalah sebagai berikut :
1. Faktor Mood dan Biokimia Otak.
Ghanshyam Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago, menemukan bahwa aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta tersebut setelah melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di antaranya meningkat akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC) pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibandingkan mereka yang meninggal bukan karena bunuh diri. Temuan yang dipublikasikan di jurnal Archives of General Psychiatry menyatakan bahwa PKC merupakan komponen yang berperan dalam komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi di masa lalu.
Psikolog dari Benefit Strategic HRD Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi penyebab utama. Depresi timbul, karena pelaku tidak kuat menanggung beban permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan kian menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
2. Faktor Riwayat Gangguan Mental.
Studi lanjutan Pandey, “PKC bisa menjadi target intervensi terapi pada pasien-pasien yang memiliki perilaku kecenderungan untuk bunuh diri.” Namun masih menjadi misteri mengapa ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh sedemikian. Peter Parker, ilmuwan dari Cancer Research London Research Instiute, mengatakan bahwa studi tersebut belum bisa dikatakan final. Materi fisik yang dijadikan sampel dari orang yang sudah rusak akibat waktu ketika dilakukan penelitian. Insiden depresi pada remaja dan mereka yang berusia muda cenderung meningkat di tahun-tahun belakangan dan semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 20% dari orang muda meninggal akibat bunuh diri.
3. Faktor Meniru, Imitasi, dan Pembelajaran.
Menurut Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa, ada Proses Pembelajaran mereka yang melakukan bunuh diri. Bisakah dikatakan bahwa gangguan kejiwaan disebabkan faktor genetik atau keturunan? Jelas bisa begitu, walau tidak secara langsung. Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh faktor genetik. Prosesnya memang tidak otomatis, jadi lewat proses. Proses yang berlangsung adalah secara genetik yang mempengaruhi proses biologis juga.
Dalam kasus bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban memiliki pengalaman dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri atau meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, biasa juga terjadi pembelajaran dari pengetahuan lainnya. Soal bunuh diri, yang terlibat memang bukan kejiwaan saja. Proses pembelajaran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori seseorang, seperti rekaman lagu di disket, begitu pula memori yang selalu melekat di ingatan kita tentang berbagai peristiwa. Memori itu biasa menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat kaitannya dengan memori. Pada tahap itu, bisa saja proses rekaman di memori dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali banyak yang tidak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai. Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater atau dokter. Bisakah disebutkan bahwa kasus bunuh diri itu caranya sama seperti yang ada di dalam memorinya? – tidak selalu begitu. Caranya biasa macam-macam. Bisa saja dia melakukan cara yang sama seperti yang ada di memorinya. Kita perlu perhatikan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang lebih soft (halus), seperti minum racun, bisa melakukan cara lain yang lebih hard (keras) dari yang pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil. Dia akan terus melakukannya dan meningkatkan kadar caranya bila usaha bunuh dirinya tidak berhasil.
4. Faktor Isolasi Sosial dan Hukum Relations.
Menurut Rohana Man, kajian bunuh diri disebabkan oleh perasaan pelajar terpinggir dan terasing menurut penelitian oleh 33 konselor dari Seremban, Kuala Kumpur dan Selangor. Secara kualitatif mendapati pelajar bermasalah yang cenderung membunuh diri terdiri dari mereka yang mempunyai tingkah laku terpinggir. Menurutnya, tingkah laku itu menyebabkan pelajar merasa terasing karena karena tidak mempunyai kumpulan sendiri di sekolah. Ia merasa dirinya tidak diterima di sekolah dan tidak mempunyai teman. Tambahnya, tingkah laku pelajar terpinggir akan menjadi lebih buruk apabila merasa diri mereka juga tidak dipedulikan oleh keluarga.
Orang memilih bunuh diri, secara umum karena stress yang muncul karena kegagalan beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah, pergaulan dalam masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa terisolasi, kehilangan hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia. Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami membunuh diri isteri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman Kebutuhan Dasar.
Rasa tidak aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya, akhir-akhir ini (Kompas). Tidak adanya rasa aman untuk menjalankan usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.
Menurut Prayitno, banyak kasus bunuh diri yang disebabkan faktor pengangguran, kemiskinan, malu, dan ketidakmampuan bersaing dalam kehidupan, atau karena tekanan-tekanan lain.
6. Faktor Religiusitas.
Dengan alas an apapun dan agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar dan mengingkari kekuasaan Tuhan. Menurut Dahli Khairi, bunuh diri sebagai gejala tipisnya iman atau kurang begitu memahami ilmu agama.
C. Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
D. Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
E. Diagnosa Keperawatan
RISIKO BUNUH DIRI
G. Rencana Keperawatan
TUM :
Klien tidak mencederai diri sendiri
TUK 1
Klien dapat membina hubungan saking percaya.
Kriteria Evaluasi :
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Rencana Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
TUK 2
Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Rencana Tindakan :
1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.
2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat
TUK 3
Klien dapat mengekspresikan perasaannya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Rencana Tindakan :
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk hidup.
TUK 4
Klien dapat meningkatkan harga diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat meningkatkan harga dirinya
Rencana Tindakan :
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
TUK 5
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Rencana Tindakan :
1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.
TUK 6
Klien dapat menggunakan dukungan sosial,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan dukungan sosial.
Rencana Tindakan :
1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.
2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).
TUK 7
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan obat dengan tepat
Rencana Tindakan :
1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum obat).
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4. Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.























askep pada klien dengan bunuh diri dan resiko bunuh diri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.


1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang perilaku bunuh diri (suicide)
1.2.2 Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui perilaku percobaan bunuh diri pada seseorang
• Untuk mengetahui askep perilaku percobaan bunuh diri
• Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa.



















BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan – putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. : Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
2.2 Rentang Perilaku Bunuh diri

Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury. Suicide risk taking destruktive behaviour . Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya :
• Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
• Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
• Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
• Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
• Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
• Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
2.3 Penyebab Bunuh Diri
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
5. Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.

b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.4 Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori :
a. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.


c. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.
d. Bunuh Diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

2.5 Tanda dan Gejala
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut.
a. Petunjuk dan gejala
1. Keputusasaan
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
3. Alam perasaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan BB
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
8. Petunjuk psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
f. Riwayat psikososial
1. Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
2. Hidup sendiri
3. Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
4. Faktor-faktor kepribadian
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b. Kegiatan kognitif dan negatif
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Batasan/gangguan kepribadian antisocial











BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU BUNUH DIRI
3.1 Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
 Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
Ø
 Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
Ø
 Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
Ø
 Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
Ø
 Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
Ø
 Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
Ø
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
 Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
Ø
 Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.
Ø
 Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan mood).
Ø
 Sistem pendukung yang ada.
Ø
 Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain
Ø (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.
 Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga
Ø klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
8. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
 Ide bunuh diri
Ø
 Ancaman bunuh diri
Ø
 Percobaan bunuh diri
Ø
Ø Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.

Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
 Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakan
Ø
 Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.
Ø
Ø Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
 Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.
Ø

Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
 Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutik
Ø
 Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klien
Ø
 Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.
Ø
 Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klien
Ø
 Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannya
Ø
 Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomi
Ø
 Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaan
Ø
 Peroleh riwayat penyakit fisik klien
Ø

Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
 Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diri
Ø
 Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.
Ø
 Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.
Ø
 Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.
Ø
 Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mental
Ø
 Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcohol
Ø
 Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baik
Ø
 Menunjukkan impulsivitas dan agressif
Ø
 Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaan
Ø
 Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.
Ø
 Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatan
Ø
 Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.
Ø











Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO SAD PERSONS Keterangan
1 Sex (jenis kelamin) Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2 Age ( umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3 Depression 35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4 Previous attempts (Percobaan sebelumnya) 65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5 ETOH ( alkohol) 65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6 Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional) Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7 Sosial support lacking ( Kurang dukungan social) Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8 Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi) Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9 No spouse ( Tidak memiliki pasangan) Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah
10 Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.

3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh diri :
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan gangguan alam perasaan : depresi.
2. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres, perasaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif berhubungan dengan ingin bunuh diri sebagai pemecahan masalah.
4. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan keadaan stress yang tiba-tiba
5. Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.
6. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).
3.3 Rencana Tindakan
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat melindungi diri sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang akan tercapai.
Aktivitas keperawatan secara umum
 Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :
Ø
 Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.
§
 Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup,
§ dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.

 Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi;
Ø
 Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan
§ didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
 Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan
§ klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
 Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak
§ melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
 Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan
§
• Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
• Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
• Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
§ Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
 Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.
§
 Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.
§
 Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic)
§
 Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.
§
 Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan
§
 Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian
§ yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
 Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri
§ perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.

 Membantu meningkatkan harga diri klien
Ø
 Tidak menghakimi dan empati
§
 Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya
§
§ Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
 Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah
§
 Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.
§

 Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan social
Ø
 Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat
§
 Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.
§
 Dorong klien untuk melakukan aktivitas social
§
 Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif.
Ø
• Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
• Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
• Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
• Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
• Explorasi perilaku alternative
• Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
• Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
 Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikan
Ø
 Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).
§
 Mengajari keluarga technique limit setting
§
 Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif
§
 Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan
§ resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Menurut Stuart dan Sundeen (1997) dalam Keliat (1991 : 13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk prilaku bunuh diri yaitu :
a. Melindungi : Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan.
b. Meningkatkan harga diri: Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
c. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat.: Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi/dipelajari koping baru.
d. Menggali perasaan : Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.

3.4 Pelaksanaan
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.

3.5 Evaluasi
 Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu.
§
 Klien menggunakan koping yang adaptif.
§
 Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
§
 Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial.
§
 Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.
§

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
 Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
§ mengakhiri kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan berkembang dalam beberapa rentang.
 Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri diantaranya
§ kegagalan beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya
 Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta percobaan bunuh diri
§
 Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut
§ tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut
4.2 Saran
 Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien
§ yang ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien
 Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa
§






REFERENSI

Yosep, I., (2007). Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama: Bandung
Harold dkk.(1998). Buku Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya Medika : Jakarta
http://dezlicius.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan09.html
http://rastirainia.wordpress.com/2009/11/25/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-perilaku-percobaan-bunuh-diri/
http://perawatpsikiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan-resiko.html
















ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN PERCOBAAN BUNUH DIRI
Definisi
•Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan
•Termasuk kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres tinggi dan menggunakan koping maladaptif
•Tindakan merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan
•Terdapat 2 jenis bunuh diri yaitu langsung dan tidak langsung.
•Bunuh diri langsung adalah tindakan yang disadari dan disengaja untuk mengakhiri kehidupan seperti pengorbanan diri (membakar diri), menggantung diri, melompat dari tempat yang tinggi, menembak diri, menenggelamkan diri.
•Bunuh diri tidak langsung adalah keinginan tersembunyi yang tidak disadari untuk mati, yang ditandai dengan perilaku kronis beresiko seperti penyalahgunaan zat, makan berlebihan, aktivitas sex bebas ,ketidak patuhan program medis, olah raga yang membahayakan.
Epidemiologi
•Di Amerika Serikat angka kejadian bunuh diri sebanyak 31.000 orang pertahun, dan termasuk 8 sebab kematian terbanyak
•Kasus yang sering dilaporkan & dikategorikan sebagai kecelakaan
•Perbandingan angka percobaan & rasio keberhasilannya 10-20 : 1
•Rasio percobaan laki-laki : perempuan 1 : 3 keberhasilan laki-laki dan perempuan 3 : 1
•Kasus meningkat dengan bertambahnya usia; dan merupakan penyebab kematian tertinggi pada pria dewasa dan mahasiswa
•Paling umum dilakukan dengan minum obat-obatan; yang berakibat fatal umumnya melalui penembakan
•Kebanyakan penderita depresi (Tomb, 2004)
•0,9% kematian karena bunuh diri
•1000 orang setiap hari mati karena bunuh diri di seluruh dunia
•Tempat paling favorit di dunia untuk bunuh diri Golden Gate Bridge di San Francisco.
Penyebab Bunuh diri
-Perceraian
-Pengangguran
-Isolasi sosial
-Kegagalan Adaptasi
-Perasaan Marah/bermusuhan
PENGKAJIAN
MENGENALI PASIEN YANG BERPOTENSI BUNUH DIRI
•Klien pernah mencoba bunuh diri (terlihat di ruang gawat darurat, bangsal perawatan, dsb)
•Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak, atau berupa ancaman :”Kamu tidak akan saya ganggu lebih lama lagi” (sering dikatakan pada keluarga)
•Secara obyektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas
•Baru mengalami kehilangan yang bermakna (misalnya pasangan, pekerjaan, harga diri)
•Perubahan perilaku yang tidak diduga : menyampaikan pesan-pesan, pembicaraan serius dan mendalam dengan kerabat, membagi-bagikan harta/barang miliknya
•Perubahan sikap yang mendadak : tiba-tiba gembira, marah atau menarik diri (Tomb, 2004)
PERNYATAAN YANG SALAH TENTANG BUNUH DIRI
1.Ancaman Bunuh diri hanya cara individu menarik perhatian
2.Bunuh diri tidak memberi tanda
3.Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada klien
4.Kecenderungan Bunuh diriadalah keturunan
FAKTOR RESIKO BUNUH DIRI
FAKTOR RESIKO TINGGI RESIKO RENDAH
1. UMUR REMAJA, > 45 TH < 12 th25-45 TH
2. JENIS KELAMIN LAKI-LAKI PEREMPUAN
3. STATUS CERAI KAWIN
4. JABATAN PROFESIONAL KERJA KASAR
5. PEKERJAAN PENGANGGURAN PEKERJA
6. PENYAKIT KRONIK, TERMINAL TAK ADA YANG SERIUS
7. MENTAL DEPRESI, HALUSINASI GANGGUAN KEPRIBADIAN
8. OBAT/ALKOHOL KETERGANTUNGAN -
PENYEBAB BUNUH DIRI PADA MAHASISWA
1.Ideal diri terlalu tinggi
2.Cemas akan tugas akademik yang banyak
3.Kegagalan akademis
4.Kompetisi untuk sukses
PENYEBAB BUNUH DIRI PADA LANSIA
1.Perubahan status mandiri
2.Penyakit kronis
3.Perasaan tak berarti
4.Kesedihan dan isolasi sosial
5.Sumber hidup yang berkurang
PENYEBAB BUNUH DIRI PADA ANAK
1.pelarian dari penganiayaan
2.Situasi keluarga yang kacau
3.Perasaan tak berarti/tak disayang
4.gagal sekolah
5.takut dihina disekolah
6.Dihukum orang lain
MEKANISME KOPING
1.Denial melalui pengrusakan diri secara tak langsung
2.Rasionalisasi/intelektualisasi
3.Regresi
RENTANG MENGHARGAI-MERUSAK DIRI (Stuart & Sundeen, 1987; Keliat, B.A., 1994)
Respon Adaptif Respons Maladaptif
Menghargai Berani ambil Menciderai Menciderai dir Bunuh
diri resiko diri tak diri
langsung
SIRS (SUICIDAL INTENTION RATING SCALE)
(Stuart & Sundeen, 1987; Keliat, B.A., 1994)
SKOR 0
Tidak ada ide bunuh diri yang lalu & sekarang
SKOR 1
Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri
KOR 2
Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
SKOR 3
Mengancam bunuh diri, misalnya “tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri”
SKOR 4
Aktif mencoba bunuh diri
PROSEDUR PENILAIAN
•Bina hubungan selama wawancara yang sifatnya mendukung dan tidak menghakimi
•Selidikilah adanya ide-ide bunuh diri melalui pertanyaan yang lebih spesifik, misal ”Apakah kamu merasa sedih?” ”Apakah kamu pernah berpikir untuk mengakhiri hidup?” “Bagaimana caranya?”
•Setelah terjadi suatu percobaan bunuh diri yang serius, tunggulah sampai klien cukup siap untuk bekerjasama di dalam pemeriksaan. Tanyakan mengenai hal bunuh diri (Tomb, 2004)
HAL-HAL YANG HARUS DIPELAJARI MENGENAI KASUS BUNUH DIRI
•Maksud dan tujuan pasien-mengapa ingin mati?
•Apakah rencana bunuh diri telah dibuat-semakin spesifik rencana yang dibuat semakin besar untuk melakukannya
•Metode-semakin mematikan teknik yang dibuat semakin serius rencananya
•Adanya faktor-faktor psikiatrik dan organik, misal depresi psikotik, gangguan proses pikir, penggunaan sedatif tanpa resep, kondisi organik
•Tentukan apakah perilaku tersebut akibat peranan impulsif atau dengan rencana
•Apakah pencetus krisis telah terlewati
•Buatlah daftar kehilangan yang dialami
•Apakah klien memiliki rencana untuk masa depannya?
•Apakah klien mempunyai keluarga yang mempedulikannya atau dukungan lainnya?
•Apakah klien berpikir bahwa dia akan melakukan bunuh diri? (Tomb, 2004)
TINGKATAN MEMATIKAN DARI METODA BUNUH DIRI (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
•METODA YANG KURANG MEMATIKAN (less lethal methods)
–Memotong nadi pergelangan
–Mengalirkan gas di rumah
–Meminum obat tanpa resep (kecuali aspirin dan acetaminophen (Tylenol))
–Tranquilizers
