ASKEP RESIKO BUNUH DIRI
ASKEP RESIKO BUNUH DIRI
A.
Pengertian
Bunuh diri adalah suatu
keadaan dimana individu mengalami resiko untuk menyakiti diri sendiri atau
melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa. Dalam sumber lain dikatakan
bahwa bunuh diri sebagai perilaku destruktif terhadap diri sendiri yang jika
tidak dicegah dapat mengarah pada kematian. Perilaku destruktif diri yang
mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang diinginkan. (Stuart dan
Sundeen, 1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan
Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP)
untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan).
Bunuh diri adalah setiap
aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail w. Stuart,
2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezlicious blogspot.com)
Bunuh diri adalah pikiran
untuk menghilangkan nyawa sendiri (Ann Isaacs, 2004. Dikutip Dez, Delicious,
2009. DEZ’S blok just another place to share. http://dezlicious blogspot.com)
Bunuh diri adalah ide, isyarat
dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif dan sering
terjadi pada remaja (Harold Kaplan,1997. Dez, Delicious, 2009. DEZ’S blok just
another place to share. http://dezlicious blogspot.com)
B.
Etiologi
Menurut Fitria, Nita, 2009.
Dalam buku Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat bagi Program S - 1 Keperawatan), etiologi dari resiko bunuh
diri adalah :
a.
Faktor Predisposisi
Lima factor predisposisi yang menunjang pada
pemahaman perilaku destruktif-diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai
berikut :
1.
Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya
dengan cara bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2.
Sifat Kepribadian
Tiga tipe kepribadian yang erat hubungannya
dengan besarnya resiko bunuh diri adalah antipati, impulsif, dan depresi.
3.
Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh
diri, diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial,
kejadian-kejadian negatif dalam hidup, penyakit krinis, perpisahan, atau bahkan
perceraian. Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan
intervensi yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah,
respons seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
4.
Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh
diri merupakan factor penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
tindakan bunuh diri.
5.
Faktor Biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko
bunuh diri terjadi peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak sepeti
serotonin, adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat
melalui ekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG).
b.
Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat
ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya
sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.Faktor lain yang dapat menjadi
pencetus adalah melihat atau membaca melalui media mengenai orang yang
melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosinya
labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
c.
Perilaku Koping
Klien dengan penyakit kronik
atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat melakukan perilaku bunuh diri dan
sering kali orang ini secara sadar memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Perilaku bunuh diri berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor social maupun
budaya. Struktur social dan kehidupan bersosial dapat menolong atau bahkan
mendorong klien melakukan perilaku bunuh diri. Isolasi social dapat menyebabkan
kesepian dan meningkatkan keinginan seseorang untuk melakukan bunuh diri.
Seseorang yang aktif dalam kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stress
dan menurunkan angka bunuh diri. Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat
mencegah seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
d.
Mekanisme Koping
Seseorang klien mungkin
memakai beberapa variasi mekanisme koping yang berhubungan dengan perilaku
bunuh diri, termasuk denial, rasionalization, regression, dan magical
thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang
tanpa memberikan koping alternatif.
Respon
adaptif
|
Respon
maladaptif
|
|||
Peningkatan diri
|
Beresiko destruktif
|
Destruktif diri tidak
langsung
|
Pencederaan diri
|
Bunuh diri
|
Perilaku bunuh diri
menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman bunuh diri mungkin menunjukkan
upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat mengatasi masalah.
Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan mekanisme adaptif pada
diri seseorang.
C.
Rentang
Respons, YoseP, Iyus (2009)
a.
Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda
mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b.
Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami
perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah semangat
bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah
melakukan pekerjaan secara optimal.
c.
Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang
tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau bekerja
seenaknya dan tidak optimal.
d.
Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e.
Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menurut (Stuart dan Sundeen,
1995. Dikutip Fitria, Nita, 2009) dibagi menjadi tiga kategori yang sebagai
berikut.
1.
Upaya bunuh diri (scucide attempt) yaitu sengaja kegiatan itu sampai
tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan. Orang yang hanya berniat melakukan upaya bunuh diri
dan tidak benar-benar ingin mati mungkin akan mati jika tanda-tanda tersebut
tidak diketahui tepat pada waktunya.
2.
Isyarat bunuh diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang direncanakan
untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain.
3.
Ancaman bunuh diri (suicide threat) yaitu suatu peringatan baik secara
langsung verbal atau nonverbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri.
Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada
di sekitar kita lagi atau juga mengungkapkan secara nonverbal berupa pemberian
hadiah, wasiat, dan sebagainya. Kurangnya respon positif dari orang sekitar
dapat dipersepsikan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
D.
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)
a.
Mempunyai ide untuk bunuh diri.
b.
Mengungkapkan keinginan untuk mati.
c.
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
d.
Impulsif.
e.
Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
f.
Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
g.
Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis
mematikan).
h.
Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan
mengasingkan diri).
i.
Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi,
psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
j.
Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k.
Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan
dalam karier).
l.
Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
m. Status
perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
n.
Pekerjaan.
o.
Konflik interpersonal.
p.
Latar belakang keluarga.
q.
Orientasi seksual.
r.
Sumber-sumber personal.
s.
Sumber-sumber social.
t.
Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
E.
Terapi Aktivitas Kelompok, Riyadi, Surojo dan Purwanto Teguh (2009)
Model interpersonal
Tingkah laku (pikiran, perasaan dan tindakan)
digambarkan melalui hubungan interpersonal dalam kelompok. Pada model ini juga
menggambarkan sebab akibat tingkah laku anggota, merupakan akibat dari tingkah
laku anggota yang lain. Terapist bekerja dengan individu dan kelompok, anggota
belajar dari interaksi antar anggota dan terapist. Melalui proses ini, tingkah
laku atau kesalahan dapat dikoreksi dan dipelajari.
F.
Data Fokus, Fitria, Nita (2009)
Masalah Keperawatan
|
Data Fokus
|
Resiko bunuh diri
|
Subjektif :
•
Mengungkapkan keinginan bunuh diri.
•
Mengungkapkan keinginan untuk mati.
•
Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
•
Ada riwayat berulang percobaan bunuh diri sebelumnya dari keluarga.
•
Berbicara tentang kematian, menanyakan tentang dosis obat yang mematikan.
•
Mengungkapkan adanya konflik interpersonal.
•
Mengungkapkan telah menjadi korban perilaku kekeasan saat kecil.
Objektif :
•
Impulsif.
•
Menunujukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
•
Ada riwayat panyakit mental (depesi, psikosis, dan penyalahgunaan alcohol).
•
Ada riwayat penyakit fisik (penyakit kronis atau penyakit terminal).
•
Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau kegagalan dalam
karier).
•
Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun.
•
Status perkawinan yang tidak harmonis.
|
askep resiko bunuh diri
I.
Contoh Kasus
Tn. B berusia 35 tahun, bekerja di sebuah
perusahaan swasta bernama PT. Bagindo. Status menikah, tapi belum memiliki anak.
Perusahaan tempatnya bekerja mengalami masalah, akibatnya sebagian besar para
pekerjanya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk salah satunya Tn.
B. Akibatnya kondisi keuangan Tn. B memburuk, sehingga membuat istrinya meminta
cerai karena Tn. B tidak bisa memberikan nafkah lagi kepada istrinya. Dan Tn. B
pun menjadi putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
II. Teori
A. Pengertian
Bunuh diri adalah segala
perbuatan seseorang dengan sengaja, yang tahu akan akibatnya dapat mengakhiri
hidupnya dalam waktu yang singkat (Maramis, 1998).
Ide, isyarat dan usaha bunuh
diri, yang sering menyertai gangguan depresif, sering terjadi pada remaja
(Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri, 1997).
Pikiran untuk menghilangkan
nyawa sendiri (Ann Isaacs, Keperawatan Jiwa & Psikiatri, 2004).
Definisi suatu upaya yang
disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan individu secara sadar
berhasrat dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri
meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan
mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri sendiri.
B. Bunuh
Diri sebagai Masalah Dunia
Pada laki-laki tiga kali lebih
sering melakukan bunuh diri daripada wanita, karena laki-laki lebih sering
menggunakan alat yang lebih efektif untuk bunuh diri, antara lain dengan
pistol, menggantung diri, atau lompat dari gedung yang tinggi, sedangkan wanita
lebih sering menggunakan zat psikoaktif overdosis atau racun, namun sekarang
mereka lebih sering menggunakan pistol. Selain itu wanita lebih sering memilih
cara menyelamatkan dirinya sendiri atau diselamatkan orang lain.
Data dari Badan Kesehatan
Dunia (WHO) pada tahun 2003 mengungkapkan bahwa satu juta orang bunuh diri
dalam setiap tahunnya atau setiap 40 detik, bunuh diri juga satu dari tiga
penyebab utama kematian pada usia 15-34 tahun, selain karena faktor kecelakaan.
C. Faktor
yang berkontribusi pada anak dan remaja
Keluarga dan lingkungan
terdekat menjadi pilar utama yang bertanggung jawab dalam upaya bunuh diri pada
anak dan remaja, pernyataan ini ditunjang oleh teori Vygotsky bahwa lingkungan
terdekat anak berkontribusi dalam membentuk karakter kepribadian anak, menurut
Stuart Sundeen jenis kepribadian yang paling sering melakukan bunuh diri adalah
tipe agresif, bermusuhan, putus asa, harga diri rendah dan kepribadian
antisosial. Anak akan lebih besar melakukan upaya bunuh diri bila berasal dari
keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter atau keluarga yang pernah melakukan
bunuh diri, gangguan emosi dan keluarga dengan alkoholisme.
Faktor lainnya adalah riwayat
psikososial seperti orangtua yang bercerai, putus hubungan, kehilangan
pekerjaan atau stress multiple seperti pindah, kehilangan dan penyakit kronik
kumpulan stressor tersebut terakumulasi dalam bentuk koping yang kurang
konstruktif, anak akan mudah mengambil jalan pintas karena tidak ada lagi
tempat yang memberinya rasa aman, menurut Kaplan gangguan jiwa dan suicide pada
anak dan remaja akan muncul bila stressor lingkungan menyebabkan kecemasan
meningkat.
D. Jenis
Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri
dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1.
Bunuh diri egoistic (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu
berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau
karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa
mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan mereka yang menikah.
2.
Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan
tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi
terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat
mengharapkannya.
3.
Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat
gangguan keseimbangan integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga
individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu
kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan
kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap
kebutuhan-kebutuhannya.
E. Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan
yang secara sadar dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya.
Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam
perilaku bunuh diri yang perlu diperhatikan, yaitu :
1.
Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan
dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan
mengatakan :”Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala
sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin
sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan
ancaman dan percobaan bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti
rasa bersalah/ sedih/ marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan
hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2.
Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya
diucapkan oleh klien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk
mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut.
Secara aktif klien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai
dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini
klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan.
Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana
bunuh dirinya.
3.
Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan
tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada
kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
III.
Diagnosa Keperawatan
RISIKO BUNUH
DIRI
A. Rencana Keperawatan
TUM :
Klien tidak
mencederai diri sendiri
TUK 1
Klien dapat
membina hubungan saling percaya.
Kriteria
Evaluasi :
Ekspresi
wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Rencana Tindakan :
- Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
a.
Sapa klien
dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b.
Perkenalkan
diri dengan sopan.
c.
Tanyakan
nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d.
Jelaskan
tujuan pertemuan.
e.
Jujur dan
menepati janji.
f.
Tunjukkan
sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g.
Berikan
perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar
TUK 2
Klien dapat terlindung dari perlaku bunuh diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Rencana Tindakan :
1.
Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.
2.
Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
3.
Awasi klien secara ketat setiap saat
TUK 3
Klien dapat mengekspresikan perasaannya,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Rencana Tindakan :
1.
Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
2.
Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3.
Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti penderitaannya.
4.
Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk
hidup.
TUK 4
Klien dapat meningkatkan harga diri,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat meningkatkan harga dirinya
Rencana Tindakan :
1.
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
2.
Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3.
Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal : hubungan antar sesama,
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
TUK 5
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Rencana Tindakan :
1.
Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang menyenangkan.
2.
Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan yang ia sayangi dan pentingnya
terhadap kehidupan orang lain.
3.
Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain.
TUK 6
Klien dapat menggunakan dukungan sosial,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan dukungan sosial.
Rencana Tindakan :
1.
Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal individu.
2.
Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki klien.
3.
Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).
TUK 7
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan
tepat,
Kriteria evaluasi :
Klien dapat menggunakan obat dengan tepat
Rencana Tindakan :
1.
Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum
obat).
2.
Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3.
Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan oleh klien.
4.
Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
Tindakan Keperawatan
A. Ancaman/percobaan
bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Resiko Bunuh Diri
1.
Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan
: Pasien
tetap aman dan selamat
b. Tindakan
: Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau
mencoba bunuh diri, maka saudara dapat melakukan tindakan berikut :
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia
dapat dipindahkan ketempat yang aman.
2) Menjauhi semua benda yang berbahaya ( misalnya
pisau, silet, gelas, tali pinggang).
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar bahwa
saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
SP 1 Pasien
: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B kenalkan
saya adalah perawat A yang bertugas di ruang Mawar ini, saya dinas pagi dari
jam 7 pagi sampai jam 2 siang.”
“Bagaimana perasaan B hari
ini?”
“Bagaimana kalau kita
bercakap-cakap tentang apa yang B rasakan selama ini. Dimana dan berapa lama
kita bicara?”
KERJA
“Bagaimana perasaan B setelah
bencana ini terjadi? Apakah dengan bencana ini B merasa paling menderita di
dunia ini? Apakah B kehilangan kepercayaan diri? Apakah B merasa tak berharga
atau bahkan lebih rendah daripada orang lain? Apakah B merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri? Apakah B sering mengalami kesulitan
berkonsentrasi? Apakah B berniat menyakiti diri sendiri, ingin bunuh diri atau
B berharap bahwa B mati? Apakah B pernah mencoba untuk bunuh diri? Apa sebabnya,
bagaimana caranya? Apa yang B rasakan?” Jika pasien telah menyampaikan ide
bunuh dirinya, segera dilanjutkan dengan tindakan keperawatan untuk melindungi
pasien, misalnya dengan mengatakan: “Baiklah, tampaknya B membutuhkan
pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup”. “Saya perlu
memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada benda-benda yang
membahayakan B.”
“Nah B, Karena B tampaknya
masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup B, maka saya tidak
akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang akan B lakukan kalau
keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk
mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat diruangan ini dan
juga keluarga atau teman yang sedang besuk. Jadi B jangan sendirian ya? Katakan
pada perawat, keluarga atau teman jika ada dorongan untuk mengakhiri
kehidupan”.
“Saya percaya B dapat
mengatasi masalah, OK B?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B sekarang
setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba B sebutkan lagi cara
tersebut?”
“Saya akan menemui B terus
sampai keinginan bunuh diri hilang”
(jangan meninggalkan pasien)
2.
Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
a.
Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
b.
Tindakan:
1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi
pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian.
2) Menganjurkan keluarga untuk membantu
perawat menjauhi barang-barang berbahaya disekitar pasien.
3) Mendiskusikan dengan keluarga untuk tidak
sering melamun sendiri.
4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya
pasien minum obat secara teratur.
SP 1 keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang
mencoba bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum
Bapak/Ibu, kenalkan saya A yang merawat putra bapak dan ibu dirumah sakit ini”.
“Bagaimana
kalau kita berbincang-bincang tentang cara menjaga agar B tetap selamat dan
tidak melukai dirinya sendiri. Bagaimana kalau disini saja kita
berbincang-bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita awasi terus B.
KERJA
“Bapak/Ibu,
B sedang mengalami putus asa yang berat karena kehilangan pekerjaan dan
ditinggal istrinya, sehingga sekarang B selalu ingin mengakhiri hidupnya.
Karena kondisi B yang dapat mengakhiri kehidupannya sewaktu-waktu, kita semua
perlu mengawasi B terus-menerus. Bapak/Ibu dapat ikut mengawasi ya.. pokoknya
kalau dalam kondisi serius seperti ini B tidak boleh ditinggal sendirian
sedikitpun”
“Bapak/Ibu
bisa bantu saya untuk mengamankan barang-barang yang dapat digunakan B untuk
bunuh diri, seperti tali tambang, pisau, silet, tali pinggang. Semua
barang-barang tersebut tidak boleh ada disikitar B.” “Selain itu, jika bicara
dengan B fokus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan negatif”.
“Selain itu
sebaiknya B punya kegiatan positif seperti melakukan hobbynya bermain sepak
bola, dll supaya tidak sempat melamun sendiri.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan
Bapak/Ibu setelah mengetahui cara mengatasi perasaan ingin bunuh diri?”
“Coba
Bapak/Ibu sebutkan lagi cara tersebut?” “Baik mari sama-sama kita temani B,
sampai keinginan bunuh dirinya hilang.”
B. Isyarat
Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah
1.
Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan:
1) Pasien mendapat perlindungan dari
lingkungannya.
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaannya.
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya.
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian
masalah yang baik.
b. Tindakan keperawatan:
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi
keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
(1) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
(2) Berikan oujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang
posittif.
(3) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
(4) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan.
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan
masalah, dengan cara:
(1) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya.
(2) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara
penyelesaian masalah.
(3) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang
lebih baik.
SP 2 Pasien : Percakapan melindungi pasien dari
isyarat bunuh diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B!, masih
ingat dengan saya kan? Bagaimana perasaan B hari ini? O.. jadi B merasa tidak
perlu lagi hidup di dunia ini. Apakah B ada perasaan ingin bunuh diri? Baiklah
kalau begitu, hari ini kita akan membahas tentang bagaimana cara mengatasi
keinginan bunuh diri. Mau berapa lama? Dimana? Disini saja yah!”
KERJA
“Baiklah, tampaknya B
membutuhkan pertolongan segera karena ada keinginan untuk mengakhiri hidup.”
“Saya perlu memeriksa seluruh isi kamar B ini untuk memastikan tidak ada
benda-benda yang membahayakan B.”
“Nah B, karena B tampaknya
masih memiliki keinginan yang kuat untuk mengakhiri hidup B, maka saya tidak
akan membiarkan B sendiri.”
“Apa yang B lakukan kalau
keinginan bunuh diri muncul? Kalau keinginan itu muncul, maka untuk
mengatasinya B harus langsung minta bantuan kepada perawat atau keluarga dan
teman yang sedang besuk. Jadi usahakan B jangan pernah sendirian ya..?”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah
kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa yang telah kita bicarakan tadi?
Bagus B. Bagaimana masih ada dorongan untuk bunuh diri? Kalau masih ada perasaan/dorongan
bunuh diri, tolong panggil segera saya atau perawat yang lain. Kalau sudah
tidak ada keinginan bunuh diri, saya akan ketemu B lagi, untuk membicarakan
cara meningkatkan harga diri setengah jam lagi dan disini saja.”
1. Mengajarkan keluarga tentang tanda dan
gejala bunuh diri.
a. Menanyakan keluarga tentang tanda
dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada pasien.
b. Mendiskusikan tentang tanda dan gejala
yang umunya muncul pada pasien beresiko bunuh diri.
2.
Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a. Mendiskusikan tentang cara yang
dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh
diri.
b. Menjelaskan tentang cara-cara melindungi
pasien, antara lain:
1) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan
pasien ditempat yang mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di
kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah.
2) Menjauhkan barang-barang yang bisa untuk
bunuh diri. Jauhkan psien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh
diri, seperti: tali, bahan bakar minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam
lainnya zat yang berbahaya seperti obat nyamukatau racun serangga.
3) Selalu mengadakan pengawasan dan
meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan
pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan
gejala untuk bunuh diri.
c. Menganjurkan keluarga untuk
melaksanakan cara tersebut diatas.
3. Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang
dapat dilakukan apabila pasien melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
a. Mencari bantuan pada tetangga
sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut.
b. Segera membawa pasien ke rumah sakit atau
puskesmas mendapatkan bantuan medis.
4. Membantu keluarga mencari rujukan
fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien.
a. Memberikan informasi tentang nomor
telepon darurat tenaga kesehatan.
b. Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan
pasien berobat/kontrol secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
c. Menganjurkan keluarga untuk membantu
pasien minum obat sesuai prinsip 5 benar yaitu benar orangnya, benar obatnya,
benar dosisnya, benar cara penggunaannya, dan benar waktu penggunaannya.
SP 2 Keluarga: percakapan untuk mengajarkan
keluarga tentang cara merawat anggota keluarga beresiko bunuh diri. (isyarat
bunuh diri)
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum Bapak/Ibu.
Bagaimana keadan Bapak/Ibu?”
“Hari ini kita akan
mendiskusikan tentang tanda dan gejala bunuh diri dan cara melindungi dari
bunuh diri.”
“Dimana kita akan diskusi?
Bagaimana kalau di ruang wawancara? Berapa lama Bapak/Ibu punya waktu untuk
diskusi?”
KERJA
“Apa yang Bapak/Ibu lihat dari
perilaku atau ucapan B?”
“Bapak/Ibu sebaiknya
memperhatikan benar-benar munculnya tanda dan gejala bunu diri. Pada umunya
orang yang akan melakukan bunuh diri menunjukan tanda melalui percakapan
misalnya “Saya tidak ingin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa saya.” Apakah
B pernah mengatakannya?”
“Kalau Bapak/Ibu menemukan
tanda dan gejala tersebut, maka sebaiknya Bapak/Ibu mendengarkan ungkapan
perasaan dari B secara serius. Pengawasan terhadap B ditingkatkan, jangan
biarkan dia sendirian di rumah atau jangan dibiarkan mengunci diri di kamar.
Kalau menemukan tanda dan gejala tersebut, dan ditemukan alat-alat yang akan
digunakan untuk bunuh diri, sebaiknya dicegah dengan meningkatkan pengawasan
dan memberi dukungan untuk tidak melakukan tindakan tersebut. Katakan bahwa Bapak/Ibu
sayang pada B. Katakan juga kebaikan-kebaikan B.”
“Usahakan sedikitnya 5 kali
sehari Bapak/Ibu memuji B dengan tulus.”
“Tetapi kalau sudah terjadi
percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan orang lain. Apabila
tidak dapat diatasi segeralah rujuk ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat
untuk mendapatkan perawatan yang lebih serius. Setelah kembali ke rumah,
Bapak/Ibu perlu membantu agar B terus berobat untuk mengatasi keinginan bunuh
diri.”
TERMINASI
“Bagaimana Pak/Bu? Ada yang
mau ditanyakan? Bapak/Ibu dapat ulangi kembali cara-cara merawat anggota
keluarga yang ingin bunuh diri?”
“Ya bagus. Jangan lupa
pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan bunuh diri segera hubungi
kami. Kita dapat melanjutkan untuk pembicaraan yang akan datang tentang
cara-cara meningkatkan harga diri B dan penyelesaian masalah.”
SP 3
Keluarga : Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh
diri/isyarat bunuh diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum
pak, bu, sesuai janji kita minggu lalu kita sekarang ketemu lagi”
“Bagaimana
pak, bu, ada pertanyaan tentang cara merawat yang kita bicarakan minggu lalu?”
“Sekarang
kita akan latihan cara-cara merawat tersebut ya pak, bu?”
“Kita akan
coba disini dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke B ya?”
“Berapa lama
bapak dan ibu mau kita latihan?”
KERJA
“Sekarang
anggap saya B yang sedang mengatakan ingin mati saja, coba bapak dan ibu
praktekkan cara bicara yang benar bila B sedang dalam keadaan yang seperti ini”
“Bagus,
betul begitu caranya”
“Sekarang
coba praktekkan cara memberikan pujian kepada B”
“Bagus,
bagaimana kalau cara memotivasi B minum obat dan melakukan kegiatan positifnya
sesuai jadual?”
“Bagus
sekali, ternyata bapak dan ibu sudah mengerti cara merawat B”
“Bagaimana
kalau sekarang kita mencobanya langsung kepada B?”
(Ulangi lagi
semua cara diatas langsung kepada pasien)
TERMINASI
“Bagaimana
perasaan bapak dan ibu setelah kita berlatih cara merawat B di rumah?”
“Setelah ini
coba bapak dan ibu lakukan apa yang sudah dilatih tadi setiap kali bapak dan
ibu membesuk B”
“Baiklah
bagaimana kalau dua hari lagi bapak dan ibu datang kembali kesini dan kita akan
mencoba lagi cara merawat B sampai bapak dan ibu lancar melakukannya”
“Jam berapa
bapak dan ibu bisa kemari?”
“Baik saya
tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya pak, bu”
SP 3 Pasien: Untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri.
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum B! Bagaiman
perasaan B saat ini? Masih adakah dorongan mengakhiri kehidupan? Baik, sesuai
janji kita 2 jam yang lalu sekarang kita akan membahas tentang rasa syukur atas
pemberian Tuhan yang masih B miliki. Mau berapa lama? Dimana?”
KERJA
“Apa saja dalam hidup B yang
perlu disyukuri, siapa saja kira-kira yang sedih dan rugi kalau B meninggal.
Coba B ceritakan hal-hal yang baik dalam kehidupan B. Keadaan yang bagaimana
yang membuat B merasa puas? Bagus. Ternyata kehidupan B masih ada yang baik
yang patut B syukuri. Coba B sebutkan kegiatan apa yang masih dapat B lakukan
selam ini?.” “Bagaimana kalau B mencoba melakukan kegiatan tersebut, mari kita
latih.”
TERMINASI
“Bagaimana perasaan B setelah
kita bercakap-cakap? Bisa sebutkan kembali apa-apa saja yang B patut syukuri
dalam hidup B? Ingat dan ucapkan hal-hal yang baik dalam kehidupan B jika
terjadi dorongan mengakhiri kehidupan (afirmasi). Bagus B. Coba B ingat-ingat
lagi hal-hal lain yang masih B miliki dan perlu disyukuri!. Nanti jam 12 kita
bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik. Tempatnya dimana? Baiklah.
Tapi kalau ada perasaan-perasaan yag tidak terkendali segera hubungi saya ya!”
SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan pulang bersama
keluarga dengan pasien risiko bunuh diri
ORIENTASI
“Assalamu’alaikum
pak, bu, hari ini B sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita membicarakan jadual
B selama dirumah.”
“Berapa lama
kita bisa diskusi?”
“Baik mari
kita diskusikan.”
KERJA
“Pak, bu,
ini jadwal B selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan
dirumah?’ tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum
obatnya.”
“Hal-hal
yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh B
selama di rumah. Kalau misalnya B terus menerus mengatakan ingin bunuh diri,
tampak gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan,
menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong
bapak dan ibu segera hubungi Suster C dirumah sakit harapan peduli,rumah sakit terdekat dari rumah ibu
dan bapak, ini nomor telepon rumah sakitnya: (0771) 12345. Selanjutnya suster C
yang akan membantu memantau perkembangan B”
TERMINASI
“Bagaimana
pak/bu? Ada yang belum jelas?”
“Ini jadwal
kegiatan harian B untuk dibawa pulang. Ini surat rujukan untuk perawat C di rumah sakit harapan peduli. Jangan lupa kontrol ke rumah sakit sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silahkan
selesaikan administrasinya.”
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Bunuh diri merupakan salah satu
bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang
membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA,
skizofrenia, gangguan kepribadian
(paranoid,
borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.
Ada
4 hal yang krusial yang perlu diperhatikan oleh perawat selaku tim kesehatan
diantaranya adalah : pertama, suicide merupakan perilaku yang bisa
mematikan dalam seting rawat inap di rumah sakit jiwa, Kedua, faktor – faktor
yang berhubungan dengan staf antara lain : kurang adekuatnya pengkajian pasien yang
dilakukan oleh perawat, komunikasi staf yang lemah, kurangnya orientasi dan
training dan tidak adekuatnya informasi tentang pasien. Ketiga, pengkajian suicide
seharusnya dilakukan secara kontinyu selama di rawat di rumah sakit baik saat
masuk, pulang maupun setiap perubahan pengobatan atau treatmen lainnya.
Keempat, hubungan saling percaya antara perawat dan pasien serta kesadaran diri
perawat terhadap cues perilaku pasien yang mendukung terjadinya resiko
bunuh diri adalah hal yang penting dalam menurunkan angka suicide di rumah
sakit.
Oleh
karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu
penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai
faktor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen
keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.
ASUHAN KEPERAWATAN
JIWA
TN. B DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
DI RUANG MAWAR RSJ SELAGA ALAS MATARAM
NTB
Tgl MRS : 5 Januari 2010
Tgl Pengkajian : 10 April 2011
Ruang : Mawar
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama Lengkap : Tn. B
Usia : 45
tahun
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Status : Kawin
Alamat :
Kediri,
Lobar
2.
Alasan Masuk
Klien dibawa kerumah
sakit jiwa karena mencoba gantung
diri di kamar mandi rumah pasien
3.
Faktor Predisposisi
Klien frustasi karena baru mengalami kehilangan pekerjaan/di PHK oleh perusahaan tempat ia bekerja
dan di tinggal oleh istrinya. Ada anggota keluarga yang juga mengalami gangguan
jiwa.
4.
Faktor Presipitasi
Klien mengatakan hidupnya tak berguna lagi dan lebih baik mati saja
Masalah Keperawatan:
1. Resiko bunuh diri
2. Risiko
perilaku kekerasan
3. Harga
diri rendah
5.
Fisik
Ada bekas percobaan bunuh diri pada leher dan pergelangan tanggan, BB
pasien menurun dan klien tampak lemas tak bergairah, sensitive,
mengeluh sakit perut, kepala sakit. N: 80x/mnt, TD 120/90 mmHg, S: 37 C, RR: 20x/mnt, BB: 56 Kg dan TB
170cm.
6.
Psikososial
Genogram :
Keterangan: laki-laki
perempuan
klien
7.
Konsep diri
1.
Gambaran diri
Klien
merasa tidak ada yang ia sukai lagi dari dirinya.
2.
Identitas
Klien sudah menikah mempunyai seorang istri.
3. Peran
Diri
Klien adalah kepala rumah tangga dengan 3 orang anak yang masih
kecil-kecil
4.
Ideal Diri
Klien menyatakan bahwa
kalau nanti sudah pulang/sembuh klien bingung harus mendapat pekerjaan dimana untuk menghidupi
keluarga dan bagaimana membangun keluarganya seperti dulu.
5.
Harga diri
Klien Agresif, bermusuhan, implisif, depresi dan jarang berinteraksi dengan orang lain.
8.
Hubungan Sosial
Menurut klien
orang yang paling dekat dengannya adalah Tn. M teman sekamar yg satu agama.
Klien adalah orang yang kurang perduli dengan lingkungannya, klien sering diam, menyendiri, murung dan tak bergairah, jarang berkomunikasi dan slalu bermusuhan dengan teman yang lain, sangat
sensitive.
9.
Spiritual
a.
Nilai dan keyakinan: pasien percaya akan adanya Tuhan tetapi dia sering
mempersalahkan Tuhan atas hal yang menimpanya.
b.
Kegiatan ibadah: Klien mengaku jarang beribadah dan mendekatkan diri kepada
Tuhan.
10.
Status Mental
Penampilan:
pada penampilan fisik: Tidak rapi, mandi dan berpakaian harus di suruh, rambut tidak pernah
tersisir rapi dan sedikit bau,
Perubahan
kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan.
Pembicaraan:
Klien hanya mau bicara
bila ditanya oleh perawat, jawaban yang diberikan pendek, afek datar, lambat
dengan suara yang pelan, tanpa kontak mata dengan lawan bicara kadang tajam,
terkadang terjadi blocking.
Aktivitas Motorik:
Klien lebih banyak murung dan tak bergairah, serta malas
melakukan aktivitas
Interaksi selama wawancara:
Kontak mata kurang, afek datar, klien jarang memandang
lawan bicara saat berkomunikasi.
Memori
Klien kesulitan dalam berfikir rasional, penurunan kognitif.
11.
Kebutuhan Persiapan Pulang.
12.
Mekanisme Koping
Mal adaptif :
Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan
support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya, klien tidak mau melakukan
aktifitas.
13.
Pohon masalah
Koping
maladaptif
|
Resiko
mencederai diri
\
14. Analisa
data
Diagnosa
|
Data
mayor
|
Data
minor
|
Resiko
bunuh diri
|
Subyektif:
- Mengatakan hidupnya tak berguna lagi
- Inggin mati
- Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
- Mengancam bunuh diri
Obyektif:
- Ekspresi murung
- Tak bergairah
- Ada bekas percobaan bunuh diri
|
Subyektif:
- Mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
- Mengatakan lebih baek mati saja
- Mengatakan sudah bosan hidup
Obyektif:
- Perubahan kebiasaan hidup
- Perubahan perangai
|
Masalah
Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji
1.
Perilaku bunuh diri
DS: menyatakan ingin
bunuh diri / ingin mati saja, tak ada gunanya hidup.
DO: ada isyarat bunuh
diri, ada ide bunuh diri, pernah mencoba bunuh diri.
2.
Koping maladaptif
DS: menyatakan putus
asa dan tak berdaya, tidak bahagia, tak ada harapan.
DO: nampak sedih, mudah marah, gelisah,
tidak dapat mengontrol impuls.
15.
Rencana Tindakan
Keperawatan untuk pasien resiko bunuh diri
Pasien:
a.
Tujuan umum: Klien tidak mencederai diri.
b. Tujuan
khusus
1. Klien
dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
1.1.
Perkenalkan diri dengan klien
1.2.
Tanggapi pembicaraan klien dengan sabar dan tidak menyangkal.
1.3.
Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur.
1.4.
Bersifat hangat dan bersahabat.
1.5.
Temani klien saat keinginan mencederai diri meningkat.
2.
Klien dapat terlindung dari perilaku bunuh diri
Tindakan:
2.1.
Jauhkan klien dari benda‑benda yang dapat membahayakan (pisau, silet, gunting,
tali, kaca, dan lain‑lain).
2.2.
Tempatkan klien di ruangan yang tenang dan selalu terlihat oleh perawat.
2.3.
Awasi klien secara ketat setiap saat.
3.
Klien dapat mengekspresikan perasaannya
Tindakan:
3.1.
Dengarkan keluhan yang dirasakan.
3.2.
Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan keraguan, ketakutan dan
keputusasaan.
3.3.
Beri dorongan untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana harapannya.
3.4. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan
arti penderitaan, kematian, dan lain‑lain.
3.5.
Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang menunjukkan keinginan untuk
hidup.
4.
Klien dapat meningkatkan harga diri
Tindakan:
4.1.
Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi keputusasaannya.
4.2.
Kaji dan kerahkan sumber‑sumber internal individu.
4.4.
Bantu mengidentifikasi sumber‑sumber harapan (misal: hubungan antar sesama,
keyakinan, hal‑hal untuk diselesaikan).
5.
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Tindakan:
5.1.
Ajarkan untuk mengidentifikasi pengalaman‑pengalaman yang menyenangkan setiap hari (misal : berjalan-jalan, membaca
buku favorit, menulis surat dll.).
5.2.
Bantu untuk mengenali hal‑hal yang ia cintai dan yang ia sayang, dan
pentingnya terhadap kehidupan orang lain,
mengesampingkan tentang kegagalan dalam kesehatan.
5.3.Beri
dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang lain yang mempunyai suatu
masalah dan atau penyakit yang sama dan telah mempunyai pengalaman positif
dalam mengatasi masalah tersebut dengan koping yang efektif.
6.
Klien dapat menggunakan dukungan sosial
Tindakan:
6.1. Kaji dan manfaatkan sumber‑sumber ekstemal
individu (orang‑orang terdekat, tim pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
6.2. Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai,
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, kepercayaan agama).
6.3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal :
konseling pemuka agama).
7.
Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
Tindakan:
7.1.
Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum
obat).
7.2.
Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar pasien, obat, dosis, cara,
waktu).
7.3.
Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang dirasakan.
7.4.
Beri reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
Keluarga
1.
Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang mengancam atau
mencoba bunuh diri.
Tindakan:
1.1.
Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian
1.2.Menganjurkan
keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya disekita
pasien
1.3.Mendiskusikan
dengan keluarga untuk tidak sering melamun sendiri
1.4.Menjelaskan
kepada keluarga pentingnya passion minum obat secara teratur.
2.
Tujuan: pasien mampu merawat pasien dengan resiko bunuh diri
Tindakan:
1.1.Menanyakan
keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
a.
Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul pada
pasien
b.
Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien beresiko
bunuh diri
1.2.Mengajarkan
keluarga tentang cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
a.
Mengajarkan keluarga tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b.
Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
-
Memberikan tempat yang aman. Menempatkan
pasien ditempat yang mudah di awasi, jangan biarkan pasien mengunci diri
dikamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian dirumah
-
Menjauhkan barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien
dari barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri, seperti tali, bahan
bakar minyak/bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya
seperti racun nyamuk atau racun serangga.
-
Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apa bila ada tanda dan
gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun
pasien tidak menunjukkan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c.
Menganjurkan keluarga untuk malaksanakan cara tersebut diatas.
1.3.Mengajarkan
keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apa bila pasien melakukan percobaan
bunuh diri, antara lain:
a.
Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan
upaya bunuh diri tersebut
b.
Segera membawa pasien kerumah sakit atau puskesmas untuk mendapatkan bantuan
medis.
1.4.
Mencari keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
a.
Memberikan informasi tentang nomor telpon darurat tenaga kesehatan
b.
Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control secara teratur
untuk mengatasi masalah bunuh dirinya
c.
Menganjurkan keluarga uuntuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima
benar pemberian obat.
CATATAN PERAWATAN DAN PERKEMBANGAN
NO
|
TGL/JAM
|
DIAGNOSA
KEP
|
TINDAKAN
|
EVALUASI
|
1.
|
10/4/2010
PK.10.00
WIB
|
Resiko Bunuh Diri
|
Sp I Pasien
1. Membina hubungan saling percaya dengan
klien
2. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat
membahayakan pasien
3. Mengamankan benda-benda yang dapat
membahayakan pasien.
4. Melakukan kontrak treatment
5. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan
bunuh diri
Sp II Pasien
1. Mengidentisifikasi aspek positif pasien
2. Mendorong pasien untuk berfikir positif
terhadap diri sendiri
3. Mendorong pasien untuk menghargai diri
sebagai individu yang berharga
Sp III Pasien
1.
Mengidentisifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
2.
Menilai pola koping yng biasa dilakukan
3.
Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
4.
Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
5.
Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan harian
Sp IV Pasien
1.
Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
2.
Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang realistis
3.
Memberi dorongan pasien melakukan kehiatan dalam rangka meraih masa depan
yang realistis
SP 1 Keluaga
1.
Mendiskusikan massalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2.
Menjelaskan pengertia, tanda dan gejala resiko bunuh diri, dan jenis prilaku
yang di alami pasien beserta proses terjadinya
3.
Menjelaskan cara-cara merawat pasien resiko bunuh diri yang dialami pasien
beserta proses terjadinya.
SP II Keluarga
1.