•METODA YANG SANGAT MEMATIKAN (highly lethal methods)
–Tembak
–Terjun
–Gantung
–Tenggelam
–Racun carbon monoksida
–Barbiturat dan minum pil tidur
–Aspirin dosis tinggi dan acetaminophen (Tylenol)
–Menabrak mobil
–Terpapar suhu dingin yang ekstrem
–Antidepressants
DIAGNOSA KEPERAWATAN
•Risiko melukai diri
•Risiko perilaku kekerasan pada diri
•Risiko mutilasi diri
•Koping individu inefektif
•Harga diri rendah (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
•Keputusan dirawat di RS harus dibicarakan dengan klien secara tegas dan penuh optimis
•Pastikan keamanan fisik dalam perawatan di RS melalui tindakan pencegahan bunuh diri yang sesuai (misal pengawasan ketat, tanpa isolasi, tidak ada barang-barang yang membahayakan)
•Klien dengan risiko kecil dapat berobat jalan bila ada keluarga yang dipercaya untuk mengawasi –nilailah dukungan mereka (Tomb, 2004)
PRINSIP-PRINSIP PENGOBATAN (Tomb,2004)
•Kenali dan obati kondisi-kondisi psikiatrik dan medis
•Kembangkan ikatan terapeutik dengan klien
•Klien yang ingin bunuh diri biasanya bersikap ambivalen tentang kematian. Ungkapkan ambivalen tersebut-perlihatkan bukti-bukti bahwa mereka ingin hidup. Berikan harapan yang jelas. Buat rencana yang spesifik dengan dan untuk klien. Mintalah kedewasaan mereka, bukan sikap regresinya
•Klien sering bingung dan memiliki fokus pikir yang sempit-hadapkan pada hal-hal realita
•Jangan mengecilkan keseriusan klien dalam usaha bunuh diri
•Jangan pernah setuju untuk merahasiakan rencana bunuh diri
•Bantulah klien melewati masa berduka dan kehilangan
•Jangan memberi alasan untuk membenarkan gejala-gejala yang dialami klien
•Potensi untuk bunuh diri dapat berubah dengan cepat. Nilailah kembali kondisi pikiran klien dengan sering
•Gunakan sumber daya dari komunitas
•Jangan kehilangan kontak dengan klien. Pantaulah dengan teliti selama musim liburan di rumah
•Bersikap aktif, tetapi tetap menuntut klien bertanggung jawab atas hidupnya
PETUNJUK UMUM
(Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
•Berikan semua tindakan dengan sungguh-sungguh. Evaluasi sebelum diberikan
•Katakan tentang bunuh diri secara terbuka dan langsung
•Berikan status kewaspadaan terhadap bunuh diri
•Teliti ruangan klien, khususnya jika pikiraan bunuh diri atau usaha bunuh diri terjadi setelah dirawat di RS
•Tempatkan klien pada tempat yang mudah diobservasi
•Pilih kamar yang dekat dengan kantor perawat
•Hati-hati jangan berperilaku yang membuat tidak aman
•Organisasikan rencana keperawatan bersama klien
•Jangan menjanjikan sesuatu yang tidak realistik
•Anjurkan klien melaksanakan aktifitas sehari-hari dan perawatan diri jika mungkin
•Putuskan bersama klien apakah anggota keluarga dan teman-temannya dapat kontak dengannya
•Siapkan persetujuan dengan anggota keluarga kemungkinan adanya bingung, marah atau kehilangan minat.
•Harapkan bahwa klien akan bekerja sama menerima dirinya
PETUNJUK UMUM UNTUK DEPARTEMEN EMERGENSI
•38% klien di departemen emergency psikiatri beresiko bunuh diri.
•Klien membutuhkan tenaga profesional, bukan pendekatan hukuman
•Cegah klien tinggal sendiri atau berdekatan dengan benda-benda yang dapat digunakan untuk tindakan kekerasan (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
PROTOKOL PENCEGAHAN BUNUH DIRI
•Basic Suicide Precautions
•Maximum Suicide Precautions
Basic Suicide Precautions (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
•Tempatkan klien di ruang terbuka kecuali jika ditemani staf atau keluarga.
•Cek dimana klien berada dan pastikan aman tiap 15 menit
•Temani klien saat minum obat.
•Lihat barang-barang klien untuk yang potensial dapat melukai. Teliti kondisi klien, dan katakan untuk mendampingi klien saat klien bekerja.
•Cek seluruh bawaan pengunjung.
•Ijinkan klien memiliki peralatan makan, tapi pastikan apakah gelas atau alat lain ada yang hilang ketika mengumpulkannya.
•Ijinkan pengunjung & hubungan telepon kecuali jika klien tidak menghendaki.
•Cek bahwa pengunjung tidak meninggalkan barang-barang berbahya di ruangan.
•Jalankan protokol ini sampai dihentikan oleh psikiater.
•Informasikan pada klien alasan & detail aturan yang diterapkan. Penjelasan ini harus dibuat oleh dokter dan perawat serta dokumentasikan.
Maximum Suicide Precautions(Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
•Berikan supervisi 1 : 1.perawat harus tetap berada di ruangan dalam jangkauan klien setiap saat. Ketika klien menggunakan kamar mandi, pintunya harus terbuka. Seorang staf harus duduk disamping tempat tidur klien pada malam hari.
•Jangan ijinkan klien untuk ditinggal pada pelaksanaan tes atau pelaksanaan tindakan.
•Lihat dengan seksama barang bawaan klien dan amankan barang-barang yang membahayakan, seperti pil, korek api, sabuk, tali sepatu, BH/kutang, pisau cukur/silet, jepitan, cermin taua benda dari kaca (bola lampu pijar), kawat/kabel, benda-benda kecil.
•Jika aturan ini diterapkan setelah klien dirawat dalam tempo yang lama, selidikilah dengan seksama kondisi ruangannya.
•Cek pengunjung jangan sampai meninggalkan benda-benda berbahaya di ruangan.
•Layani kebutuhan makan klien dalam tempat makan isolasi yang terbuat dari bahan bukan kaca atau logam.
•Utamakan penjelasan pada klien apakah dia boleh melakukan sesuatu serta alasannya. Dokumentasikan.
•Jangan menghentikan aturan ini tanpa saran dari psikiater
IDENTIFIKASI HASIL DAN HASIL
•Mengungkapkan pikiran melukai diri
•Mengakui bahwa telah berperilaku melukai diri jika hal itu terjadi
•Mampu mengidentifikasi pemicu masalah pribadi
•Belajar untuk mengidentifikasi dan mentoleransi perasaan tidak nyaman
•Memilih alternatif yang tidak melukai diri
•Berusaha mengidentifikasi stressor
•Kooperatif dengan intervensi untuk menghilangkan pikiran bunuh diri dan kontrol perilaku (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)