Melatih keluarga
mempraktekan cara merawat pasien dengan resiko bunuh
diri
2.
Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien resiko bunuh
diri.
SP III Keluarga
1.
Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk minum obat\
2.
Mendiskusikan sumber rujukan yang bias dijangkau oleh keluarga
|
S
:
Klien
mengatakan sudah mencoba belajar berkenalan namun masih enggan untuk
dilakukan
O:
Klien
aktif dan memperhatikan selama latihan berkenalan dengan perawat
A:
Klien
sudah tahu cara berkenalan dengan menyebutkan nama,asal,hobi
P:
Lanjutkan
berkenalan dengan orang lain.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Yosep,
Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. cetakan
kedua (edisi revisi). Bandung: PT Refrika Aditama
Mustofa,
Ali. 2010. Asuhan Keperawatan
Psikiatri Berbasis Klinik. Mataram
Keliat
Budi A. 1999. Proses Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC
Marilynn
E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan,
pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta
SP
RESIKO BUNUH DIRI
PASIEN
Ø SP
I Pasien: Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
Orientasi:
Perawat : “Assalamu’alakum, Selamat pagi
M’ba Ayu. Perkenalkan saya perawat Nova. yang bertugas di ruang mawar ini saat
ini, saya dinas dari jam 7 pagi sampai jam 2 siang.” “Bagaimana perasaan M’ba
Ayu hari ini?”
M’ba
Ayu : “Hari ini saya sangat sedih
dan jengkel Ners”
Perawat : “Kalau tidak keberatan, bagaimana
kalau kita bercakap-cakap tentang apa yang M’ba Ayu rasakan dan alami selama
ini. Saya siap kok mendengarkan semua cerita M’ba, bagaimana apa M’ba bersedia?
M’ba
Ayu :”Baik Ners saya bersedia,”
(Menggukan kepala tanda setuju)
Perawat : Kalau begitu dimana kita bisa
bicara dan berapa lama kita bisa bicara?
M’ba
Ayu : “Ditaman, saya suka duduk
menyendiri disana, satu jam”
Perawat : “Baiklah kalau begitu, mari kita
kesana”
Tahap Kerja:
Perawat : “Sekarang M’ba bisa cerita
bagaimana perasaan M’ba setelah Pacar M’ba yang sangat M’ba cintai menghamili
dan meninggalkan M’ba menikah dengan wanita lain ini terjadi?.
M’ba
Ayu : “Saya sangat terpukul dan
sedih Sus, saya fikir dunia kan berahir detik itu juga. Saya binggung dan malu
sudah mencoreng arang di wajah keluarga saya, saya benar-benar anak yang tak
berguna.”
Perawat : “Apa karena hal tersebut M’ba
merasa menjadi orang paling menderita di bumi ini?
M’ba
Ayu : “Saya rasa lebih dari
menderita Ners, saya sangat sensara dan merasa kehidupan saya telah hancur dan
menderita, tak ada gunanya lagi saya hidup.”
Perawat : “Bagaimana dengan kepercayaan diri
M’ba, apa merasa kehilangan percaya diri? M’ba
merasa tak berharga atau bahkan lebih rendah dari pada orang lain?
M’ba
Ayu :”Saya sangat malu dengan
keluarga, tentangga dan teman-teman saya karena menjadi aip dan mencoreng arang
di muka keluarga saya”
Perawat :” Apakah M’ba merasa bersalah atau
mempersalahkan diri sendiri?”
M’ba
Ayu : “Sering Ners, mungkin
memang ini semua salah saya, telah semudah itu percaya dengan laki-laki brengsek itu. Seandainya saja saya
mendengar nasehat ibu dan keluarga saya”.
Perawat : “Apa M’ba juga sering mengalami
kesulitan berkonsentrasi”
M’ba
Ayu :” Saya sangat pusing dengan
semua ini. Jangankan berkonsentrasi berfikir jernih saja saya sangat susah”
Perawat : “Apa pernah terbesit dalam
fikiran M’ba untuk menyakiti diri/bunuh diri atau baM’ba inggin mati”
M’ba Ayu :
“Saya pernah mencoba gantung diri di kamar mandi rumah saya dengan seutas tali
jemuran tapi saya akhirnya gagal karena ditolong tetangga saya dan saya juga
sering menyayat pergelangan tangan saya. Bagi saya tidak ada gunanya lagi saya
hidup, saya tidak berguna”. (menunjukkan pergelangan tanggam)
Perawat : “Baiklah, setelah saya mendengar
cerita M’ba tampaknya M’banya membutuhkan pertolongan segera karena ada
keinginan untuk menggahiri hidup”. Saya
juga perlu memeriksa seluruh isi kamar M’ba untuk memastikan tidak ada
benda-benda yang membahayakan (seperti gunting, pisau, cermin dan benda tajam
lainya). Mulai sekarang saya juga takkan membiarkan M’ba sendiri.” Apa yang M’ba lakukan jika keinginan bunuh
diri itu muncul?’
M’ba
Ayu :” Saya sering menggigit,
membenturkan kepala dan menyakiti diri saya sendiri”
Perawat :” Baiklah, mulai sekarang kalau
keingginan itu muncul M’ba harus langsung meminta tolong kepada perawat
diruangan ini bisa saya, atau perawat yang sedang sift, keluarga atau teman
jika sedang besuk M’ba untuk mengatasi keingginan M’ba tersebut serta katakana
kepada mereka jika ada dorongan untuk bunuh diri.” M’ba juga jangan sendiri ya,
cobalah untuk berkumpul dan berinteraksi denga teman M’ba yang laen. Apa M’ba
paham dengan yang saya katakan?
M’ba
Ayu : “Ya Ners. saya akan
berusaha mencoba”
Perawat : “Saya seneng mendengar nya, saya
percaya baM’ba Ayu dapat mengatasi masalah ini, OKAY?”
Terminasi
Perawat : “Bagaimana perasaan M’ba sekarang
setelah mengetahui cara mengetahui perasaan keingginan bunuh diri?”
M’ba
Ayu :“saya sudah sedikit lebih
tenang, terima kasih Ners”
Perawat :” Bisa M’ba sebutkan kembali cara
tadi yang saya telah jelaskan?
M’ba
Ayu : (menyebutkan kembali cara)
Perawat : “saya akan menemani M’ba Ayu
terus sampai keingginan bunuh diri M’ba hilang” (jangan tinggalkan pasien)
Ø Sp
II Pasien: meningkatkan harga diri dan menidentifikasi aspek positif pasien
isyarat bunuh diri
Oriantasi
“Assalamualaikumba M’ba
Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini? Bagaimana, Masi adakah
doorongan M’ba Ayu untuk mengaihiri kehidupan? Baik, sesuai janji kita kemarin
sekarang kita akan membahas tentang rasa
syukur atas pemberian tuhan yang masih M’ba miliki serta aspek positif dalam
diri M’ba, bukannya M’ba masih punya keluarga dan teman yang sayang dengan
M’ba serta calon bayi yang Mba’kandung. Berapa lama kita akan bercakap dan mau
dimana?
Tahap
Kerja
“Menurut M’ba, apa saja
dalam hidup M’ba yang perlu disyukuri, siapa saja yang akan sedih dan merasa
rugi jika M’ba meninggal. Coba sekarang M’ba Ayu ceritakan hal-hal yang baik
dalam kehidupan M’ba. Keadaan yang bagaimana yang membuat M’ba merasa puas?
Bagus!. Ternyata kehidupan M’ba Ayu masih ada yang baik dan patut di syukuri.
Coba M’ba sebutkan kegiatan apa yang masih M’ba lakukan selama ini” Bagaimana
kalau M’ba mencoba melakukan kegiatan tersebut lagi, mari kita berlatih.”
Terminasi
““Bagaimana perasaan
M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Bisa M’ba sebutkan kembali
apa–apa saja yang patut M’ba syukuri dalam hidup M’ba?. Ingat dan ucapkan
selalu hal-hal yang baik dalam hidup M’ba jika terjadi dorongan mengakhiri
kehidupan. Bagus M’ba Ayu! Coba inggat-ingat
lagi hal-hal lain yang masih M’ba Ayu miliki dan perlu syukuri nanti jam
12 kita bahas tentang cara mengatasi masalah dengan baik? Tempatnya dimana. Namun,
jika ada perasaan-perasaan yang tak terkendali segera hubungi saya ya M’ba.
Permisi.
Ø SP
III Pasien: meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah (pola koping)
pasien isyarat bunuh diri
Oriantasi
“Assalamualaikum M’ba
Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini? Masi adakah keinggina untuk
bunuh diri? Menurut M’ba, Apa lagi hal-hal positif yang perlu M’ba syukuri? Sekarang kita akan berdiskusi tentang
bagaimana cara mengatasi masalah yang selama ini timbul. Mau berapa lama?
di sini saja?
Tahap
Kerja
“
Coba
ceritakan situasi yang membuat M’ba Ayu ingin bunuh diri. Selain bunuh diri,
apa kira-kira jalan keluar dari masalah yang M’ba alami. Hemm… ternyata banyak
juga yah. Nah, sekarang coba kita diskusikan keuntungan dan kerugian
masing-masing cara tersebut. Mari kita pilih cara mengatasi masalah yang paling
menguntungkan!, kalau menurut M’ba Ayu yang mana? Ya, saya setuju, Bisa di
coba! “ Mari kita buat rencana kegiatan dan memasukkannya kedalam jadwal
kegiatan harian baM’ba.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan
M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mengatasi masalah yang
akan M’ba Ayu gunakan? Coba dalam satu hari ini, M’ba menyelesaikan masalah
yang M’ba alami dengan cara yang M’ba pilih tadi. Besok dijam yang sama kita
akan bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman M’ba Ayu menggunakan cara
yang dipilih’.
Ø Sp
IV Pasien: Menyusun rencana Masa depan
Oriantasi
“Assalamualaikum M’ba
Ayu, Bagaimna perasaan M’ba di pagi yang cerah ini? Masi adakah keinggina untuk
bunuh diri?. Saya rasa pasti sudah tidak ada. Menurut M’ba, Apa lagi cara
mengatasi masalah yang selama ini timbul? Sekarang
kita akan berdiskusi tentang rencana maa depan ibu dan cara mencapainya.
Mau berapa lama? di sini saja?
Tahap
Kerja
“Coba
ceritakan apa rencana M’ba Ayu dimasa depan setelah keluar dari sini nanti.
Bagus!!. Ternyata M’ba mempunyai rencana yang luar biasa bagus dan masih
mempunyai semangat hidup yang besar. Nah, sekarang coba kita diskusikan keuntungan
dan kerugian masing-masing rencana tersebut dan bagaimana cara mencapai masa
depan yang M’ba ingginkan. Mari kita pilih cara yang paling baik dan
realistis!, kalau menurut M’ba Ayu yang mana? Ya, saya setuju, Bisa di coba! “
Mari kita buat rencana kegiatan dan memasukkannya kedalam jadwal kegiatan
harian M’ba agar masa depan yang M’ba rencanakan dapat tercapai.”
Terminasi
“Bagaimana perasaan
M’ba Ayu sekarang setelah kita bercakap-cakap? Apa cara mencapai rencana masa
depan yang M’ba Ayu gunakan? Coba mulai sekarang, M’ba melakukan
kegiatan/rencana tersebut dengan cara yang M’ba pilih tadi. Besok dijam yang
sama kita akan bertemu lagi disini untuk membahas pengalaman M’ba Ayu
menggunakan cara yang dipilih’. Saya harap M’ba tetap semangat, saya yakin masa
depan yang M’ba ingginkan pasti M’ba dapatkan”. Saya permisi dulu…..
KELUARGA
Ø SP
I Keluarga: mendiskusikan masalah dan mengajarkan keluarga tentang cara merawat
anggota keluarga yang beresiko bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum
Bapak/Ibu, kenalkan saya perawat Nova yang merawat Anak Bapak/Ibu di rumah
sakit ini”.
“ Bagaiman kalua kita
berbincang-bincang tentang cara merawat agar M’ba Ayu tetap selamat dan tidak
melukai dirinya sendiri. Bagaimana apa Bapak/Ibu bersedia? Bagaimana kalau
disini saja kita berbincang-bincangnya Pak/Bu?” Sambil kita mengawasi terus
M’ba Ayu.
Tahap
Kerja
‘Apa masalah atau
kesulitan yang Bapak/Ibu rasakan dalam merawat M’ba Ayu?.
“Oww….Begini Bapak/Ibu,
M’ba Ayu sedang mengalami putus asa yang sangat berat akibat kekasihnya yang
telah menghamili dan meninggalkannya menikah dengan wanita lain ini terjadi,
sehingga sekarang ia selalu inggin mengaikhiri hidupnya karena merasa tak
berguna.
“Bapak/Ibu sebaiknya
baM’ba dan M’ba memperhatikan benar-benar munculnya dan tanda dan gejala bunuh
diri. Pada umumnya orang yang melakukan bunuh diri menunjukan gejala melalui
percakapan misalnya”saya tidak inggin hidup lagi, orang lain lebih baik tanpa
saya. Apakah Bapak/Ibu pernah mendengar M’ba Ayu mengatakan hal tersebut?”
“ Jika Bapak/Ibu
menemukan tanda dan gejala seperti itu, mata sebaiknya Bapak/Ibu mendengarkan
ungkapan perasaan dari M’ba Ayu secara serius. Pengawasan terhadap M’ba Ayu pun
harus ditingkatkan, Jangan tinggalkan atau biarkan beliau sendiri dirumah atau
jangan biarkan mengunci diri dikamar. Kalau menemukan dan tanda dan gejala
tersebut, dan menemukan alat-alat yang akan digunakan untuk bunuh diri. Seperti
tali tambang, silet, gunting, ikat pinggang, pisua serta benda tajam lainnya
yang mungkin bisa di gunaka untuk melukai diri, sebaiknyan dicegah dengan
meningkatkan pengawasan dan memberi dukungan untuk tidak melakukan hal
tersebut. Katakana Bapak/Ibu serta keluarga bahwa sayang pada M’ba Ayu dan
katakana juga kebaikan-kebaikannya.
“ Selain itu usahakan
5x sehari Bapak/Ibu memuji beliau dengan tulus tapi tidak berlebihan”. “Tetapi
jika sudah terjadi percobaan bunuh diri, sebaiknya Bapak/Ibu mencari bantuan
orang lain. Apabila tidak bisa diatasi segera rujuk kepuskesmas untuk
mendapatkan peraeatan yang serius. Setelah kembali kerumah, Bapak/Ibu perlu
membantu agar M’ba Ayu terus berobat untuk mengatasi keingginan bunuh dirinya.
Karena kondi M’ba Ayu
yang dapat saja nekat mengakhiri hidupnya sewaktu-waktu, kita semua harus
mengawasi M’ba Ayu terus menerus. Bapak/Ibu Bapak/Ibu juga kami minta
partisipasinya untuk juga dapat mengawasi M’ba Ayu ya… pokoknya baM’ba Ayu
tidak boleh ditinggal sendiri sedikitpun
untuk sementara karena dalam kondisi serius”
“Jika Bapak/Ibu
berbicara pada M’ba Ayu focus pada hal-hal positif, hindarkan pernyataan
negative”. “Selain itu sebaiknya M’ba Ayu pumya kegiatan positif seperti
melakukan hobinya bermain music, menyulam dll supaya M’ba Ayu tidak sempat
melamun sendiri”.
Terminasi:
“
Bagaimana
perasaan Bapak/Ibu setelah mengetahui cara untuk mengatasi perasaan inggin
bunuh diri dan merawat pasien resiko bunuh diri?”
Bagaimana Bapak/Ibu?
Ada yang belum jelas atau mau ditanyakan?. Bapak/Ibu tolong bisa diulangi lagi
cara-cara merawat anggota keluarga yang inggin bunuh diri?”. Ya, Bagus jika Bapak/Ibu
sudah mengerti. Jangan lupa pengawasannya ya! Jika ada tanda-tanda keinginan
bunuh diri segera hubungi kami. Kita dapat melanjutkan untuk membicarakan
cara-cara meningkatlkan harga diri M’ba Ayu dan penyelesaian masalahnya pada
pertemuan akan datang”. “ Bagaimana Bapak/Ibu setuju?” Kalau begitu sampai
bertemu lagi besok disini”. Terima kasih atas waktunya.
Ø SP
II Keluarga: Melatih dan mempraktekan cara merawat pasien resiko bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum
Bapak/Ibu, sesuai janji kitakemarin lalu alhamdullah kita sekarang bisa bertemu
lagi”. Bagaimana Bapak/Ibu ada pertanyaan tentang cara merawat pasien resiko
bunuh diri yang kita bicarakan minggu lalu?”.
“ Sekarang kita akan
mempraktekkan cara-cara merawat tersebut ya Bapak/Ibu?” “ Kita akan coba disini
dulu, setelah itu baru kita coba langsung ke M’ba Ayu ya?”
“Bapak/Ibu berapa lama
waktu mau kita latihan?”
Tahap
Kerja
“Sekarang anggap saya
M’ba Ayu yang mengatakan inggin mati saja, coba baM’ba dan M’ba praktikan cara
berkomunikasi yang benar jika sedang berada dalam keadaan seperti ini” “Bagus, cara Bapak/Ibu sudah benar” “Sekarang coba praktekan
cara member pujian kepada M’ba Ayu?” “Bagus, Kemudian bagaimna jika
cara memotivasi M’ba Ayu minum obat dan melakukan kegiatan positifnya sesuai
jadual?” “Bagus sekali, ternyata Bapak/Ibu sudah
mengerti cara merawat M’ba Ayu?” “Bagaimana Jika sekarang kita
mencobanya langsung kepada M’ba Ayu?” (Ulangi lagi semua cara diatas langsung
kepada klien)
Terminasi
“
Bagaimana
perasaan Bapak/Ibu berlatih cara merawa M’ba Ayu di Rumah?” “Setelah ini coba
Bapak/Ibu lakukan apa yang sudah kita lakukan tadi setiap kali membesuk M’ba
Ayu” “ Baiklah bagaimana kalau 2/3 hari
lagi Bapak/Ibu datang kembali kesini dan kita kan mencoba lagi cara merawat
M’ba Ayu sampai Bapak/Ibu lancr melakukannya”. “Jam berapa Bapak/Ibu bisa
kemari?” “Baik saya tunggu, kita ketemu lagi di tempat ini ya Bapak/Ibu”
Ø SP
III Keluarga: Perencanaan pulang bersama keluarga/Aktivitas di rumah dengan
pasien resiko bunuh diri
Orientasi:
“Assalamu’alakum
Bapak/Ibu, hari ini M’ba Ayu sudah boleh pulang, maka sebaiknya kita
membicarakan jadual M’ba Ayu selama dirumah “berapa lama kita bias diskusi?,
baik mari kita diskusikan.”
Tahap
Kerja
“Bapak/Ibu, ini jadual
M’ba Ayu selama dirumah sakit, coba perhatikan, dapatkah dilakukan dirumah?’
tolong dilanjutkan dirumah, baik jadual aktivitas maupun jadual minum
obatnya” “ Hal-hal yang perlu
diperhatikanlebih lanjut adalah perilaku yang diitampilkan oleh M’ba Ayu selama
dirumah. Kalau misalnya M’ba Ayu Mengatakan terus menerus inggin bunuh diri,
tampak M’ba gelisah dan tidak terkendali serta tidak memperlihatkan perbaikan,
menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain, tolong
Bapak/Ibu sekeluarga hubungi perawat di puskesmas terdekat dari rumah
Bapak/Ibu, ini nomor telpon puskesmas yang bias di hubunggi (0370) 140791.
Terminasi
“Bagaimna Bapak/Ibu ada
yang belum jelas?” ini jadual kegiatan harian M’ba Ayu untuk dibawah pulang.
Ini surat rujukan untuk perawat di puskesmas Selaga Alas, jangan lupa control
ke puskesmas sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
RISIKO BUNUH DIRI
A. Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang dengan
sengaja, yang tahu akan akibatnya dapat mengakhiri hidupnya dalam waktu yang
singkat (Maramis, 1998).
Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai
atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya.
B. Faktor yang Mempengaruhi Bunuh Diri
Menurut
Yosep (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh diri adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Mood dan Biokimia Otak.
Ghanshyam
Pandey beserta timnya dari University of Illinois, Chicago, menemukan bahwa
aktivitas enzim di dalam pikiran manusia bisa mempengaruhi mood yang memicu
keinginan mengakhiri nyawa sendiri. Pandey mengetahui fakta tersebut setelah
melakukan eksperimen terhadap otak 34 remaja yang 17 di antaranya meningkat
akibat bunuh diri. Ditemukan bahwa tingkat aktivitas protein kinase C (PKC)
pada otak pelaku bunuh diri lebih rendah dibandingkan mereka yang meninggal
bukan karena bunuh diri. Temuan yang dipublikasikan di jurnal Archives of
General Psychiatry menyatakan bahwa PKC merupakan komponen yang berperan dalam
komunikasi sel, terhubung erat dengan gangguan mood seperti depresi di masa
lalu.
Psikolog
dari Benefit Strategic HRD Hj. Rooswita mengatakan, “depresi berat menjadi
penyebab utama. Depresi timbul, karena pelaku tidak kuat menanggung beban
permasalahan yang menimpa. Karena terus menerus mendapat tekanan, permasalahan
kian menumpuk dan pada puncaknya memicu keinginan bunuh diri.”
2. Faktor Riwayat Gangguan Mental.
Studi
lanjutan Pandey, “PKC bisa menjadi target intervensi terapi pada pasien-pasien
yang memiliki perilaku kecenderungan untuk bunuh diri.” Namun masih menjadi
misteri mengapa ketidaknormalan PKC bisa berpengaruh sedemikian. Peter Parker,
ilmuwan dari Cancer Research London Research Instiute, mengatakan bahwa studi
tersebut belum bisa dikatakan final. Materi fisik yang dijadikan sampel dari
orang yang sudah rusak akibat waktu ketika dilakukan penelitian. Insiden
depresi pada remaja dan mereka yang berusia muda cenderung meningkat di
tahun-tahun belakangan dan semakin mengkhawatirkan. Sebanyak 20% dari orang
muda meninggal akibat bunuh diri.
3. Faktor Meniru, Imitasi, dan Pembelajaran.
Menurut
Direktur Utama Sanatorium Dharmawangsa, ada Proses Pembelajaran mereka yang
melakukan bunuh diri. Bisakah dikatakan bahwa gangguan kejiwaan disebabkan
faktor genetik atau keturunan? Jelas bisa begitu, walau tidak secara langsung.
Gangguan kejiwaan memang dipengaruhi pula oleh faktor genetik. Prosesnya memang
tidak otomatis, jadi lewat proses. Proses yang berlangsung adalah secara
genetik yang mempengaruhi proses biologis juga.
Dalam kasus
bunuh diri, dikatakan ada Proses Pembelajaran. Para korban memiliki pengalaman
dari salah satu keluarganya yang pernah melakukan percobaan bunuh diri atau
meninggal karena bunuh diri. Tidak hanya itu, biasa juga terjadi pembelajaran
dari pengetahuan lainnya. Soal bunuh diri, yang terlibat memang bukan kejiwaan
saja. Proses pembelajaran di sini merupakan asupan yang masuk ke dalam memori
seseorang, seperti rekaman lagu di disket, begitu pula memori yang selalu
melekat di ingatan kita tentang berbagai peristiwa. Memori itu biasa
menyebabkan perubahan kimia lewat pembentukan protein-protein yang erat
kaitannya dengan memori. Pada tahap itu, bisa saja proses rekaman di memori
dihambat. Itu dilakukan dengan terapi dan perawatan. Sering kali banyak yang
tidak menyadari Proses Pembelajaran ini sebagai keadaan yang perlu diwaspadai.
Bahkan, kita baru paham kalau pasien sudah diperiksa psikiater atau dokter.
Bisakah disebutkan bahwa kasus bunuh diri itu caranya sama seperti yang ada di
dalam memorinya? – tidak selalu begitu. Caranya biasa macam-macam. Bisa saja
dia melakukan cara yang sama seperti yang ada di memorinya. Kita perlu
perhatikan bahwa orang yang pernah mencoba bunuh diri dengan cara yang lebih
soft (halus), seperti minum racun, bisa melakukan cara lain yang lebih hard
(keras) dari yang pertama bila yang sebelumnya tidak berhasil. Dia akan terus
melakukannya dan meningkatkan kadar caranya bila usaha bunuh dirinya tidak
berhasil.
4. Faktor Isolasi Sosial dan Hukum Relations.
Menurut
Rohana Man, kajian bunuh diri disebabkan oleh perasaan pelajar terpinggir dan
terasing menurut penelitian oleh 33 konselor dari Seremban, Kuala Kumpur dan
Selangor. Secara kualitatif mendapati pelajar bermasalah yang cenderung
membunuh diri terdiri dari mereka yang mempunyai tingkah laku terpinggir.
Menurutnya, tingkah laku itu menyebabkan pelajar merasa terasing karena karena
tidak mempunyai kumpulan sendiri di sekolah. Ia merasa dirinya tidak diterima
di sekolah dan tidak mempunyai teman. Tambahnya, tingkah laku pelajar
terpinggir akan menjadi lebih buruk apabila merasa diri mereka juga tidak
dipedulikan oleh keluarga.
Orang
memilih bunuh diri, secara umum karena stress yang muncul karena kegagalan
beradaptasi. Ini dapat terjadi di lingkungan pekerjaan, keluarga, sekolah,
pergaulan dalam masyarakat, dan sebagainya. Demikian pula bila seseorang merasa
terisolasi, kehilangan hubungan interpersonal merupakan sifat alami manusia.
Bahkan keputusan bunuh diri juga bisa dilakukan karena perasaan bersalah. Suami
membunuh diri isteri, kemudian dilanjutkan membunuh dirinya sendiri, bisa
dijadikan contoh kasus.
5. Faktor hilangnya Perasaan Aman dan Ancaman
Kebutuhan Dasar.
Rasa tidak
aman merupakan penyebab terjadinya banyak kasus bunuh diri di Jakarta dan
sekitarnya, akhir-akhir ini (Kompas). Tidak adanya rasa aman untuk menjalankan
usaha bagi warga serta ancaman terhadap tempat tinggal mereka berpotensi kuat
memunculkan gangguan kejiwaan seseorang hingga tahap bunuh diri.
Menurut
Prayitno, banyak kasus bunuh diri yang disebabkan faktor pengangguran, kemiskinan,
malu, dan ketidakmampuan bersaing dalam kehidupan, atau karena tekanan-tekanan
lain.
6. Faktor Religiusitas.
Dengan alas
an apapun dan agama mana pun, bunuh diri dipandang dosa besar dan mengingkari
kekuasaan Tuhan. Menurut Dahli Khairi, bunuh diri sebagai gejala tipisnya iman
atau kurang begitu memahami ilmu agama.
C. Jenis Bunuh Diri
Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu :
1. Bunuh diri egoistic (faktor dalam
diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat,
ini disebabkan oleh kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan
individu itu seolah-olah tidak berkepribadian. Kegagalan integrasi dalam
keluarga dapat menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk
melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.
2. Bunuh diri altruistic (terkait
kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun
ia cenderung untuk bunuh diri karena indentifikasi terlalu kuat dengan suatu
kelompok, ia merasa kelompok tersebut sangat mengharapkannya.
3. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan
tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan
integrasi antara individu dan masyarakat, sehingga individu tersebut
meninggalkan norma-norma kelakuan yang biasa. Individu kehilangan pegangan dan
tujuan. Masyarakat atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena
tidak ada pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
D. Pengkajian
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar
dilakukan oleh klien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya
kemungkinan klien melakukan bunuh diri, ada tiga macam perilaku bunuh diri yang
perlu diperhatikan, yaitu :
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku
secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan :”Tolong
jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih
baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini klien mungkin sudah memiliki ide
untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan
bunuh diri. Klien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/ sedih/
marah/ putus asa/ tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif
tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
2. Ancaman bunuh diri.
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien,
berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan
dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien
telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan
bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini klien belum pernah mencoba
bunuh diri, pengawasan ketat harus dilaksanakan. Kesempatan sedikit saja dapat
dimanfaatkan klien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri.
Percobaan bunuh diri merupakan tindakan klien
mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini,
klien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong
urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat tinggi.
E. Diagnosa Keperawatan
RISIKO BUNUH DIRI
G. Rencana
Keperawatan
TUM :
Klien tidak
mencederai diri sendiri
TUK 1
Klien dapat
membina hubungan saking percaya.
Kriteria
Evaluasi :
Ekspresi
wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan,mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan
perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi
Rencana
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non
verbal.
b. Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang
disukai klien.
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa
adanya.
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan
kebutuhan dasar
TUK 2
Klien dapat
terlindung dari perlaku bunuh diri,
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat
terlindung dari perilaku bunuh diri
Rencana
Tindakan :
1. Jauhkan klien dari benda-benda yang dapat membahayakan.
2. Tempatkan klien diruangan yang tenang dan selalu
terlihat oleh perawat.
3. Awasi klien secara ketat setiap saat
TUK 3
Klien dapat
mengekspresikan perasaannya,
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat
mengekspresikan perasaannya
Rencana
Tindakan :
1. Dengarkan keluhan yang dirasakan klien.
2. Bersikap empati untuk meningkatkan ungkapan
keraguan, ketakutan dan keputusasaan.
3. Beri waktu dan kesempatan untuk menceritakan arti
penderitaannya.
4. Beri dukungan pada tindakan atau ucapan klien yang
menunjukkan keinginan untuk hidup.
TUK 4
Klien dapat
meningkatkan harga diri,
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat
meningkatkan harga dirinya
Rencana
Tindakan :
1. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat mengatasi
keputusasaannya.
2. Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal individu.
3. Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misal
: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan).
TUK 5
Klien dapat
menggunakan koping yang adaptif,
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat
menggunakan koping yang adaptif
Rencana
Tindakan :
1. Ajarkan mengidentifikasi pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan.
2. Bantu untuk mengenali hal-hal yang ia cintai dan
yang ia sayangi dan pentingnya terhadap kehidupan orang lain.
3. Beri dorongan untuk berbagi keprihatinan pada orang
lain.
TUK 6
Klien dapat
menggunakan dukungan sosial,
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat
menggunakan dukungan sosial.
Rencana
Tindakan :
1. Kaji dan manfaatkan sumber-sumber eksternal
individu.
2. Kaji sistem pendukung keyakinan yang dimiliki
klien.
3. Lakukan rujukan sesuai indikasi (pemuka agama).
TUK 7
Klien dapat
menggunakan obat dengan benar dan tepat,
Kriteria
evaluasi :
Klien dapat
menggunakan obat dengan tepat
Rencana
Tindakan :
1. Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping minum obat).
2. Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3. Anjurkan membicarakan efek dan efek samping yang
dirasakan oleh klien.
4. Beri
reinforcement positif bila menggunakan obat dengan benar.
askep pada klien dengan bunuh diri
dan resiko bunuh diri
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang perilaku bunuh diri (suicide)
1.2.2 Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui perilaku percobaan bunuh diri pada seseorang
• Untuk mengetahui askep perilaku percobaan bunuh diri
• Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan – putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. : Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
2.2 Rentang Perilaku Bunuh diri
Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury. Suicide risk taking destruktive behaviour . Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya :
• Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
• Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
• Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
• Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
• Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
• Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
2.3 Penyebab Bunuh Diri
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
5. Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.4 Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori :
a. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
c. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.
d. Bunuh Diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2.5 Tanda dan Gejala
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut.
a. Petunjuk dan gejala
1. Keputusasaan
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
3. Alam perasaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan BB
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
8. Petunjuk psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
f. Riwayat psikososial
1. Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
2. Hidup sendiri
3. Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
4. Faktor-faktor kepribadian
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b. Kegiatan kognitif dan negatif
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Batasan/gangguan kepribadian antisocial
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU BUNUH DIRI
3.1 Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diriØ
Riwayat keluarga terhadap bunuh diriØ
Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofreniaØ
Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.Ø
Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosialØ
Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berdukaØ
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.Ø
Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.Ø
Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan mood).Ø
Sistem pendukung yang ada.Ø
Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lainØ (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.
Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluargaØ klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
8. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
Ide bunuh diriØ
Ancaman bunuh diriØ
Percobaan bunuh diriØ
Ø Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakanØ
Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.Ø
Ø Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.Ø
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutikØ
Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klienØ
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.Ø
Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klienØ
Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannyaØ
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomiØ
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaanØ
Peroleh riwayat penyakit fisik klienØ
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diriØ
Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.Ø
Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.Ø
Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.Ø
Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mentalØ
Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcoholØ
Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baikØ
Menunjukkan impulsivitas dan agressifØ
Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaanØ
Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.Ø
Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatanØ
Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.Ø
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO SAD PERSONS Keterangan
1 Sex (jenis kelamin) Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2 Age ( umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3 Depression 35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4 Previous attempts (Percobaan sebelumnya) 65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5 ETOH ( alkohol) 65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6 Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional) Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7 Sosial support lacking ( Kurang dukungan social) Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8 Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi) Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9 No spouse ( Tidak memiliki pasangan) Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah
10 Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh diri :
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan gangguan alam perasaan : depresi.
2. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres, perasaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif berhubungan dengan ingin bunuh diri sebagai pemecahan masalah.
4. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan keadaan stress yang tiba-tiba
5. Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.
6. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).
3.3 Rencana Tindakan
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat melindungi diri sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang akan tercapai.
Aktivitas keperawatan secara umum
Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :Ø
Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.§
Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup,§ dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi;Ø
Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan§ didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan§ klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak§ melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan§
• Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
• Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
• Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
§ Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.§
Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.§
Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic)§
Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.§
Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan§
Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian§ yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri§ perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
Membantu meningkatkan harga diri klienØ
Tidak menghakimi dan empati§
Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya§
§ Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah§
Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.§
Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan socialØ
Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat§
Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.§
Dorong klien untuk melakukan aktivitas social§
Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif.Ø
• Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
• Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
• Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
• Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
• Explorasi perilaku alternative
• Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
• Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikanØ
Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).§
Mengajari keluarga technique limit setting§
Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif§
Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan§ resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Menurut Stuart dan Sundeen (1997) dalam Keliat (1991 : 13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk prilaku bunuh diri yaitu :
a. Melindungi : Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan.
b. Meningkatkan harga diri: Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
c. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat.: Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi/dipelajari koping baru.
d. Menggali perasaan : Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.
3.4 Pelaksanaan
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
3.5 Evaluasi
Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu.§
Klien menggunakan koping yang adaptif.§
Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.§
Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial.§
Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.§
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat§ mengakhiri kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan berkembang dalam beberapa rentang.
Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri diantaranya§ kegagalan beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya
Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta percobaan bunuh diri§
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut§ tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut
4.2 Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien§ yang ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa§
REFERENSI
Yosep, I., (2007). Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama: Bandung
Harold dkk.(1998). Buku Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya Medika : Jakarta
http://dezlicius.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan09.html
http://rastirainia.wordpress.com/2009/11/25/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-perilaku-percobaan-bunuh-diri/
http://perawatpsikiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan-resiko.html
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bunuh diri merupakan salah satu bentuk kegawat daruratan psikiatri. Meskipun suicide adalah perilaku yang membutuhkan pengkajian yang komprehensif pada depresi, penyalahgunaan NAPZA , skizofrenia, gangguan kepribadian( paranoid, borderline, antisocial), suicide tidak bisa disamakan dengan penyakit mental.
Beberapa hambatan dalam melakukan managemen klien dengan bunuh diri adalah pasien yang dirawat dalam waktu yang cukup singkat sehingga membuat klien kurang mampu mengungkapkan perasaannya tentang bunuh diri. Kurang detailnya tentang pengkajian resiko bunuh diri pada saat masuk dan banyak perawat kurang melakukan skrening akan resiko bunuh diri. Disamping itu 2 dari 3 orang yang melakukan suicide diketahui oleh perawat dalam beberapa bulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa tenaga kesehatan kurang memberikan intervensi yang adekuat. Lebih lanjut banyak perawat mungkin takut untuk menanyakan tentang masalah bunuh diri pada pasien atau bahkan tidak mengetahui bagaimana untuk menanyakan jika pasien memiliki pikiran untuk melakukan suicide.
Oleh karena itu suicide pada pasien rawat inap merupakan masalah yang perlu penanganan yang cepat dan akurat. Pada makalah ini akan dipaparkan mengenai factor resiko terjadinya bunuh diri, instrument pengkajian dan managemen keperawatannya dengan pendekatan proses keperawatanya.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara umum tentang perilaku bunuh diri (suicide)
1.2.2 Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui perilaku percobaan bunuh diri pada seseorang
• Untuk mengetahui askep perilaku percobaan bunuh diri
• Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan jiwa.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Bunuh Diri
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terkahir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Keliat 1991 : 4).
Menurut Beck (1994) dalam Keliat (1991 hal 3) mengemukakan rentang harapan – putus harapan merupakan rentang adaptif – maladaptif.
Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya setempat. Respon maladaptif antara lain :
a. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. : Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang membantu.
b. Kehilangan, ragu-ragu :Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai. Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semua dapat berakhir dengan bunuh diri.
c. Depresi : Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan depresi berat.
d. Bunuh diri Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
2.2 Rentang Perilaku Bunuh diri
Self enhancement Growth promoting Indirect self- Self injury. Suicide risk taking destruktive behaviour . Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress Perilaku bunuh diri berkembang dalam beberapa rentang diantaranya :
• Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
• Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
• Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
• Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
• Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
• Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang mendalam.
2.3 Penyebab Bunuh Diri
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (1997), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Diagnostik > 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, mempunyai hubungan dengan penyakit jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan apektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
2. Sifat kepribadian, tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, implisif dan depresi.
3. Lingkungan psikososial, Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga/factor genetik, Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada keturunannya serta merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif.. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
5. Faktor biokimia, Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
b. Faktor Presipitasi
Faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri adalah :
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.4 Psikopatologi
Semua prilaku bunuh diri adalah serius apapun tujuannya. Orang yang siap membunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik dan mempunyai niat untuk melakukannya. Prilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi 4 kategori :
a. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berprilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:”tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau” segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah/sedih/marah/putus asa/tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negative tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah.
b. Ancaman bunuh diri
Peningkatan verbal/nonverbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian, kurangnya respon positif dapat ditafsirkan seseorang sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Ancaman bunuh diri pada umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati,disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
c. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat mengarah pada kematian jika tidak dicegah. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi. Percobaan bunuh diri terlebih dahulu individu tersebut mengalami depresi yang berat akibat suatu masalah yang menjatuhkan harga dirinya.
d. Bunuh Diri
Bunuh diri mungkin terjadi setelah tanda peningkatan terlewatkan atau terabaikan. Orang yang melakukan percobaan bunuh diri dan yang tidak langsung ingin mati mungkin pada mati jika tanda-tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.