PERCOBAAN BUNUH DIRI
(PERILAKU MERUSAK DIRI)

Pendahuluan
Bunuh diri, Tindakan merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Ratio kejadiaan antara pria dan wanita = 3 : 1 ( ss, 1995 ).Menurut Stuart & Sandeen ( 1995 ) penyebab bunuh diri :
• Perceraian * Pengangguran * Isolasi sosial

Menurut Tishler’s ( 1991 ). Motivasi remaja mencoba bunuh diri
• Masalah dengan Orang tua ( 51 % )
• Masalah dengan lawan jenis ( 30 % )
• Masalah sekolah ( 30 % )

Dalam hidup, orang berhadapan dengan banyak risiko dan harus mengambil risiko yang sesuai dengan pertimbangannya. Kadang pilihannya rasional, kadang tidak rasional. Merusak diri atau bunuh diri merupakan pilihan yang tidak rasional.

Bunuh diri merupakan kedaruratan → Kecemasan yang tinggi & koping yang mal daptif.
Situasi gawat pada bunuh diri → saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana spesifik.



TINGKAH LAKU BUNUH DIRI

Rentang sehat – sakit pada bunuh diri :

RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF

Peningkatan/ pengambilan Perilaku merusak
suicide
Pencapaian diri resiko dari pertumbuhan diri tidak langsung
Harapan Putus harapan
Yakin Tak berdaya
Percaya Putus asa
Inspirasi Gagal & kehilangan
Tetap hati Ragu – ragu
Beck, Dkk ( 1984 ) Sedih & Deprisi
Bunuh diri


Ketidak berdayaan, keputusasan, apatis
• Tidak berhasil memecahkan masalah → lari dari masalah.
• Merasa tak mampu, seolah – olah koping yang biasa tidak berguna
• Tidak mampu mengembangkan koping yang baru
• Keyakinan tidak ada yang dapat membantu



Kehilangan, Ragu – ragu
• Cita – cita terlalu tinggi dan tidak realistis
• Kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perpisahan, perceraiaan.
• Kegagalan, kekecewaan & rendah diri → Bunuh diri

Depresi
• Dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan
• Ditandai oleh kesedihan dan rendah diri
• Bunuh diri → saat individu keluar dari depresi berat

Bunuh diri
• Tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan
• koping terakhir untuk memecahkan masalah yang dihadapi

Pernyataan yang salah tentang percobaan bunuh diri
1. Ancaman bunuh diri → hanya untuk mencari perhatian → tidak perlu di tanggapi serius.
2. Bunuh diri tak memberi tanda.
3. Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri klien.
4. Kecendrungan bunuh diri adalah keturunan.


Jenis merusak diri
a. Langsung
- Perkataan, perilaku, ide, dan usaha mengakhiri hidup aktif dilakukan. Individu sadar hasil dari tindakannya dan sadar akan kematian yang dihadapinya.

b. Tidak langsung
- Aktif merusak kesehatan tubuhnya sehingga pada akhirnya kematian datang. Individu tidak menyadari perilakuya dan mungkin meenyangkal bila dikonfrontasi. Misalnya : pecandu rokok, obat, anoreksia nervosa, bulimia


Pengkajian
• Dibutuhkan observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda dan rencana spesifik.

Faktor Predisposisi

Merusak diri tidak langsung :
- Tindakan yang sudah lama dan berulang kali dilakukan
- Ketidak patuhan pada program pengobatan
- Kelainan pola makan : anoreksia nervosa, bulimia, makan banyak

Merusak diri secara langsung
- Langsung menembak diri, gantung diri, potong nadi, atau tampak seperti kecelakaan tapi setelah diatopsi ternyata karena bunuh diri.


Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:

1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah

2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.

Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.

3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.


Faktor pencetus / stressor pencetus.

• Setiap kejadian bisa menjadi faktor pencetus, perilaku merusak diri dilakukan karena ingin lepas dari perasaan tidak nyaman, tidak mampu bertoleransi lagi dan adanya kecemasan.

A. Stresor yang tidak langsung berhubungan dengan perilaku merusak diri

• Stresor fisiologis
Karena peningkatan dopamin ( menyebabkan menurunnya nafsu makan). Sering terjadi pada anoreksia nervosa

• Stresor psikologis
- Despair (Kesedihan yang mendalam). Situasi dimana individu mencoba memecahkan masalah yang berat tapi tidak menemukan jalan keluar)

- Gangguan emosional, misalnya pada remaja yang tidak bisa menerima perubahan dirinya, harga diri rendah, depresi

- Kehilangan kontrol terhadap dirinya atau lingkungan

• Stresor sosial kultural
- Keinginan berbadan langsing, penyesuaian terhadap peran dan perilaku sesuai dengan kemajuan zaman.
- penyakit kronis, karena perilaku disesuaikan dengan kondisi dan aturan

B Stresor yang langsung berhubungan dengan perilaku merusak diri
• Stresor fisiologis
Karena gangguan mental organik, psikosis, pemakaian obat halusinogen, skizoferenia. Rendahnya kadar serotonin dalam tubuh.

• Stresor psikologis
- Kemarahan yang terpendam sehingga mengarahkan kepada dirinya.
- Merusak dirinya juga bermaksud untuk menunjukkan kemarahan kepada orang
lain

• Stresor sosial kultural
- penyakit kronis yang meimbulkan kecacatan, nyeri, atau penyakit terminal.
- Adanya motivasi individu.

Urutan motivasi tingkah laku bunuh diri (Durkheim )
a. Bunuh diri egoistik.
Individu merasa bukan bagian dari masyarakat lagi. Individu merasa kesepian, tidak ada dukungan dari lingkungan

b. Bunuh diri Altruistik
Karena kepatuhan pada adat, kebiasaan, ajaran.
Misalnya : hari kiamat jatuh pada tanggal itu.

c. Bunuh diri Anomik.
Dilakukan oleh organisasi yang luas (antar Negara). Karena masyarakat tidak bisa mengatur orang-orang, misalnya bunuh diri dilakukan sendiri-sendiri, waktunya tidak jauh berbeda, dengan cara yang sama.


Perilaku

Merusak diri tidak langsung :
Ciri – ciri : 1. progresif dan merusak kesejahteraan individu 2. Individu menyadari bahwa perilakunya berisiko. 3. Menyangkal bahwa perilakunya menyebabkan orang lain menderita.
Misal : Kelainan pola makan, ketidakpatuhan pada program pengobatan, pencideraan diri (stres ; tusuk-tusuk tangan dengan jarum),

Merusak diri secara langsung :
1. Gerakan tubuh menunjukan usaha bunuh diri
2. Memberi pesan-pesan atau kata-kata perpisahan
3. Aktif mencoba
4. Bunuh diri


Mekanisme koping
- Pengrusakan diri : Denial
- Koping yang menonjol : Rasionalisasi, Intelektualisasi & regresi

Alat yang dipakai untuk mengkaji ;
a. Menurut hatton,Valente dan Rink,1977
b. Sirs ( Suicidal intention
rating scale )
0 = Tidak ada ide yang lalu & sekarang
1 = Ada ide, tak ada percobaan, tidak merncanakan
2 = Memikirkan dengan aktif, tidak ada percobaan.
3 = Mengancam
4 = Aktif mencoba


Stuart dan Sundeen ( 1987 ), Faktor resiko bunuh diri :