2.5 Tanda dan Gejala
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut.
a. Petunjuk dan gejala
1. Keputusasaan
2. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
3. Alam perasaan depresi
4. Agitasi dan gelisah
5. Insomnia yang menetap
6. Penurunan BB
7. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
8. Petunjuk psikiatrik
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
f. Riwayat psikososial
1. Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
2. Hidup sendiri
3. Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
4. Faktor-faktor kepribadian
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b. Kegiatan kognitif dan negatif
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Batasan/gangguan kepribadian antisocial
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERILAKU BUNUH DIRI
3.1 Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diriØ
Riwayat keluarga terhadap bunuh diriØ
Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofreniaØ
Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.Ø
Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosialØ
Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berdukaØ
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.Ø
Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-cara melaksanakan rencana tersebut.Ø
Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan gangguan mood).Ø
Sistem pendukung yang ada.Ø
Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lainØ (baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.
Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluargaØ klien, atau keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
8. Symptom yang menyertainya
a. Apakah klien mengalami :
Ide bunuh diriØ
Ancaman bunuh diriØ
Percobaan bunuh diriØ
Ø Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja
b. Derajat yang tinggi terhadap keputusasaan, ketidakberdayaan dan anhedonia dimana hal ini merupakan faktor krusial terkait dengan resiko bunuh diri.
Bila individu menyatakan memiliki rencana bagaimana untuk membunuh diri mereka sendiri. Perlu dilakukan penkajian lebih mendalam lagi diantaranya :
Cari tahu rencana apa yang sudah di rencanakanØ
Menentukan seberapa jauh klien sudah melakukan aksinya atau perencanaan untuk melakukan aksinya yang sesuai dengan rencananya.Ø
Ø Menentukan seberapa banyak waktu yang di pakai pasien untuk merencanakan dan mengagas akan suicide
Menentukan bagaiamana metoda yang mematikan itu mampu diakses oleh klien.Ø
Hal – hal yang perlu diperhatikan didalam melakukan pengkajian tentang riwayat kesehatan mental klien yang mengalami resiko bunuh diri :
Menciptakan hubungan saling percaya yang terapeutikØ
Memilih tempat yang tenang dan menjaga privacy klienØ
Mempertahankan ketenangan, suara yang tidak mengancam dan mendorong komunikasi terbuka.Ø
Menentukan keluhan utama klien dengan menggunakan kata – kata yang dimengerti klienØ
Mendiskuiskan gangguan jiwa sebelumnya dan riwayat pengobatannyaØ
Mendaptakan data tentang demografi dan social ekonomiØ
Mendiskusikan keyakinan budaya dan keagamaanØ
Peroleh riwayat penyakit fisik klienØ
Sebagai perawat perlu mempertimbangkan pasien yang memiliki resiko apabila menunjukkan perilaku sebagai berikut :
Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan tentang bunuh diriØ
Memiliki riwayat satu kali atau lebih melakukan percobaan bunuh diri.Ø
Memilki keluarga yang memiliki riwayat bunuh diri.Ø
Mengalami depresi, cemas dan perasaan putus asa.Ø
Memiliki ganguan jiwa kronik atau riwayat penyakit mentalØ
Mengalami penyalahunaan NAPZA terutama alcoholØ
Menderita penyakit fisik yang prognosisnya kurang baikØ
Menunjukkan impulsivitas dan agressifØ
Sedang mengalami kehilangan yang cukup significant atau kehilangan yang bertubi-tubi dan secara bersamaanØ
Mempunyai akses terkait metode untuk melakukan bunuh diri misal pistol, obat, racun.Ø
Merasa ambivalen tentang pengobatan dan tidak kooperatif dengan pengobatanØ
Merasa kesepian dan kurangnya dukungan sosial.Ø
Banyak instrument yang bisa dipakai untuk menentukan resiko klien melakukan bunuh diri diantaranya dengan SAD PERSONS
NO SAD PERSONS Keterangan
1 Sex (jenis kelamin) Laki laki lebih komit melakukan suicide 3 kali lebih tinggi dibanding wanita, meskipun wanita lebih sering 3 kali dibanding laki laki melakukan percobaan bunuh diri
2 Age ( umur) Kelompok resiko tinggi : umur 19 tahun atau lebih muda, 45 tahun atau lebih tua dan khususnya umur 65 tahun lebih.
3 Depression 35 – 79% oran yang melakukan bunuh diri mengalami sindrome depresi.
4 Previous attempts (Percobaan sebelumnya) 65- 70% orang yang melakukan bunuh diri sudah pernah melakukan percobaan sebelumnya
5 ETOH ( alkohol) 65 % orang yang suicide adalah orang menyalahnugunakan alkohol
6 Rational thinking Loss ( Kehilangan berpikir rasional) Orang skizofrenia dan dementia lebih sering melakukan bunuh diri disbanding general populasi
7 Sosial support lacking ( Kurang dukungan social) Orang yang melakukan bunuh diri biasanya kurannya dukungan dari teman dan saudara, pekerjaan yang bermakna serta dukungan spiritual keagaamaan
8 Organized plan ( perencanaan yang teroranisasi) Adanya perencanaan yang spesifik terhadap bunuh diri merupakan resiko tinggi
9 No spouse ( Tidak memiliki pasangan) Orang duda, janda, single adalah lebih rentang disbanding menikah
10 Sickness Orang berpenyakit kronik dan terminal beresiko tinggi melakukan bunuh diri.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini akan mempengaruhi penilaian profesional.
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dank lien.
5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi emosional klien.
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur penilaian profesional.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada prilaku percobaan bunuh diri :
1. Dorongan yang kuat untuk bunuh diri berhubungan dengan gangguan alam perasaan : depresi.
2. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan ketidakmampuan menangani stres, perasaan bersalah.
3. Koping yang tidak efektif berhubungan dengan ingin bunuh diri sebagai pemecahan masalah.
4. Potensial untuk bunuh diri berhubungan dengan keadaan stress yang tiba-tiba
5. Isolasi sosial berhubungan dengan usia lanjut atau fungsi tubuh yang menurun.
6. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan kegagalan (sekolah, hubungan interpersonal).
3.3 Rencana Tindakan
Tujuan utama asuhan keperawatan adalah melindungi klien sampai ia dapat melindungi diri sendiri. Intervensi yang dibuat dan dilaksanakan terus mengacu pada etiologi dari diagnosa keperawatan serta sesuai dengan tujuan yang akan tercapai.
Aktivitas keperawatan secara umum
Bantu klien untuk menurunkan resiko perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri, dengan cara :Ø
Kaji tingkatan resiko yang di alami pasien : tinggi, sedang, rendah.§
Kaji level Long-Term Risk yang meliputi : Lifestyle/ gaya hidup,§ dukungan social yang tersedia, rencana tindakan yang bisa mengancam kehidupannya, koping mekanisme yang biasa digunakan.
Berikan lingkungan yang aman ( safety) berdasarkan tingkatan resiko , managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi;Ø
Orang yang ingin suicide dalam kondisi akut seharusnya ditempatkan§ didekat ruang perawatan yang mudah di monitor oleh perawat.
Mengidentifikasi dan mengamankan benda – benda yang dapat membahayakan§ klien misalnya : pisau, gunting, tas plastic, kabel listrik, sabuk, hanger dan barang berbahaya lainnya.
Membuat kontrak baik lisan maupun tertulis dengan perawat untuk tidak§ melakukan tindakan yang mencederai diri Misalnya : ”Saya tidak akan mencederai diri saya selama di RS dan apabila muncul ide untuk mencederai diri akan bercerita terhadap perawat.”
Makanan seharusnya diberikan pada area yang mampu disupervisi dengan catatan§
• Yakinkan intake makanan dan cairan adekuat
• Gunakan piring plastik atau kardus bila memungkinkan.
• Cek dan yakinkan kalau semua barang yang digunakan pasien kembali pada tempatnya.
§ Ketika memberikan obat oral, cek dan yakinkan bahwa semua obat diminum.
Rancang anggota tim perawat untuk memonitor secara kontinyu.§
Batasi orang dalam ruangan klien dan perlu adanya penurunan stimuli.§
Instruksikan pengunjung untuk membantasi barang bawaan ( yakinkan untuk tidak memberikan makanan dalam tas plastic)§
Pasien yang masih akut diharuskan untuk selalu memakai pakaian rumah sakit.§
Melakukan seklusi dan restrain bagi pasien bila sangat diperlukan§
Ketika pasien sedang diobservasi, seharusnya tidak menggunakan pakaian§ yang menutup seluruh tubuhnya. Perlu diidentifikasi keperawatan lintas budaya.
Individu yang memiliki resiko tinggi mencederai diri bahkan bunuh diri§ perlu adanya komunikasi oral dan tertulis pada semua staf.
Membantu meningkatkan harga diri klienØ
Tidak menghakimi dan empati§
Mengidentifikasi aspek positif yang dimilikinya§
§ Mendorong berpikir positip dan berinteraksi dengan orang lain
Berikan jadual aktivitas harian yang terencana untuk klien dengan control impuls yang rendah§
Melakukan terapi kelompok dan terapi kognitif dan perilaku bila diindikasikan.§
Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mendapatkan dukungan socialØ
Informasikan kepada keluarga dan saudara klien bahwa klien membutuhkan dukungan social yang adekuat§
Bersama pasien menulis daftar dukungan sosial yang di punyai termasuk jejaring sosial yang bisa di akses.§
Dorong klien untuk melakukan aktivitas social§
Membantu klien mengembangkan mekanisme koping yang positif.Ø
• Mendorong ekspresi marah dan bermusuhan secara asertif
• Lakukan pembatasan pada ruminations tentang percobaan bunuh diri.
• Bantu klien untuk mengetahui faktor predisposisi ‘ apa yang terjadi sebelum anda memiliki pikiran bunuh diri’
• Memfasilitasi uji stress kehidupan dan mekanisme koping
• Explorasi perilaku alternative
• Gunakan modifikasi perilaku yang sesuai
• Bantu klien untuk mengidentifikasi pola piker yang negative dan mengarahkan secara langsung untuk merubahnya yang rasional.
Initiate Health Teaching dan rujukan, jika diindikasikanØ
Memberikan pembelajaran yan menyiapkan orang mengatasi stress (relaxation, problem-solving skills).§
Mengajari keluarga technique limit setting§
Mengajari keluarga ekspresi perasaan yang konstruktif§
Intruksikan keluarga dan orang lain untuk mengetahui peningkatan§ resiko : perubahan perilaku, komunikasi verbal dan nonverbal, menarik diri, tanda depresi.
Menurut Stuart dan Sundeen (1997) dalam Keliat (1991 : 13) mengidentifikasi intervensi utama pada klien untuk prilaku bunuh diri yaitu :
a. Melindungi : Merupakan intervensi yang paling penting untuk mencegah klien melukai dirinya. Tempatkan klien di tempat yang aman, bukan diisolasi dan perlu dilakukan pengawasan.
b. Meningkatkan harga diri: Klien yang ingin bunuh diri mempunyai harga diri yang rendah. Bantu klien mengekspresikan perasaan positif dan negatif. Berikan pujian pada hal yang positif.
c. Menguatkan koping yang konstruktif/sehat.: Perawat perlu mengkaji koping yang sering dipakai klien. Berikan pujian penguatan untuk koping yang konstruktif. Untuk koping yang destruktif perlu dimodifikasi/dipelajari koping baru.
d. Menggali perasaan : Perawat membantu klien mengenal perasaananya. Bersama mencari faktor predisposisi dan presipitasi yang mempengaruhi prilaku klien.
Menggerakkan dukungan sosial, untuk itu perawat mempunyai peran menggerakkan sistem sosial klien, yaitu keluarga, teman terdekat, atau lembaga pelayanan di masyarakat agar dapat mengontrol prilaku klien.
3.4 Pelaksanaan
Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga meniali diri sendiri, apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien, jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
3.5 Evaluasi
Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat, jumlah asal atau waktu.§
Klien menggunakan koping yang adaptif.§
Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.§
Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan kesejahteraan sosial.§
Sumber koping klien telah cukup dikaji dan dikerahkan.§
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat§ mengakhiri kehidupan dan Pada umumnya merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress dan berkembang dalam beberapa rentang.
Banyak penyebab/alasan seseorang melakukan bunuh diri diantaranya§ kegagalan beradaptasi,perasaan marah dan terisolasi, dan lainnya
Bunuh diri biasanya didahului oleh isyarat bunuh diri,ancaman bunuh diri serta percobaan bunuh diri§
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang tersebut§ tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk melakukan rencana bunuh diri tersebut
4.2 Saran
Hendaknya perawat memiliki pengetahuan yang cukup cirri-ciri pasien§ yang ingin mengakhiri hidupnya sehingga dapat mengantisipasi terjadinya perilaku bunuh diri pasien
Hendaknya perawat melibatkan keluarga dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan jiwa§
REFERENSI
Yosep, I., (2007). Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama: Bandung
Harold dkk.(1998). Buku Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya Medika : Jakarta
http://dezlicius.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan09.html
http://rastirainia.wordpress.com/2009/11/25/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-perilaku-percobaan-bunuh-diri/
http://perawatpsikiatri.blogspot.com/2008/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan-resiko.html
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN PERCOBAAN BUNUH DIRI
DENGAN PERCOBAAN BUNUH DIRI
Definisi
•Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak
diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan
•Termasuk kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres tinggi dan menggunakan koping maladaptif
•Tindakan merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan
•Terdapat 2 jenis bunuh diri yaitu langsung dan tidak langsung.
•Bunuh diri langsung adalah tindakan yang disadari dan disengaja untuk mengakhiri kehidupan seperti pengorbanan diri (membakar diri), menggantung diri, melompat dari tempat yang tinggi, menembak diri, menenggelamkan diri.
•Bunuh diri tidak langsung adalah keinginan tersembunyi yang tidak disadari untuk mati, yang ditandai dengan perilaku kronis beresiko seperti penyalahgunaan zat, makan berlebihan, aktivitas sex bebas ,ketidak patuhan program medis, olah raga yang membahayakan.
•Termasuk kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres tinggi dan menggunakan koping maladaptif
•Tindakan merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan
•Terdapat 2 jenis bunuh diri yaitu langsung dan tidak langsung.
•Bunuh diri langsung adalah tindakan yang disadari dan disengaja untuk mengakhiri kehidupan seperti pengorbanan diri (membakar diri), menggantung diri, melompat dari tempat yang tinggi, menembak diri, menenggelamkan diri.
•Bunuh diri tidak langsung adalah keinginan tersembunyi yang tidak disadari untuk mati, yang ditandai dengan perilaku kronis beresiko seperti penyalahgunaan zat, makan berlebihan, aktivitas sex bebas ,ketidak patuhan program medis, olah raga yang membahayakan.
Epidemiologi
•Di Amerika Serikat angka kejadian bunuh diri
sebanyak 31.000 orang pertahun, dan termasuk 8 sebab kematian terbanyak
•Kasus yang sering dilaporkan & dikategorikan sebagai kecelakaan
•Perbandingan angka percobaan & rasio keberhasilannya 10-20 : 1
•Rasio percobaan laki-laki : perempuan 1 : 3 keberhasilan laki-laki dan perempuan 3 : 1
•Kasus meningkat dengan bertambahnya usia; dan merupakan penyebab kematian tertinggi pada pria dewasa dan mahasiswa
•Paling umum dilakukan dengan minum obat-obatan; yang berakibat fatal umumnya melalui penembakan
•Kebanyakan penderita depresi (Tomb, 2004)
•0,9% kematian karena bunuh diri
•1000 orang setiap hari mati karena bunuh diri di seluruh dunia
•Tempat paling favorit di dunia untuk bunuh diri Golden Gate Bridge di San Francisco.
•Kasus yang sering dilaporkan & dikategorikan sebagai kecelakaan
•Perbandingan angka percobaan & rasio keberhasilannya 10-20 : 1
•Rasio percobaan laki-laki : perempuan 1 : 3 keberhasilan laki-laki dan perempuan 3 : 1
•Kasus meningkat dengan bertambahnya usia; dan merupakan penyebab kematian tertinggi pada pria dewasa dan mahasiswa
•Paling umum dilakukan dengan minum obat-obatan; yang berakibat fatal umumnya melalui penembakan
•Kebanyakan penderita depresi (Tomb, 2004)
•0,9% kematian karena bunuh diri
•1000 orang setiap hari mati karena bunuh diri di seluruh dunia
•Tempat paling favorit di dunia untuk bunuh diri Golden Gate Bridge di San Francisco.
Penyebab Bunuh diri
-Perceraian
-Pengangguran
-Isolasi sosial
-Kegagalan Adaptasi
-Perasaan Marah/bermusuhan
-Perceraian
-Pengangguran
-Isolasi sosial
-Kegagalan Adaptasi
-Perasaan Marah/bermusuhan
PENGKAJIAN
MENGENALI PASIEN YANG BERPOTENSI BUNUH DIRI
•Klien pernah mencoba bunuh diri (terlihat di ruang
gawat darurat, bangsal perawatan, dsb)
•Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak, atau berupa ancaman :”Kamu tidak akan saya ganggu lebih lama lagi” (sering dikatakan pada keluarga)
•Secara obyektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas
•Baru mengalami kehilangan yang bermakna (misalnya pasangan, pekerjaan, harga diri)
•Perubahan perilaku yang tidak diduga : menyampaikan pesan-pesan, pembicaraan serius dan mendalam dengan kerabat, membagi-bagikan harta/barang miliknya
•Perubahan sikap yang mendadak : tiba-tiba gembira, marah atau menarik diri (Tomb, 2004)
•Keinginan bunuh diri dinyatakan secara terang-terangan maupun tidak, atau berupa ancaman :”Kamu tidak akan saya ganggu lebih lama lagi” (sering dikatakan pada keluarga)
•Secara obyektif terlihat adanya mood yang depresif atau cemas
•Baru mengalami kehilangan yang bermakna (misalnya pasangan, pekerjaan, harga diri)
•Perubahan perilaku yang tidak diduga : menyampaikan pesan-pesan, pembicaraan serius dan mendalam dengan kerabat, membagi-bagikan harta/barang miliknya
•Perubahan sikap yang mendadak : tiba-tiba gembira, marah atau menarik diri (Tomb, 2004)
PERNYATAAN YANG SALAH TENTANG BUNUH DIRI
1.Ancaman Bunuh diri hanya cara individu menarik perhatian
2.Bunuh diri tidak memberi tanda
3.Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada klien
4.Kecenderungan Bunuh diriadalah keturunan
1.Ancaman Bunuh diri hanya cara individu menarik perhatian
2.Bunuh diri tidak memberi tanda
3.Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri pada klien
4.Kecenderungan Bunuh diriadalah keturunan
FAKTOR RESIKO BUNUH DIRI
FAKTOR RESIKO TINGGI RESIKO RENDAH
1. UMUR REMAJA, > 45 TH < 12 th25-45 TH
2. JENIS KELAMIN LAKI-LAKI PEREMPUAN
3. STATUS CERAI KAWIN
4. JABATAN PROFESIONAL KERJA KASAR
5. PEKERJAAN PENGANGGURAN PEKERJA
6. PENYAKIT KRONIK, TERMINAL TAK ADA YANG SERIUS
7. MENTAL DEPRESI, HALUSINASI GANGGUAN KEPRIBADIAN
8. OBAT/ALKOHOL KETERGANTUNGAN -
1. UMUR REMAJA, > 45 TH < 12 th25-45 TH
2. JENIS KELAMIN LAKI-LAKI PEREMPUAN
3. STATUS CERAI KAWIN
4. JABATAN PROFESIONAL KERJA KASAR
5. PEKERJAAN PENGANGGURAN PEKERJA
6. PENYAKIT KRONIK, TERMINAL TAK ADA YANG SERIUS
7. MENTAL DEPRESI, HALUSINASI GANGGUAN KEPRIBADIAN
8. OBAT/ALKOHOL KETERGANTUNGAN -
PENYEBAB BUNUH DIRI PADA MAHASISWA
1.Ideal diri terlalu tinggi
2.Cemas akan tugas akademik yang banyak
3.Kegagalan akademis
4.Kompetisi untuk sukses
1.Ideal diri terlalu tinggi
2.Cemas akan tugas akademik yang banyak
3.Kegagalan akademis
4.Kompetisi untuk sukses
PENYEBAB BUNUH DIRI PADA LANSIA
1.Perubahan status mandiri
2.Penyakit kronis
3.Perasaan tak berarti
4.Kesedihan dan isolasi sosial
5.Sumber hidup yang berkurang
1.Perubahan status mandiri
2.Penyakit kronis
3.Perasaan tak berarti
4.Kesedihan dan isolasi sosial
5.Sumber hidup yang berkurang
PENYEBAB BUNUH DIRI PADA ANAK
1.pelarian dari penganiayaan
2.Situasi keluarga yang kacau
3.Perasaan tak berarti/tak disayang
4.gagal sekolah
5.takut dihina disekolah
6.Dihukum orang lain
1.pelarian dari penganiayaan
2.Situasi keluarga yang kacau
3.Perasaan tak berarti/tak disayang
4.gagal sekolah
5.takut dihina disekolah
6.Dihukum orang lain
MEKANISME KOPING
1.Denial melalui pengrusakan diri secara tak langsung
2.Rasionalisasi/intelektualisasi
3.Regresi
1.Denial melalui pengrusakan diri secara tak langsung
2.Rasionalisasi/intelektualisasi
3.Regresi
RENTANG MENGHARGAI-MERUSAK DIRI (Stuart &
Sundeen, 1987; Keliat, B.A., 1994)
Respon Adaptif Respons Maladaptif
Menghargai Berani ambil Menciderai Menciderai dir
Bunuh
diri resiko diri tak diri
langsung
diri resiko diri tak diri
langsung
SIRS (SUICIDAL INTENTION RATING SCALE)
(Stuart & Sundeen, 1987; Keliat, B.A., 1994)
(Stuart & Sundeen, 1987; Keliat, B.A., 1994)
SKOR 0
Tidak ada ide bunuh diri yang lalu & sekarang
SKOR 1
Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri
KOR 2
Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
SKOR 3
Mengancam bunuh diri, misalnya “tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri”
SKOR 4
Aktif mencoba bunuh diri
Tidak ada ide bunuh diri yang lalu & sekarang
SKOR 1
Ada ide bunuh diri, tidak ada percobaan bunuh diri, tidak mengancam bunuh diri
KOR 2
Memikirkan bunuh diri dengan aktif, tidak ada percobaan bunuh diri
SKOR 3
Mengancam bunuh diri, misalnya “tinggalkan saya sendiri atau saya bunuh diri”
SKOR 4
Aktif mencoba bunuh diri
PROSEDUR PENILAIAN
•Bina hubungan selama wawancara yang sifatnya
mendukung dan tidak menghakimi
•Selidikilah adanya ide-ide bunuh diri melalui pertanyaan yang lebih spesifik, misal ”Apakah kamu merasa sedih?” ”Apakah kamu pernah berpikir untuk mengakhiri hidup?” “Bagaimana caranya?”
•Setelah terjadi suatu percobaan bunuh diri yang serius, tunggulah sampai klien cukup siap untuk bekerjasama di dalam pemeriksaan. Tanyakan mengenai hal bunuh diri (Tomb, 2004)
•Selidikilah adanya ide-ide bunuh diri melalui pertanyaan yang lebih spesifik, misal ”Apakah kamu merasa sedih?” ”Apakah kamu pernah berpikir untuk mengakhiri hidup?” “Bagaimana caranya?”
•Setelah terjadi suatu percobaan bunuh diri yang serius, tunggulah sampai klien cukup siap untuk bekerjasama di dalam pemeriksaan. Tanyakan mengenai hal bunuh diri (Tomb, 2004)
HAL-HAL YANG HARUS DIPELAJARI MENGENAI KASUS BUNUH
DIRI
•Maksud dan tujuan pasien-mengapa ingin mati?
•Apakah rencana bunuh diri telah dibuat-semakin spesifik rencana yang dibuat semakin besar untuk melakukannya
•Metode-semakin mematikan teknik yang dibuat semakin serius rencananya
•Adanya faktor-faktor psikiatrik dan organik, misal depresi psikotik, gangguan proses pikir, penggunaan sedatif tanpa resep, kondisi organik
•Tentukan apakah perilaku tersebut akibat peranan impulsif atau dengan rencana
•Apakah pencetus krisis telah terlewati
•Buatlah daftar kehilangan yang dialami
•Apakah klien memiliki rencana untuk masa depannya?
•Apakah klien mempunyai keluarga yang mempedulikannya atau dukungan lainnya?
•Apakah klien berpikir bahwa dia akan melakukan bunuh diri? (Tomb, 2004)
•Apakah rencana bunuh diri telah dibuat-semakin spesifik rencana yang dibuat semakin besar untuk melakukannya
•Metode-semakin mematikan teknik yang dibuat semakin serius rencananya
•Adanya faktor-faktor psikiatrik dan organik, misal depresi psikotik, gangguan proses pikir, penggunaan sedatif tanpa resep, kondisi organik
•Tentukan apakah perilaku tersebut akibat peranan impulsif atau dengan rencana
•Apakah pencetus krisis telah terlewati
•Buatlah daftar kehilangan yang dialami
•Apakah klien memiliki rencana untuk masa depannya?
•Apakah klien mempunyai keluarga yang mempedulikannya atau dukungan lainnya?
•Apakah klien berpikir bahwa dia akan melakukan bunuh diri? (Tomb, 2004)
TINGKATAN MEMATIKAN DARI METODA BUNUH DIRI (Kneisl;
Wilson & Trigoboff, 2004)
•METODA YANG KURANG MEMATIKAN (less lethal methods)
–Memotong nadi pergelangan
–Mengalirkan gas di rumah
–Meminum obat tanpa resep (kecuali aspirin dan acetaminophen (Tylenol))
–Tranquilizers
–Memotong nadi pergelangan
–Mengalirkan gas di rumah
–Meminum obat tanpa resep (kecuali aspirin dan acetaminophen (Tylenol))
–Tranquilizers
•METODA YANG SANGAT MEMATIKAN (highly lethal
methods)
–Tembak
–Terjun
–Gantung
–Tenggelam
–Racun carbon monoksida
–Barbiturat dan minum pil tidur
–Aspirin dosis tinggi dan acetaminophen (Tylenol)
–Menabrak mobil
–Terpapar suhu dingin yang ekstrem
–Antidepressants
–Tembak
–Terjun
–Gantung
–Tenggelam
–Racun carbon monoksida
–Barbiturat dan minum pil tidur
–Aspirin dosis tinggi dan acetaminophen (Tylenol)
–Menabrak mobil
–Terpapar suhu dingin yang ekstrem
–Antidepressants
DIAGNOSA KEPERAWATAN
•Risiko melukai diri
•Risiko perilaku kekerasan pada diri
•Risiko mutilasi diri
•Koping individu inefektif
•Harga diri rendah (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
•Risiko perilaku kekerasan pada diri
•Risiko mutilasi diri
•Koping individu inefektif
•Harga diri rendah (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
•Keputusan dirawat di RS harus dibicarakan dengan
klien secara tegas dan penuh optimis
•Pastikan keamanan fisik dalam perawatan di RS melalui tindakan pencegahan bunuh diri yang sesuai (misal pengawasan ketat, tanpa isolasi, tidak ada barang-barang yang membahayakan)
•Klien dengan risiko kecil dapat berobat jalan bila ada keluarga yang dipercaya untuk mengawasi –nilailah dukungan mereka (Tomb, 2004)
•Pastikan keamanan fisik dalam perawatan di RS melalui tindakan pencegahan bunuh diri yang sesuai (misal pengawasan ketat, tanpa isolasi, tidak ada barang-barang yang membahayakan)
•Klien dengan risiko kecil dapat berobat jalan bila ada keluarga yang dipercaya untuk mengawasi –nilailah dukungan mereka (Tomb, 2004)
PRINSIP-PRINSIP PENGOBATAN (Tomb,2004)
•Kenali dan obati kondisi-kondisi psikiatrik dan
medis
•Kembangkan ikatan terapeutik dengan klien
•Klien yang ingin bunuh diri biasanya bersikap ambivalen tentang kematian. Ungkapkan ambivalen tersebut-perlihatkan bukti-bukti bahwa mereka ingin hidup. Berikan harapan yang jelas. Buat rencana yang spesifik dengan dan untuk klien. Mintalah kedewasaan mereka, bukan sikap regresinya
•Klien sering bingung dan memiliki fokus pikir yang sempit-hadapkan pada hal-hal realita
•Jangan mengecilkan keseriusan klien dalam usaha bunuh diri
•Jangan pernah setuju untuk merahasiakan rencana bunuh diri
•Bantulah klien melewati masa berduka dan kehilangan
•Jangan memberi alasan untuk membenarkan gejala-gejala yang dialami klien
•Potensi untuk bunuh diri dapat berubah dengan cepat. Nilailah kembali kondisi pikiran klien dengan sering
•Gunakan sumber daya dari komunitas
•Jangan kehilangan kontak dengan klien. Pantaulah dengan teliti selama musim liburan di rumah
•Bersikap aktif, tetapi tetap menuntut klien bertanggung jawab atas hidupnya
•Kembangkan ikatan terapeutik dengan klien
•Klien yang ingin bunuh diri biasanya bersikap ambivalen tentang kematian. Ungkapkan ambivalen tersebut-perlihatkan bukti-bukti bahwa mereka ingin hidup. Berikan harapan yang jelas. Buat rencana yang spesifik dengan dan untuk klien. Mintalah kedewasaan mereka, bukan sikap regresinya
•Klien sering bingung dan memiliki fokus pikir yang sempit-hadapkan pada hal-hal realita
•Jangan mengecilkan keseriusan klien dalam usaha bunuh diri
•Jangan pernah setuju untuk merahasiakan rencana bunuh diri
•Bantulah klien melewati masa berduka dan kehilangan
•Jangan memberi alasan untuk membenarkan gejala-gejala yang dialami klien
•Potensi untuk bunuh diri dapat berubah dengan cepat. Nilailah kembali kondisi pikiran klien dengan sering
•Gunakan sumber daya dari komunitas
•Jangan kehilangan kontak dengan klien. Pantaulah dengan teliti selama musim liburan di rumah
•Bersikap aktif, tetapi tetap menuntut klien bertanggung jawab atas hidupnya
PETUNJUK UMUM
(Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
(Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
•Berikan semua tindakan dengan sungguh-sungguh.
Evaluasi sebelum diberikan
•Katakan tentang bunuh diri secara terbuka dan langsung
•Berikan status kewaspadaan terhadap bunuh diri
•Teliti ruangan klien, khususnya jika pikiraan bunuh diri atau usaha bunuh diri terjadi setelah dirawat di RS
•Tempatkan klien pada tempat yang mudah diobservasi
•Pilih kamar yang dekat dengan kantor perawat
•Hati-hati jangan berperilaku yang membuat tidak aman
•Organisasikan rencana keperawatan bersama klien
•Jangan menjanjikan sesuatu yang tidak realistik
•Anjurkan klien melaksanakan aktifitas sehari-hari dan perawatan diri jika mungkin
•Putuskan bersama klien apakah anggota keluarga dan teman-temannya dapat kontak dengannya
•Siapkan persetujuan dengan anggota keluarga kemungkinan adanya bingung, marah atau kehilangan minat.
•Harapkan bahwa klien akan bekerja sama menerima dirinya
•Katakan tentang bunuh diri secara terbuka dan langsung
•Berikan status kewaspadaan terhadap bunuh diri
•Teliti ruangan klien, khususnya jika pikiraan bunuh diri atau usaha bunuh diri terjadi setelah dirawat di RS
•Tempatkan klien pada tempat yang mudah diobservasi
•Pilih kamar yang dekat dengan kantor perawat
•Hati-hati jangan berperilaku yang membuat tidak aman
•Organisasikan rencana keperawatan bersama klien
•Jangan menjanjikan sesuatu yang tidak realistik
•Anjurkan klien melaksanakan aktifitas sehari-hari dan perawatan diri jika mungkin
•Putuskan bersama klien apakah anggota keluarga dan teman-temannya dapat kontak dengannya
•Siapkan persetujuan dengan anggota keluarga kemungkinan adanya bingung, marah atau kehilangan minat.
•Harapkan bahwa klien akan bekerja sama menerima dirinya
PETUNJUK UMUM UNTUK DEPARTEMEN EMERGENSI
•38% klien di departemen emergency psikiatri
beresiko bunuh diri.
•Klien membutuhkan tenaga profesional, bukan pendekatan hukuman
•Cegah klien tinggal sendiri atau berdekatan dengan benda-benda yang dapat digunakan untuk tindakan kekerasan (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
•Klien membutuhkan tenaga profesional, bukan pendekatan hukuman
•Cegah klien tinggal sendiri atau berdekatan dengan benda-benda yang dapat digunakan untuk tindakan kekerasan (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
PROTOKOL PENCEGAHAN BUNUH DIRI
•Basic Suicide Precautions
•Maximum Suicide Precautions
•Maximum Suicide Precautions
Basic Suicide Precautions (Kneisl; Wilson &
Trigoboff, 2004)
•Tempatkan klien di ruang terbuka kecuali jika
ditemani staf atau keluarga.
•Cek dimana klien berada dan pastikan aman tiap 15 menit
•Temani klien saat minum obat.
•Lihat barang-barang klien untuk yang potensial dapat melukai. Teliti kondisi klien, dan katakan untuk mendampingi klien saat klien bekerja.
•Cek seluruh bawaan pengunjung.
•Ijinkan klien memiliki peralatan makan, tapi pastikan apakah gelas atau alat lain ada yang hilang ketika mengumpulkannya.
•Ijinkan pengunjung & hubungan telepon kecuali jika klien tidak menghendaki.
•Cek bahwa pengunjung tidak meninggalkan barang-barang berbahya di ruangan.
•Jalankan protokol ini sampai dihentikan oleh psikiater.
•Informasikan pada klien alasan & detail aturan yang diterapkan. Penjelasan ini harus dibuat oleh dokter dan perawat serta dokumentasikan.
•Cek dimana klien berada dan pastikan aman tiap 15 menit
•Temani klien saat minum obat.
•Lihat barang-barang klien untuk yang potensial dapat melukai. Teliti kondisi klien, dan katakan untuk mendampingi klien saat klien bekerja.
•Cek seluruh bawaan pengunjung.
•Ijinkan klien memiliki peralatan makan, tapi pastikan apakah gelas atau alat lain ada yang hilang ketika mengumpulkannya.
•Ijinkan pengunjung & hubungan telepon kecuali jika klien tidak menghendaki.
•Cek bahwa pengunjung tidak meninggalkan barang-barang berbahya di ruangan.
•Jalankan protokol ini sampai dihentikan oleh psikiater.
•Informasikan pada klien alasan & detail aturan yang diterapkan. Penjelasan ini harus dibuat oleh dokter dan perawat serta dokumentasikan.
Maximum Suicide Precautions(Kneisl; Wilson &
Trigoboff, 2004)
•Berikan supervisi 1 : 1.perawat harus tetap berada
di ruangan dalam jangkauan klien setiap saat. Ketika klien menggunakan kamar
mandi, pintunya harus terbuka. Seorang staf harus duduk disamping tempat tidur
klien pada malam hari.
•Jangan ijinkan klien untuk ditinggal pada pelaksanaan tes atau pelaksanaan tindakan.
•Lihat dengan seksama barang bawaan klien dan amankan barang-barang yang membahayakan, seperti pil, korek api, sabuk, tali sepatu, BH/kutang, pisau cukur/silet, jepitan, cermin taua benda dari kaca (bola lampu pijar), kawat/kabel, benda-benda kecil.
•Jika aturan ini diterapkan setelah klien dirawat dalam tempo yang lama, selidikilah dengan seksama kondisi ruangannya.
•Cek pengunjung jangan sampai meninggalkan benda-benda berbahaya di ruangan.
•Layani kebutuhan makan klien dalam tempat makan isolasi yang terbuat dari bahan bukan kaca atau logam.
•Utamakan penjelasan pada klien apakah dia boleh melakukan sesuatu serta alasannya. Dokumentasikan.
•Jangan menghentikan aturan ini tanpa saran dari psikiater
•Jangan ijinkan klien untuk ditinggal pada pelaksanaan tes atau pelaksanaan tindakan.
•Lihat dengan seksama barang bawaan klien dan amankan barang-barang yang membahayakan, seperti pil, korek api, sabuk, tali sepatu, BH/kutang, pisau cukur/silet, jepitan, cermin taua benda dari kaca (bola lampu pijar), kawat/kabel, benda-benda kecil.
•Jika aturan ini diterapkan setelah klien dirawat dalam tempo yang lama, selidikilah dengan seksama kondisi ruangannya.
•Cek pengunjung jangan sampai meninggalkan benda-benda berbahaya di ruangan.
•Layani kebutuhan makan klien dalam tempat makan isolasi yang terbuat dari bahan bukan kaca atau logam.
•Utamakan penjelasan pada klien apakah dia boleh melakukan sesuatu serta alasannya. Dokumentasikan.
•Jangan menghentikan aturan ini tanpa saran dari psikiater
IDENTIFIKASI HASIL DAN HASIL
•Mengungkapkan pikiran melukai diri
•Mengakui bahwa telah berperilaku melukai diri jika hal itu terjadi
•Mampu mengidentifikasi pemicu masalah pribadi
•Belajar untuk mengidentifikasi dan mentoleransi perasaan tidak nyaman
•Memilih alternatif yang tidak melukai diri
•Berusaha mengidentifikasi stressor
•Kooperatif dengan intervensi untuk menghilangkan pikiran bunuh diri dan kontrol perilaku (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
•Mengakui bahwa telah berperilaku melukai diri jika hal itu terjadi
•Mampu mengidentifikasi pemicu masalah pribadi
•Belajar untuk mengidentifikasi dan mentoleransi perasaan tidak nyaman
•Memilih alternatif yang tidak melukai diri
•Berusaha mengidentifikasi stressor
•Kooperatif dengan intervensi untuk menghilangkan pikiran bunuh diri dan kontrol perilaku (Kneisl; Wilson & Trigoboff, 2004)
PERCOBAAN
BUNUH DIRI
(PERILAKU
MERUSAK DIRI)
Pendahuluan
Bunuh diri, Tindakan merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan.
Ratio kejadiaan antara pria dan wanita = 3 : 1 ( ss, 1995 ).Menurut Stuart & Sandeen ( 1995 ) penyebab bunuh diri :
• Perceraian * Pengangguran * Isolasi sosial
Menurut Tishler’s ( 1991 ). Motivasi remaja mencoba bunuh diri
• Masalah dengan Orang tua ( 51 % )
• Masalah dengan lawan jenis ( 30 % )
• Masalah sekolah ( 30 % )
Dalam hidup, orang berhadapan dengan banyak risiko dan harus mengambil risiko yang sesuai dengan pertimbangannya. Kadang pilihannya rasional, kadang tidak rasional. Merusak diri atau bunuh diri merupakan pilihan yang tidak rasional.
Bunuh diri merupakan kedaruratan → Kecemasan yang tinggi & koping yang mal daptif.
Situasi gawat pada bunuh diri → saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana spesifik.