Faktor Risiko Tinggi Risiko rendah

Umur 45 thn/ remaja 25-45 atau 12 thn
Kelamin laki-laki perempuan
status cerai, pisah, duda kawin
Jabatan profesional pekerja kasar
Peny, fisik kronis, terminal tidak serius
ggm mental depresi, halusinasi ggn kepribadian


Faktor – faktor dalam pengkajian klien merusak diri
a. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri b. Petunjuk gejala
c. Penyakit psikiatrik d. Riwayat Keluarga



Faktor penyebab
a. Kegagalan adaptasi b. Perasaan terisolasi
c. Perasaan marah / bermusuhan d. Cara untuk mengakhiri keputusan
e. Tangisan minta tolong

Faktor penyebabnya ada 5 Faktor :
a. Gangguan jiwa → Gangguan. afektif, Penyalahan gunaan zat * Skizotren.
b. Sifat kepribadiaan → Rasa bermusuhan, Implusif * depresi.
c. Lingkungan psikosial → Kehilangan, perceraian, Dukungan tidak ada.
d. Riwayat keluarga → Pernah melakukan bunuh diri.
e. Faktor Boikimia → Secara serotogenik, opiatergik * dopominergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku pengrusak diri.








Menurut Halton, valente dan Rink, 1977 ( dikutip oleh Shiver, 1986 )

No. Perilaku / Gejala Intensitas Risiko
Rendah Sedang Tinggi
01. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panik
02. Depresi Rendah Sedang Berat
03 Isolasi menarik diri Perasaan depresi yang samar tidak menarik diri Perasaan tidak berdaya, putus asa manarik diri Tidak berdaya
04 Fungsi sehari – hari Umumnya baik pada semua aktifitas Baik pada beberapa aktifitas Tidak baik pada semua aktivitas
05 Sumber – sumber Beberapa Sedikit Kurang
06 Strategi koping Umumnya konstruktif Sebagaian Konstruktif Sebagian besar Destruktur
07 Orang penting / dekat Beberapa Sedikit atau hanya satu -
08 Pelayanan psikiater yang lalu Tidak, sikap positif Ya, umumnya memuaskan Bersikap negatif terhadap pertolongan
09 Pola hidup Stabil Sedang ( stabil – tidak stabil ) Tidak stabil
10 Pemakai alkohol dan obat Tidak sering Sering Terus menerus
11 Percobaan bunuh diri sebelumnya Tidak, atau yang tidak fatal Dari tidak sampai dengan cara yang aga fatal Dari tidak sampai berbagai cara yang fatal

12 Disortersasi dan disorganisasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
13 Bermusuhan Tidak atau sedikit Beberapa Jelas atau tidak
14 Rencana bunuh diri Samar, kadang – kadang ada pikiran, tidak ada rencana Sering dipikirkan kadang – kadang ada ide untuk merencanakan Sering
dann konstan dipikirkan dengan rencana yang spesifik

Cook dan Fontaine ( 1987 ), faktor penyebab tambahan :
a. Anak b. Remaja c. Mahasiswa d. Usia lanjut


Masalah keperawatan
1. Risiko bunuh diri
2. Keputus asan
3. Ketidak berdayaan
4. Gangguan konsep diri : HDR
5. Gangguan konsep diri : Gangguan citra tubuh.
6. Kecemasaan.
7. Berduka disfungsional
8. Koping individu tak efektif.
9. Penatalaksanaan regimen therapeutik in efektif
10. Koping keluarga tak efektif : Ketidakmampuan.


Diagnosa medis yang berhubungan :
- Anoreksi Nervosa
- Bulimia
- Bipolan Disorder : - Manik  Keinginan untuk bunuh diri
®- depresi ( mood tidak stabil ), - Tidak Bisa dikontrol

- Depresi Mayor
Ada 5 gejala yang timbul setiap hari selama 2 minggu yaitu :
- Mood depresi, kehilangan minat & kesenangan.
- Berat badan turun, insomnia, hipersomnia, gangguan psokomotur,
kelelahan, merasa tidak berharga atau bersalah, tidak mampu
berpikir, sering ingin mati.

Perencanaan.
Tujuan :
1. Mencegah menyakiti diri sendiri.
2. Meningkat harga diri klien
3. Menggali masalah dalam diri klien.
4. Mengajarkan koping yang sehat.


Intervensi
 Perawat harus menyadari responsnya terhadap suicide supaya bersikap obyektif.
®


I. Proteksi (mencegah menyakiti diri)
Mengatakan kepada klien bahwa tim kesehatan akan mencegah klien suicide.
®1. Verbal
2. Nonverbal : Menghilangkan benda – benda berbahaya seperti : Ikat pinggang, benda tajam.
3. Observasi Perilaku (Mencegah klien melukai dirinya)
4. Perhatikan verbal & nonverbal klien.
5. Ditempatkan ditempat aman, bukan diisolasi dan semua tindakan dijelaskan
6. Pengawasan selama 24 jam (Menemani pasien terus-menerus sampai
dia dapat dipindahkan ketempat yang aman)
7. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat
8. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
9. Intervensi krisis klien
 tetap waspada.
®10. Kadang – kadang klien merasa baik, dan berhenti tapi karena kambuh lagi

Pada klien yang anoreksia & bulimia, awasi klien pada saat makan, biar banyak yang dimakan.

2. Meningkatkan harga diri
- Setiap kegiatan / prilaku positif segera dipuji.
- Menghilangkan rasa bersalah & menyalahkan
- Sediakan waktu untuk klien sehingga klien merasa dirinya penting
- Bantu untuk mengekspresikan perasaan positif/negatif, beri reinforcement
- Identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang cepat berhasil
- Dorong klien menuliskan hasil yang telah dicapai

3. Menguatkan koping yang sehat.

Membuat klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
a. Modifikasi Prilaku
dibutuhkan dengan prilaku yg respon sif.

Misal : Pada anoreksia
- Boleh dikunjungi keluarga bila berat badan naik ½ Kg.
- Bila tidak mau makan, pasang NGT.

4. Eksplorasi perasaan.
Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.
- Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.
- Mengikuti terapi kelompok.
- Mengarah pada masalahnya.
Misal : Klien marah, belajar marah konstruktif.

5. Mengatur batasan dan kontrol
- Membuat daftar perilaku yang mesti diubah / dikontrol.
- Dibuat berstruktur dan batasan yang jelas
Misal : Dalam 2 hari ini tidak ada usaha meerusak diri.