TINGKAH LAKU BUNUH DIRI
Rentang sehat – sakit pada bunuh diri :
RESPON ADAPTIF RESPON MALADAPTIF
Peningkatan/ pengambilan Perilaku merusak suicide
Pencapaian diri resiko dari pertumbuhan diri tidak langsung
Harapan Putus harapan
Yakin Tak berdaya
Percaya Putus asa
Inspirasi Gagal & kehilangan
Tetap hati Ragu – ragu
Beck, Dkk ( 1984 ) Sedih & Deprisi
Bunuh diri
Ketidak berdayaan, keputusasan, apatis
• Tidak berhasil memecahkan masalah → lari dari masalah.
• Merasa tak mampu, seolah – olah koping yang biasa tidak berguna
• Tidak mampu mengembangkan koping yang baru
• Keyakinan tidak ada yang dapat membantu
Kehilangan, Ragu – ragu
• Cita – cita terlalu tinggi dan tidak realistis
• Kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perpisahan, perceraiaan.
• Kegagalan, kekecewaan & rendah diri → Bunuh diri
Depresi
• Dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan
• Ditandai oleh kesedihan dan rendah diri
• Bunuh diri → saat individu keluar dari depresi berat
Bunuh diri
• Tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan
• koping terakhir untuk memecahkan masalah yang dihadapi
Pernyataan yang salah tentang percobaan bunuh diri
1. Ancaman bunuh diri → hanya untuk mencari perhatian → tidak perlu di tanggapi serius.
2. Bunuh diri tak memberi tanda.
3. Berbahaya membicarakan pikiran bunuh diri klien.
4. Kecendrungan bunuh diri adalah keturunan.
Jenis merusak diri
a. Langsung
- Perkataan, perilaku, ide, dan usaha mengakhiri hidup aktif dilakukan. Individu sadar hasil dari tindakannya dan sadar akan kematian yang dihadapinya.
b. Tidak langsung
- Aktif merusak kesehatan tubuhnya sehingga pada akhirnya kematian datang. Individu tidak menyadari perilakuya dan mungkin meenyangkal bila dikonfrontasi. Misalnya : pecandu rokok, obat, anoreksia nervosa, bulimia
Pengkajian
• Dibutuhkan observasi melekat dan keterampilan mendengar untuk mendeteksi tanda dan rencana spesifik.
Faktor Predisposisi
Merusak diri tidak langsung :
- Tindakan yang sudah lama dan berulang kali dilakukan
- Ketidak patuhan pada program pengobatan
- Kelainan pola makan : anoreksia nervosa, bulimia, makan banyak
Merusak diri secara langsung
- Langsung menembak diri, gantung diri, potong nadi, atau tampak seperti kecelakaan tapi setelah diatopsi ternyata karena bunuh diri.
Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:
1. Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: “Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”
Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri yang menggambarkan harga diri rendah
2. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan rencana bunuh dirinya.
3. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
Faktor pencetus / stressor pencetus.
• Setiap kejadian bisa menjadi faktor pencetus, perilaku merusak diri dilakukan karena ingin lepas dari perasaan tidak nyaman, tidak mampu bertoleransi lagi dan adanya kecemasan.
A. Stresor yang tidak langsung berhubungan dengan perilaku merusak diri
• Stresor fisiologis
Karena peningkatan dopamin ( menyebabkan menurunnya nafsu makan). Sering terjadi pada anoreksia nervosa
• Stresor psikologis
- Despair (Kesedihan yang mendalam). Situasi dimana individu mencoba memecahkan masalah yang berat tapi tidak menemukan jalan keluar)
- Gangguan emosional, misalnya pada remaja yang tidak bisa menerima perubahan dirinya, harga diri rendah, depresi
- Kehilangan kontrol terhadap dirinya atau lingkungan
• Stresor sosial kultural
- Keinginan berbadan langsing, penyesuaian terhadap peran dan perilaku sesuai dengan kemajuan zaman.
- penyakit kronis, karena perilaku disesuaikan dengan kondisi dan aturan
B Stresor yang langsung berhubungan dengan perilaku merusak diri
• Stresor fisiologis
Karena gangguan mental organik, psikosis, pemakaian obat halusinogen, skizoferenia. Rendahnya kadar serotonin dalam tubuh.
• Stresor psikologis
- Kemarahan yang terpendam sehingga mengarahkan kepada dirinya.
- Merusak dirinya juga bermaksud untuk menunjukkan kemarahan kepada orang lain
• Stresor sosial kultural
- penyakit kronis yang meimbulkan kecacatan, nyeri, atau penyakit terminal.
- Adanya motivasi individu.
Urutan motivasi tingkah laku bunuh diri (Durkheim )
a. Bunuh diri egoistik.
Individu merasa bukan bagian dari masyarakat lagi. Individu merasa kesepian, tidak ada dukungan dari lingkungan
b. Bunuh diri Altruistik
Karena kepatuhan pada adat, kebiasaan, ajaran.
Misalnya : hari kiamat jatuh pada tanggal itu.
c. Bunuh diri Anomik.
Dilakukan oleh organisasi yang luas (antar Negara). Karena masyarakat tidak bisa mengatur orang-orang, misalnya bunuh diri dilakukan sendiri-sendiri, waktunya tidak jauh berbeda, dengan cara yang sama.
Perilaku
Merusak diri tidak langsung :
Ciri – ciri : 1. progresif dan merusak kesejahteraan individu 2. Individu menyadari bahwa perilakunya berisiko. 3. Menyangkal bahwa perilakunya menyebabkan orang lain menderita.
Misal : Kelainan pola makan, ketidakpatuhan pada program pengobatan, pencideraan diri (stres ; tusuk-tusuk tangan dengan jarum),
Merusak diri secara langsung :
1. Gerakan tubuh menunjukan usaha bunuh diri
2. Memberi pesan-pesan atau kata-kata perpisahan
3. Aktif mencoba
4. Bunuh diri
Mekanisme koping
- Pengrusakan diri : Denial
- Koping yang menonjol : Rasionalisasi, Intelektualisasi & regresi
Alat yang dipakai untuk mengkaji ;
a. Menurut hatton,Valente dan Rink,1977
b. Sirs ( Suicidal intention rating scale )
0 = Tidak ada ide yang lalu & sekarang
1 = Ada ide, tak ada percobaan, tidak merncanakan
2 = Memikirkan dengan aktif, tidak ada percobaan.
3 = Mengancam
4 = Aktif mencoba
Stuart dan Sundeen ( 1987 ), Faktor resiko bunuh diri :
Faktor Risiko Tinggi Risiko rendah
Umur 45 thn/ remaja 25-45 atau 12 thn
Kelamin laki-laki perempuan
status cerai, pisah, duda kawin
Jabatan profesional pekerja kasar
Peny, fisik kronis, terminal tidak serius
ggm mental depresi, halusinasi ggn kepribadian
Faktor – faktor dalam pengkajian klien merusak diri
a. Pengkajian lingkungan upaya bunuh diri b. Petunjuk gejala
c. Penyakit psikiatrik d. Riwayat Keluarga
Faktor penyebab
a. Kegagalan adaptasi b. Perasaan terisolasi
c. Perasaan marah / bermusuhan d. Cara untuk mengakhiri keputusan
e. Tangisan minta tolong
Faktor penyebabnya ada 5 Faktor :
a. Gangguan jiwa → Gangguan. afektif, Penyalahan gunaan zat * Skizotren.
b. Sifat kepribadiaan → Rasa bermusuhan, Implusif * depresi.
c. Lingkungan psikosial → Kehilangan, perceraian, Dukungan tidak ada.
d. Riwayat keluarga → Pernah melakukan bunuh diri.
e. Faktor Boikimia → Secara serotogenik, opiatergik * dopominergik menjadi media proses yang dapat menimbulkan perilaku pengrusak diri.
Menurut Halton, valente dan Rink, 1977 ( dikutip oleh Shiver, 1986 )
No. Perilaku / Gejala Intensitas Risiko
Rendah Sedang Tinggi
01. Cemas Rendah Sedang Tinggi atau panik
02. Depresi Rendah Sedang Berat
03 Isolasi menarik diri Perasaan depresi yang samar tidak menarik diri Perasaan tidak berdaya, putus asa manarik diri Tidak berdaya
04 Fungsi sehari – hari Umumnya baik pada semua aktifitas Baik pada beberapa aktifitas Tidak baik pada semua aktivitas
05 Sumber – sumber Beberapa Sedikit Kurang
06 Strategi koping Umumnya konstruktif Sebagaian Konstruktif Sebagian besar Destruktur
07 Orang penting / dekat Beberapa Sedikit atau hanya satu -
08 Pelayanan psikiater yang lalu Tidak, sikap positif Ya, umumnya memuaskan Bersikap negatif terhadap pertolongan
09 Pola hidup Stabil Sedang ( stabil – tidak stabil ) Tidak stabil
10 Pemakai alkohol dan obat Tidak sering Sering Terus menerus
11 Percobaan bunuh diri sebelumnya Tidak, atau yang tidak fatal Dari tidak sampai dengan cara yang aga fatal Dari tidak sampai berbagai cara yang fatal
12 Disortersasi dan disorganisasi Tidak ada Sedikit Jelas atau ada
13 Bermusuhan Tidak atau sedikit Beberapa Jelas atau tidak
14 Rencana bunuh diri Samar, kadang – kadang ada pikiran, tidak ada rencana Sering dipikirkan kadang – kadang ada ide untuk merencanakan Sering dann konstan dipikirkan dengan rencana yang spesifik
Cook dan Fontaine ( 1987 ), faktor penyebab tambahan :
a. Anak b. Remaja c. Mahasiswa d. Usia lanjut
Masalah keperawatan
1. Risiko bunuh diri
2. Keputus asan
3. Ketidak berdayaan
4. Gangguan konsep diri : HDR
5. Gangguan konsep diri : Gangguan citra tubuh.
6. Kecemasaan.
7. Berduka disfungsional
8. Koping individu tak efektif.
9. Penatalaksanaan regimen therapeutik in efektif
10. Koping keluarga tak efektif : Ketidakmampuan.
Diagnosa medis yang berhubungan :
- Anoreksi Nervosa
- Bulimia
- Bipolan Disorder : - Manik Keinginan untuk bunuh diri®- depresi ( mood tidak stabil ), - Tidak Bisa dikontrol
- Depresi Mayor
Ada 5 gejala yang timbul setiap hari selama 2 minggu yaitu :
- Mood depresi, kehilangan minat & kesenangan.
- Berat badan turun, insomnia, hipersomnia, gangguan psokomotur,
kelelahan, merasa tidak berharga atau bersalah, tidak mampu
berpikir, sering ingin mati.
Perencanaan.
Tujuan :
1. Mencegah menyakiti diri sendiri.
2. Meningkat harga diri klien
3. Menggali masalah dalam diri klien.
4. Mengajarkan koping yang sehat.
Intervensi
Perawat harus menyadari responsnya terhadap suicide supaya bersikap obyektif.®
I. Proteksi (mencegah menyakiti diri)
Mengatakan kepada klien bahwa tim kesehatan akan mencegah klien suicide.®1. Verbal
2. Nonverbal : Menghilangkan benda – benda berbahaya seperti : Ikat pinggang, benda tajam.
3. Observasi Perilaku (Mencegah klien melukai dirinya)
4. Perhatikan verbal & nonverbal klien.
5. Ditempatkan ditempat aman, bukan diisolasi dan semua tindakan dijelaskan
6. Pengawasan selama 24 jam (Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman)
7. Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat
8. Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
9. Intervensi krisis klien
tetap waspada.®10. Kadang – kadang klien merasa baik, dan berhenti tapi karena kambuh lagi
Pada klien yang anoreksia & bulimia, awasi klien pada saat makan, biar banyak yang dimakan.
2. Meningkatkan harga diri
- Setiap kegiatan / prilaku positif segera dipuji.
- Menghilangkan rasa bersalah & menyalahkan
- Sediakan waktu untuk klien sehingga klien merasa dirinya penting
- Bantu untuk mengekspresikan perasaan positif/negatif, beri reinforcement
- Identifikasi sumber kepuasan dan rencana aktivitas yang cepat berhasil
- Dorong klien menuliskan hasil yang telah dicapai
3. Menguatkan koping yang sehat.
Membuat klien bertanggung jawab terhadap perilakunya
a. Modifikasi Prilaku
dibutuhkan dengan prilaku yg respon sif.
Misal : Pada anoreksia
- Boleh dikunjungi keluarga bila berat badan naik ½ Kg.
- Bila tidak mau makan, pasang NGT.
4. Eksplorasi perasaan.
Tujuan membuat klien memahami proses penyakitnya/ masalahnya.
- Mengeksplorisasi faktor predisposisi & pencetus.
- Mengikuti terapi kelompok.
- Mengarah pada masalahnya.
Misal : Klien marah, belajar marah konstruktif.
5. Mengatur batasan dan kontrol
- Membuat daftar perilaku yang mesti diubah / dikontrol.
- Dibuat berstruktur dan batasan yang jelas
Misal : Dalam 2 hari ini tidak ada usaha meerusak diri.
6. Mengarahkan dukungan sosial.
Karena Klien tidak punya sumberdaya internal dan eksternal, maka :
- Melibatkan keluarga & teman.
- Mengajarkan tentang pola – pola suicide & cara mengatasinya.
- Keluarga mencurahkan perasaan dan membuat rencana masa depan.
- Kalau perlu terapi keluarga.
- Buat pusat penanganan krisis.
7. Pendidikan mental
- Pendidikan gizi bagi A. Nervosa dan bulimia.
- Pentingnya patuh pada prigram pengobatan.
- Penyakit kronis yand diderita.
Perawatan selama di rumah sakit
Ancaman/percobaan bunuh diri dengan diagnosa keperawatan : Risiko Bunuh Diri
1. Tindakan keperawatan untuk pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan : Pasien tetap aman dan selamat
b. Tindakan : Melindungi pasien
Untuk melindungi pasien yang mengancam atau mencoba bunuh diri, maka saudara dapat melakukan tindakan berikut:
1) Menemani pasien terus-menerus sampai dia dapat dipindahkan ketempat yang aman
2) Menjauhkan semua benda yang berbahaya (misalnya pisau, silet, gelas, tali pinggang)
3) Memeriksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien mendapatkan obat
4) Dengan lembut menjelaskan pada pasien bahwa saudara akan melindungi pasien sampai tidak ada keinginan bunuh diri
SP 1 Pasien: Percakapan untuk melindungi pasien dari percobaan bunuh diri
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien percobaan bunuh diri
a. Tujuan: Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri
b. Tindakan:
1) Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah meninggalkan pasien sendirian
2) Menganjurkan keluarga untuk membantu perawat menjauhi barang-barang berbahaya disekitar pasien
3) Mendiskusikan dengan keluarga perlunya melibatkan pasien agar tidak sering melamun sendiri
4) Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur
SP 1 Keluarga: Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang
mencoba bunuh diri
Isyarat Bunuh Diri dengan diagnosa harga diri rendah diri
1. Tindakan keperawatan untuk pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan:
1) Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya
2) Pasien dapat mengungkapkan perasaanya
3) Pasien dapat meningkatkan harga dirinya
4) Pasien dapat menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik
b.Tindakan keperawatan
1) Mendiskusikan tentang cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta bantuan dari keluarga atau teman.
2) Meningkatkan harga diri pasien, dengan cara:
a) Memberi kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
b) Berikan pujian bila pasien dapat mengatakan perasaan yang positif.
c) Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting
d) Membicarakan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien
e) Merencanakan aktifitas yang dapat pasien lakukan
3) Meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah, dengan cara:
a) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalahnya
b) Mendiskusikan dengan pasien efektifitas masing-masing cara penyelesaian masalah
c) Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesaikan masalah yang lebih baik
SP 2 Pasien: Percakapan melindungi pasien dari isyarat bunuh diri
SP 3 Pasien: Berikut ini percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri
2. Tindakan keperawatan untuk keluarga dengan pasien isyarat bunuh diri
a. Tujuan : keluarga mampu merawat pasien dengan risiko bunuh diri.
b. Tindakan keperawatan:
1) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
1) Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang penah muncul pada pasien.
2) Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien berisiko bunuh diri.
2) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri
a) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala bunuh diri.
b) Menjelaskan tentang cara-cara melindungi pasien, antara lain:
(1) Memberikan tempat yang aman. Menempatkan pasien di tempat yang mudah diawasi, jangan biarkan pasien mengunci diri di kamarnya atau jangan meninggalkan pasien sendirian di rumah
(2) Menjauhkan barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri. Jauhkan pasien dari barang-barang yang bisa digunakan untuk bunuh diri, seperti: tali, bahan bakar minyak / bensin, api, pisau atau benda tajam lainnya, zat yang berbahaya seperti obat nyamuk atau racun serangga.
(3) Selalu mengadakan pengawasan dan meningkatkan pengawasan apabila tanda dan gejala bunuh diri meningkat. Jangan pernah melonggarkan pengawasan, walaupun pasien tidak menunjukan tanda dan gejala untuk bunuh diri.
c) Menganjurkan keluarga untuk melaksanakan cara tersebut di atas.
3) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan apabila pasien melakukan percobaan bunuh diri, antara lain:
a) Mencari bantuan pada tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan upaya bunuh diri tersebut
b) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan medis
4) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi pasien
a) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan
b) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/kontrol secara teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
c) Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima benar yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara penggunakannya, benar waktu penggunaannya
SP 2 Keluarga: Percakapan untuk mengajarkan keluarga tentang cara merawat
anggota keluarga berisiko bunuh diri. (isyarat bunuh diri)
SP 3 Keluarga: Melatih keluarga cara merawat pasien risiko bunuh diri/isyarat bunuh diri
SP 4 Keluarga : Membuat perencanaan Pulang bersama keluarga dengan pasien risiko bunuh diri
Ringkasan tindakan keperawatan untuk pasien berisiko bunuh diri
berdasarkan perilaku bunuh diri yang ditampilkan
Tiga macam perilaku bunuh diri
Tindakan keperawatan untuk pasien Tindakan keperawatan untuk keluarga
1. Isyarat bunuh diri Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri
Meningkatkan harga diri pasien
Meningkatkan kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalah Melakukan pendidikan kesehatan tentang cara merawat anggota keluarga yang ingin bunuh diri
2. Ancaman bunuh diri
3. Percobaan bunuh diri Melindungi pasien Melibatkan keluarga untuk mengawasi pasien secara ketat
Evaluasi
- Perhatikan hari – demi hari.
- Libatkan klien dalam mengevaluasi prilakunya.
1. Apakah ancaman suicide sudah menghilang ?
2. Apakah perilaku menunjukkan kepedulian pada kegiatan sehari-hari ?
3. Apakah sumber koping sudah dipakai semua ?
4. Apakah klien sudah dapat menggambarkan dirinya dengan positif ?
5. Apakah sudah memakai koping positif ?
6. Apakah klien terlibat dalam aktivitas meningkatkan diri ?
7. Apakah klien sudah mendapat keyakinan untuk pertumbuhan diri ?
BUNUH DIRI PADA KLIEN GANGGUAN JIWA
FAKTOR-FAKTOR
RISIKO PERILAKU MENCEDERAI DIRI: BUNUH DIRI PADA KLIEN GANGGUAN JIWA DI RUMAH
SAKIT JIWA
LATAR BELAKANG
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998). Alasan individu mengakhiri kehidupan adalah: 1) kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, 2) perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, 3) perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, 4) cara untuk mengakhiri keputusasaan, 5) tangisan minta tolong. Selain itu adanya stigma masyarakat bahwa kecendrungan bunuh diri adalah karena keturunan (Keliat, 1993). Dimana individu tersebut oleh masyarakat sudah dicap dan tidak perlu ditolong. Penyebab perilaku bunuh diri pada individu gangguan jiwa karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993).
Penelitian Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit individu yang mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998). Dan lebih dari 90% orang dewasa dengan gangguan jiwa mengakhiri hidup dengan bunuh diri (Stuart dan Sundeen, 1995).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000 penduduk (Panggabean, 2003). Sedangkan penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa percobaan bunuh diri di Unit Gawat Darurat RS Sanglah Bali pada individu gangguan jiwa terbanyak adalah dewasa muda, wanita dan alat yang digunakan untuk usaha bunuh diri adalah zat pembasmi serangga (http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).
RS X merupakan rumah sakit jiwa yang merupakan rumah sakit rujukan jiwa tingkat nasional. Hasil studi dokumentasi ditemukan bahwa belum ada dokumentasi tentang faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa. Sedangkan hasil wawancara didapatkan bahwa belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di RS Jiwa X.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguraikan faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode) klien gangguan jiwa
2. Mengidentifikasi diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) klien gangguan jiwa
3. Mengidentifikasi riwayat keluarga dan (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga) klien gangguan jiwa
Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di RS Jiwa X ?
BAHAN DAN CARA KERJA
Kerangka Penelitian
Faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa merupakan variabel yang diukur meliputi: 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga), 3) diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998; Rawlin dan Heacock, 1993). Sedangkan data dasar diambil adalah klien yang dirawat di RS Jiwa yaitu : pernah melakukan percobaan bunuh diri di rumah dan berisiko berulang melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri di RS Jiwa.
Rancangan Penelitian
Penelitian adalah penelitian survei dengan metode kuantitatif, menggunakan rancangan cross sectional (Creswell, 1994).
Populasi dan Sampel
Populasi total adalah semua klien gangguan jiwa baik laki-laki dan perempuan dengan perilaku mencederai diri: bunuh diri yang dirawat di ruang rawat Inap RS Jiwa X sebanyak 27 orang (Maret s/d Juni 2004), dengan kriteria: 1) ada riwayat pernah melakukan percobaan bunuh diri di rumah, 2) mampu berkomunikasi, 3) tidak sedang mengalami halusinasi dan perilaku kekerasan saat dilakukan penelitian, 4) usia ≥ 20 tahun, 5) mendapatkan terapi pengobatan medis yang sama (CPZ, HLP, THP), dan 6) diagnosa medis: Skizofrenia dan Psikosis.
Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang meliputi data primer dan data sekunder yang dibuat peneliti sendiri, terdiri dari 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga), 3) diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998).
Pengolahan dan Analisis data
Pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan komputer melalui tahapan editing, coding, entri dan cleaning. Setelah data siap dilanjutkan dengan analisis univariat untuk mengidentifikasi masing-masing variabel dengan bentuk tampilan distribusi frekuensi.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian terhadap 27 klien gangguan jiwa di RS Jiwa X disajikan sesuai dengan tujuan penelitian.
A. Psikososial dan Klinik
Tabel 1.
Distribusi Responden menurut Psikososial dan Klinik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X
(n = 27)
Hampir sama jumlah responden penelitian ini yang laki-laki mapun perempuan, namun lebih banyak klien berusia < 30 tahun (66,7%) dibandingkan berusia > 30 tahun (33,3%). Sebagian besar responden adalah 51,9% berpendidikan SMU, 77,8% belum menikah, 40,7% suku Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu sebanyak: 5 orang membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke sumur; 1 orang menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan peniti.
B. Diagnostik
Tabel 2 menunjukkan lebih banyak klien gangguan jiwa dengan diagnosa medis Skizofrenia (92,6%) dan terapi pengobatan yang didapatkan klien adalah clorpromazine, haloperidol dan triheksilfenidil (81,5%).
Tabel 2.
Distribusi Responden menurut Diagnostik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)
C. Riwayat
Sebagian besar responden yang dirawat di RS Jiwa X berisiko berulang melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri adalah sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak < 3 kali (81,5%). Namun berdasarkan riwayat keluarga bahwa tidak ada anggota keluarga yang melakukan bunuh diri sama dengan responden (92,6%), tapi hanya 7,4% keluarga yang melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri dengan menggunakan metode bunuh diri yaitu membenturkan kepala (hubungan dengan klien/ responden adalah 1 orang ibu dan 1 orang adik).
Tabel 3.
Distribusi Responden menurut Riwayat Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)
PEMBAHASAN
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993). Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).
Penelitian yang dilakukan oleh Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit individu yang mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998). Dimana faktor risiko penyebab perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa meliputi: 1) psikososial dan klinik 2) riwayat 3) diagnostik (Stuart dan Sundeen, 1995; Stuart dan Laraia, 1998).
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS Jiwa X tahun 2004 tentang faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa adalah: 1) psikososial dan klinik klien gangguan jiwa sebagian besar (66,7%) berusia < 30 tahun, jenis kelamin hampir sama untuk laki-laki dan perempuan, pendidikan SMU/sederajat, 77,8% belum menikah, 40,7% suku Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu sebanyak: 5 orang membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke sumur; 1 orang menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan peniti; 2) diagnostik klien gangguan jiwa adalah sebagian besar (92,6%) diagnosa medis Skizofrenia; dan 3) riwayat klien gangguan jiwa sebagian besar (81,5%) percobaan bunuh diri yang pernah dilakukan sebanyak < 3 kali, dan 92,6% tidak ada anggota keluarga yang pernah melakukan percobaan bunuh diri. Tetapi sebagian kecil metode yang dilakukan untuk bunuh diri pada keluarga adalah membenturkan kepala sebanyak 2 orang (7,4%) yaitu 1 orang ibu dan 1 orang adik.
Penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa dari 104 kasus klien gangguan jiwa (31 orang laki-laki dan 73 orang perempuan) di Unit gawat darurat RSUP Sanglah Denpasar-Bali didapatkan terbanyak adalah golongan dewasa muda, pendidikan SLTP-SLTA, belum menikah, masalah hubungan interpersonal, dan keluarga sebagai faktor pencetus terbanyak. Sedangkan zat/alat (metode) yang digunakan untuk usaha bunuh diri obat pembasmi serangga (http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).
Jika melihat perbandingan hasil penelitian di RS Jiwa X (2004) dan Westa (1996) maka perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan sangat membahayakan dan berdampak pada produktivitas. Hal ini dapat dilihat dari cara atau metode yang digunakan dalam melakukan bunuh diri langsung dapat menyebabkan kematian dan ditemukannya usia yang produktif (< 30 tahun), masih berstatus pelajar serta belum menikah. Berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000 penduduk (Panggabean, 2003).
Untuk itu maka bunuh diri dalam ilmu keperawatan jiwa merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998). Alasan klien mengakhiri kehidupannya karena: 1) merasa gagal dalam beradaptasi dan tidak dapat menghadapi stress, 2) merasa terisolasi karena gagal berhubungan dengan orang lain, 3) perasaan marah/ bermusuhan 4) putus asa. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yaitu adanya cemas tinggi, tidak berdaya, kurang mampu melakukan ADL, tidak ada orang penting dekat, pernah melakukan percobaan bunuh diri.
Hal lain yang juga sangat mendukung tentang perilaku klien gangguan jiwa yang melakukan perilaku mencederai bunuh diri dari segi medis adalah berdasarkan DSM-III-R conditions bahwa diagnosis medis perilaku bunuh diri pada klien gangguan jiwa salah satunya skizofrenia (Rawlin dan Heacock, 1993). Murphy (1994) menyatakan bahwa pada klien gangguan jiwa sebagian besar adalah dengan diagnosis Skizofrenia (Stuart dan Sundeen, 1995).
KESIMPULAN
Sebagian besar faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri yaitu terjadi pada : 1) remaja dan dewasa muda; 2) laki-laki; 3) SMU; 4) belum menikah; 5) suku sunda; 6) metode yang digunakan untuk bunuh diri adalah minum obat serangga, membenturkan kepala, minum obat tidur, menceburkan ke sumur, menabrakkan diri ke jalan, membakar diri dan menelan peniti, 7) diagnostiknya adalah Skizofrenia. Percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh klien lebih dari 1 kali.
REKOMENDASI
q Perlunya kewaspadaan dan penanganan secara intensif pada klien perilaku mencederai diri: bunuh diri, yaitu perlindungan bagi klien (menjauhkan dari hal-hal/benda-benda yang memudahkan klien untuk bunuh diri)
q Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien bunuh diri.
q Perlunya pendekatan khusus pada klien bunuh diri, misalnya dengan membina hubungan saling percaya antara perawat dan klien sehingga klien mau menceritakan permasalahannya dan perawat dapat mencarikan jalan keluarnya
q Perlunya meningkatkan dukungan sosial seperti keluarga, teman dekat dan lain-lainnyanya
q Perlunya penyediaan hotline service, home care atau pelayanan 24 jam
q Perlunya penelitian lanjutan berupa penelitian kualitatif untuk mempertajam hasil penelitian yang telah dilakukan
LATAR BELAKANG
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998). Alasan individu mengakhiri kehidupan adalah: 1) kegagalan untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, 2) perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, 3) perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, 4) cara untuk mengakhiri keputusasaan, 5) tangisan minta tolong. Selain itu adanya stigma masyarakat bahwa kecendrungan bunuh diri adalah karena keturunan (Keliat, 1993). Dimana individu tersebut oleh masyarakat sudah dicap dan tidak perlu ditolong. Penyebab perilaku bunuh diri pada individu gangguan jiwa karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993).
Penelitian Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit individu yang mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998). Dan lebih dari 90% orang dewasa dengan gangguan jiwa mengakhiri hidup dengan bunuh diri (Stuart dan Sundeen, 1995).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000 penduduk (Panggabean, 2003). Sedangkan penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa percobaan bunuh diri di Unit Gawat Darurat RS Sanglah Bali pada individu gangguan jiwa terbanyak adalah dewasa muda, wanita dan alat yang digunakan untuk usaha bunuh diri adalah zat pembasmi serangga (http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).
RS X merupakan rumah sakit jiwa yang merupakan rumah sakit rujukan jiwa tingkat nasional. Hasil studi dokumentasi ditemukan bahwa belum ada dokumentasi tentang faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa. Sedangkan hasil wawancara didapatkan bahwa belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di RS Jiwa X.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menguraikan faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di rumah sakit jiwa.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode) klien gangguan jiwa
2. Mengidentifikasi diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) klien gangguan jiwa
3. Mengidentifikasi riwayat keluarga dan (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga) klien gangguan jiwa
Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa di RS Jiwa X ?
BAHAN DAN CARA KERJA
Kerangka Penelitian
Faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa merupakan variabel yang diukur meliputi: 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga), 3) diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998; Rawlin dan Heacock, 1993). Sedangkan data dasar diambil adalah klien yang dirawat di RS Jiwa yaitu : pernah melakukan percobaan bunuh diri di rumah dan berisiko berulang melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri di RS Jiwa.
Rancangan Penelitian
Penelitian adalah penelitian survei dengan metode kuantitatif, menggunakan rancangan cross sectional (Creswell, 1994).
Populasi dan Sampel
Populasi total adalah semua klien gangguan jiwa baik laki-laki dan perempuan dengan perilaku mencederai diri: bunuh diri yang dirawat di ruang rawat Inap RS Jiwa X sebanyak 27 orang (Maret s/d Juni 2004), dengan kriteria: 1) ada riwayat pernah melakukan percobaan bunuh diri di rumah, 2) mampu berkomunikasi, 3) tidak sedang mengalami halusinasi dan perilaku kekerasan saat dilakukan penelitian, 4) usia ≥ 20 tahun, 5) mendapatkan terapi pengobatan medis yang sama (CPZ, HLP, THP), dan 6) diagnosa medis: Skizofrenia dan Psikosis.
Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang meliputi data primer dan data sekunder yang dibuat peneliti sendiri, terdiri dari 1) psikososial dan klinik (usia, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan, suku bangsa, metode), 2) riwayat (percobaan bunuh diri, riwayat keluarga), 3) diagnostik (jenis/riwayat diagnosa medis, terapi pengobatan) (Stuart dan Sundeen, 1995; Townsend, 1996; Stuart dan Laraia, 1998).
Pengolahan dan Analisis data
Pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan komputer melalui tahapan editing, coding, entri dan cleaning. Setelah data siap dilanjutkan dengan analisis univariat untuk mengidentifikasi masing-masing variabel dengan bentuk tampilan distribusi frekuensi.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian terhadap 27 klien gangguan jiwa di RS Jiwa X disajikan sesuai dengan tujuan penelitian.
A. Psikososial dan Klinik
Tabel 1.
Distribusi Responden menurut Psikososial dan Klinik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X
(n = 27)
Hampir sama jumlah responden penelitian ini yang laki-laki mapun perempuan, namun lebih banyak klien berusia < 30 tahun (66,7%) dibandingkan berusia > 30 tahun (33,3%). Sebagian besar responden adalah 51,9% berpendidikan SMU, 77,8% belum menikah, 40,7% suku Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu sebanyak: 5 orang membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke sumur; 1 orang menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan peniti.
B. Diagnostik
Tabel 2 menunjukkan lebih banyak klien gangguan jiwa dengan diagnosa medis Skizofrenia (92,6%) dan terapi pengobatan yang didapatkan klien adalah clorpromazine, haloperidol dan triheksilfenidil (81,5%).
Tabel 2.
Distribusi Responden menurut Diagnostik Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)
C. Riwayat
Sebagian besar responden yang dirawat di RS Jiwa X berisiko berulang melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri adalah sudah pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak < 3 kali (81,5%). Namun berdasarkan riwayat keluarga bahwa tidak ada anggota keluarga yang melakukan bunuh diri sama dengan responden (92,6%), tapi hanya 7,4% keluarga yang melakukan perilaku mencederai diri: bunuh diri dengan menggunakan metode bunuh diri yaitu membenturkan kepala (hubungan dengan klien/ responden adalah 1 orang ibu dan 1 orang adik).
Tabel 3.
Distribusi Responden menurut Riwayat Klien Gangguan Jiwa di RS Jiwa X (n = 27)
PEMBAHASAN
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993). Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).
Penelitian yang dilakukan oleh Black dan Winokur (1990) bahwa lebih dari 90% tiap menit individu yang mengalami gangguan jiwa melakukan bunuh diri (Stuart dan Laraia, 1998). Dimana faktor risiko penyebab perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa meliputi: 1) psikososial dan klinik 2) riwayat 3) diagnostik (Stuart dan Sundeen, 1995; Stuart dan Laraia, 1998).
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di RS Jiwa X tahun 2004 tentang faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan jiwa adalah: 1) psikososial dan klinik klien gangguan jiwa sebagian besar (66,7%) berusia < 30 tahun, jenis kelamin hampir sama untuk laki-laki dan perempuan, pendidikan SMU/sederajat, 77,8% belum menikah, 40,7% suku Sunda dan 55,6 % metode yang digunakan adalah lain-lain yaitu sebanyak: 5 orang membenturkan kepala; 5 orang minum obat tidur; 2 orang menceburkan ke sumur; 1 orang menabrakkan diri ke jalan; 1 orang membakar diri dan 1 orang menelan peniti; 2) diagnostik klien gangguan jiwa adalah sebagian besar (92,6%) diagnosa medis Skizofrenia; dan 3) riwayat klien gangguan jiwa sebagian besar (81,5%) percobaan bunuh diri yang pernah dilakukan sebanyak < 3 kali, dan 92,6% tidak ada anggota keluarga yang pernah melakukan percobaan bunuh diri. Tetapi sebagian kecil metode yang dilakukan untuk bunuh diri pada keluarga adalah membenturkan kepala sebanyak 2 orang (7,4%) yaitu 1 orang ibu dan 1 orang adik.
Penelitian yang dilakukan Westa (1996) bahwa dari 104 kasus klien gangguan jiwa (31 orang laki-laki dan 73 orang perempuan) di Unit gawat darurat RSUP Sanglah Denpasar-Bali didapatkan terbanyak adalah golongan dewasa muda, pendidikan SLTP-SLTA, belum menikah, masalah hubungan interpersonal, dan keluarga sebagai faktor pencetus terbanyak. Sedangkan zat/alat (metode) yang digunakan untuk usaha bunuh diri obat pembasmi serangga (http://members.tripod.com/~cyberpsy/P13.htm).
Jika melihat perbandingan hasil penelitian di RS Jiwa X (2004) dan Westa (1996) maka perilaku mencederai diri: bunuh diri pada klien gangguan sangat membahayakan dan berdampak pada produktivitas. Hal ini dapat dilihat dari cara atau metode yang digunakan dalam melakukan bunuh diri langsung dapat menyebabkan kematian dan ditemukannya usia yang produktif (< 30 tahun), masih berstatus pelajar serta belum menikah. Berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995 bahwa 185 dari 1000 anggota rumah tangga mengalami gangguan jiwa dengan angka bunuh diri 1,6 sampai dengan 1,8 per 100.000 penduduk (Panggabean, 2003).
Untuk itu maka bunuh diri dalam ilmu keperawatan jiwa merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri kehidupannya (Stuart dan Laraia, 1998). Alasan klien mengakhiri kehidupannya karena: 1) merasa gagal dalam beradaptasi dan tidak dapat menghadapi stress, 2) merasa terisolasi karena gagal berhubungan dengan orang lain, 3) perasaan marah/ bermusuhan 4) putus asa. Hal ini didukung dengan hasil penelitian yaitu adanya cemas tinggi, tidak berdaya, kurang mampu melakukan ADL, tidak ada orang penting dekat, pernah melakukan percobaan bunuh diri.
Hal lain yang juga sangat mendukung tentang perilaku klien gangguan jiwa yang melakukan perilaku mencederai bunuh diri dari segi medis adalah berdasarkan DSM-III-R conditions bahwa diagnosis medis perilaku bunuh diri pada klien gangguan jiwa salah satunya skizofrenia (Rawlin dan Heacock, 1993). Murphy (1994) menyatakan bahwa pada klien gangguan jiwa sebagian besar adalah dengan diagnosis Skizofrenia (Stuart dan Sundeen, 1995).
KESIMPULAN
Sebagian besar faktor-faktor risiko perilaku mencederai diri: bunuh diri yaitu terjadi pada : 1) remaja dan dewasa muda; 2) laki-laki; 3) SMU; 4) belum menikah; 5) suku sunda; 6) metode yang digunakan untuk bunuh diri adalah minum obat serangga, membenturkan kepala, minum obat tidur, menceburkan ke sumur, menabrakkan diri ke jalan, membakar diri dan menelan peniti, 7) diagnostiknya adalah Skizofrenia. Percobaan bunuh diri yang dilakukan oleh klien lebih dari 1 kali.
REKOMENDASI
q Perlunya kewaspadaan dan penanganan secara intensif pada klien perilaku mencederai diri: bunuh diri, yaitu perlindungan bagi klien (menjauhkan dari hal-hal/benda-benda yang memudahkan klien untuk bunuh diri)
q Perlunya peningkatan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien bunuh diri.
q Perlunya pendekatan khusus pada klien bunuh diri, misalnya dengan membina hubungan saling percaya antara perawat dan klien sehingga klien mau menceritakan permasalahannya dan perawat dapat mencarikan jalan keluarnya
q Perlunya meningkatkan dukungan sosial seperti keluarga, teman dekat dan lain-lainnyanya
q Perlunya penyediaan hotline service, home care atau pelayanan 24 jam
q Perlunya penelitian lanjutan berupa penelitian kualitatif untuk mempertajam hasil penelitian yang telah dilakukan