6. Mengarahkan dukungan sosial.
Karena Klien tidak punya sumberdaya internal dan eksternal, maka :
- Melibatkan keluarga & teman.
- Mengajarkan tentang pola – pola suicide & cara mengatasinya.
- Keluarga mencurahkan perasaan dan membuat rencana masa depan.
- Kalau perlu terapi keluarga.
- Buat pusat penanganan krisis.

7. Pendidikan mental
- Pendidikan gizi bagi A. Nervosa dan bulimia.
- Pentingnya patuh pada prigram pengobatan.
- Penyakit kronis yand diderita.


Perawatan selama di rumah sakit
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh Diri

1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien

Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat melakukan tindakan berikut:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat
4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri


SP 1 Pasien: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri

a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri

b. Tindakan:
1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian
2) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya disekitar pasien
3) Mendiskusikan dengan keluarga perlunya melibatkan pasien agar tidak sering melamun sendiri
4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur

SP 1 Keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang
mencoba bunuh diri


Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah diri
1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan:
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
b.Tindakan keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik

SP 2 Pasien: Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri

SP 3 Pasien: Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri

2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
b. Tindakan keperawatan:
1) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
1) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang penah muncul pada pasien.
2) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien berisiko bunuh diri.

2) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
a) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
(1) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat yang
mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian di rumah
(2) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak / bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk atau racun serangga.
(3) Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c) Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
3) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
a) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut
b) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis
4) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
a) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
b) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
c) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, benar waktu penggunaannya

SP 2 Keluarga: Percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat
anggota keluarga berisiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)

SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri

SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh diri


Ringkasan tindakan keperawatan untuk pasien berisiko bunuh diri
berdasarkan perilaku bunuh diri yang ditampilkan

Tiga macam perilaku bunuh diri
Tindakan keperawatan untuk pasien Tindakan keperawatan untuk keluarga
1. Isyarat bunuh diri Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri

Meningkatkan harga diri pasien

Meningkatkan kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalah Melakukan pendidikan kesehatan tentang cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri
2. Ancaman bunuh diri
3. Percobaan bunuh diri Melindungi pasien Melibatkan keluarga untuk mengawasi pasien secara ketat


Evaluasi
- Perhatikan hari – demi hari.
- Libatkan klien dalam mengevaluasi prilakunya.

1. Apakah ancaman suicide sudah menghilang ?
2. Apakah perilaku menunjukkan kepedulian pada kegiatan sehari-hari ?
3. Apakah sumber koping sudah dipakai semua ?
4. Apakah klien sudah dapat menggambarkan dirinya dengan positif ?
5. Apakah sudah memakai koping positif ?
6. Apakah klien terlibat dalam aktivitas meningkatkan diri ?
7. Apakah klien sudah mendapat keyakinan untuk pertumbuhan diri ?



















BUNUH DIRI PADA KLIEN GANGGUAN JIWA
FAKTOR-FAKTOR RISIKO PERILAKU MENCEDERAI DIRI: BUNUH DIRI PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT JIWA



LATAR BELAKANG

Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998). Alasan individu mengakhiri kehidupan adalah: 1) kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, 2) perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, 3) perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, 4) cara untuk mengakhiri keputusasaan, 5) tangisan minta tolong. Selain itu adanya stigma masyarakat bahwa kecendrungan bunuh diri adalah karena keturunan (Keliat, 1993). Dimana individu tersebut oleh masyarakat sudah dicap dan tidak perlu ditolong. Penyebab perilaku bunuh diri pada individu gangguan jiwa karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993).

Penelitian Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit individu yang mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998). Dan lebih dari 90% orang dewasa dengan gangguan jiwa mengakhiri hidup dengan bunuh diri (Stuart dan Sundeen, 1995).

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000 penduduk (Panggabean, 2003). Sedangkan penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa percobaan bunuh diri di Unit Gawat Darurat RS Sanglah Bali pada individu gangguan jiwa terbanyak adalah dewasa muda, wanita dan alat yang digunakan untuk usaha bunuh diri adalah zat pembasmi serangga (http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).

RS X merupakan rumah sakit jiwa yang merupakan rumah sakit rujukan jiwa tingkat nasional. Hasil studi dokumentasi ditemukan bahwa belum ada dokumentasi tentang faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa. Sedangkan hasil wawancara didapatkan bahwa belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di RS Jiwa X.


TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguraikan faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa.

Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode) klien gangguan jiwa
2. Mengidentifikasi diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) klien gangguan jiwa
3. Mengidentifikasi riwayat keluarga dan (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga) klien gangguan jiwa

Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di RS Jiwa X ?


BAHAN DAN CARA KERJA



Kerangka Penelitian
Faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa merupakan variabel yang diukur meliputi: 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga), 3) diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998; Rawlin dan Heacock, 1993). Sedangkan data dasar diambil adalah klien yang dirawat di RS Jiwa yaitu : pernah melakukan percobaan bunuh diri di rumah dan berisiko berulang melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri di RS Jiwa.

Rancangan Penelitian
Penelitian adalah penelitian survei dengan metode kuantitatif, menggunakan rancangan cross sectional (Creswell, 1994).

Populasi dan Sampel
Populasi total adalah semua klien gangguan jiwa baik laki-laki dan perempuan dengan perilaku mencederai diri: bunuh diri yang dirawat di ruang rawat Inap RS Jiwa X sebanyak 27 orang (Maret s/d Juni 2004), dengan kriteria: 1) ada riwayat pernah melakukan percobaan bunuh diri di rumah, 2) mampu berkomunikasi, 3) tidak sedang mengalami halusinasi dan perilaku kekerasan saat dilakukan penelitian, 4) usia ≥ 20 tahun, 5) mendapatkan terapi pengobatan medis yang sama (CPZ, HLP, THP), dan 6) diagnosa medis: Skizofrenia dan Psikosis.

Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang meliputi data primer dan data sekunder yang dibuat peneliti sendiri, terdiri dari 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga), 3) diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998).

Pengolahan dan Analisis data
Pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan komputer melalui tahapan editing, coding, entri dan cleaning. Setelah data siap dilanjutkan dengan analisis univariat untuk mengidentifikasi masing-masing variabel dengan bentuk tampilan distribusi frekuensi.


HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian terhadap 27 klien gangguan jiwa di RS Jiwa X disajikan sesuai dengan tujuan penelitian.

A. Psikososial dan Klinik

Tabel 1.
Distribusi Responden menurut Psikososial dan Klinik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X
(n = 27)



Hampir sama jumlah responden penelitian ini yang laki-laki mapun perempuan, namun lebih banyak klien berusia < 30 tahun (66,7%) dibandingkan berusia > 30 tahun (33,3%). Sebagian besar responden adalah 51,9% berpendidikan SMU, 77,8% belum menikah, 40,7% suku Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu sebanyak: 5 orang membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke sumur; 1 orang menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan peniti.

B. Diagnostik
Tabel 2 menunjukkan lebih banyak klien gangguan jiwa dengan diagnosa medis Skizofrenia (92,6%) dan terapi pengobatan yang didapatkan klien adalah clorpromazine, haloperidol dan triheksilfenidil (81,5%).

Tabel 2.
Distribusi Responden menurut Diagnostik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)



C. Riwayat
Sebagian besar responden yang dirawat di RS Jiwa X berisiko berulang melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri adalah sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak < 3 kali (81,5%). Namun berdasarkan riwayat keluarga bahwa tidak ada anggota keluarga yang melakukan bunuh diri sama dengan responden (92,6%), tapi hanya 7,4% keluarga yang melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri dengan menggunakan metode bunuh diri yaitu membenturkan kepala (hubungan dengan klien/ responden adalah 1 orang ibu dan 1 orang adik).

Tabel 3.
Distribusi Responden menurut Riwayat Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)




PEMBAHASAN

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993). Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).

Penelitian yang dilakukan oleh Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit individu yang mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998). Dimana faktor risiko penyebab perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa meliputi: 1) psikososial dan klinik 2) riwayat 3) diagnostik (Stuart dan Sundeen, 1995; Stuart dan Laraia, 1998).

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS Jiwa X tahun 2004 tentang faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa adalah: 1) psikososial dan klinik klien gangguan jiwa sebagian besar (66,7%) berusia < 30 tahun, jenis kelamin hampir sama untuk laki-laki dan perempuan, pendidikan SMU/sederajat, 77,8% belum menikah, 40,7% suku Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu sebanyak: 5 orang membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke sumur; 1 orang menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan peniti; 2) diagnostik klien gangguan jiwa adalah sebagian besar (92,6%) diagnosa medis Skizofrenia; dan 3) riwayat klien gangguan jiwa sebagian besar (81,5%) percobaan bunuh diri yang pernah dilakukan sebanyak < 3 kali, dan 92,6% tidak ada anggota keluarga yang pernah melakukan percobaan bunuh diri. Tetapi sebagian kecil metode yang dilakukan untuk bunuh diri pada keluarga adalah membenturkan kepala sebanyak 2 orang (7,4%) yaitu 1 orang ibu dan 1 orang adik.

Penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa dari 104 kasus klien gangguan jiwa (31 orang laki-laki dan 73 orang perempuan) di Unit gawat darurat RSUP Sanglah Denpasar-Bali didapatkan terbanyak adalah golongan dewasa muda, pendidikan SLTP-SLTA, belum menikah, masalah hubungan interpersonal, dan keluarga sebagai faktor pencetus terbanyak. Sedangkan zat/alat (metode) yang digunakan untuk usaha bunuh diri obat pembasmi serangga (http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).

Jika melihat perbandingan hasil penelitian di RS Jiwa X (2004) dan Westa (1996) maka perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan sangat membahayakan dan berdampak pada produktivitas. Hal ini dapat dilihat dari cara atau metode yang digunakan dalam melakukan bunuh diri langsung dapat menyebabkan kematian dan ditemukannya usia yang produktif (< 30 tahun), masih berstatus pelajar serta belum menikah. Berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000 penduduk (Panggabean, 2003).

Untuk itu maka bunuh diri dalam ilmu keperawatan jiwa merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998). Alasan klien mengakhiri kehidupannya karena: 1) merasa gagal dalam beradaptasi dan tidak dapat menghadapi stress, 2) merasa terisolasi karena gagal berhubungan dengan orang lain, 3) perasaan marah/ bermusuhan 4) putus asa. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yaitu adanya cemas tinggi, tidak berdaya, kurang mampu melakukan ADL, tidak ada orang penting dekat, pernah melakukan percobaan bunuh diri.

Hal lain yang juga sangat mendukung tentang perilaku klien gangguan jiwa yang melakukan perilaku mencederai bunuh diri dari segi medis adalah berdasarkan DSM-III-R conditions bahwa diagnosis medis perilaku bunuh diri pada klien gangguan jiwa salah satunya skizofrenia (Rawlin dan Heacock, 1993). Murphy (1994) menyatakan bahwa pada klien gangguan jiwa sebagian besar adalah dengan diagnosis Skizofrenia (Stuart dan Sundeen, 1995).



KESIMPULAN

Sebagian besar faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri yaitu terjadi pada : 1) remaja dan dewasa muda; 2) laki-laki; 3) SMU; 4) belum menikah; 5) suku sunda; 6) metode yang digunakan untuk bunuh diri adalah minum obat serangga, membenturkan kepala, minum obat tidur, menceburkan ke sumur, menabrakkan diri ke jalan, membakar diri dan menelan peniti, 7) diagnostiknya adalah Skizofrenia. Percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh klien lebih dari 1 kali.



REKOMENDASI

q Perlunya kewaspadaan dan penanganan secara intensif pada klien perilaku mencederai diri: bunuh diri, yaitu perlindungan bagi klien (menjauhkan dari hal-hal/benda-benda yang memudahkan klien untuk bunuh diri)
q Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien bunuh diri.
q Perlunya pendekatan khusus pada klien bunuh diri, misalnya dengan membina hubungan saling percaya antara perawat dan klien sehingga klien mau menceritakan permasalahannya dan perawat dapat mencarikan jalan keluarnya
q Perlunya meningkatkan dukungan sosial seperti keluarga, teman dekat dan lain-lainnyanya
q Perlunya penyediaan hotline service, home care atau pelayanan 24 jam
q Perlunya penelitian lanjutan berupa penelitian kualitatif untuk mempertajam hasil penelitian yang telah dilakukan