Friday 8 June 2012

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA


BAB I
PENDAHALUAN



A.      Latar Belakang

Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatansecara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et al , 2007).

Komunikasi yang baik dalam konteks hubungan dokter dan pasien haruslah efektif, komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan pasien lanjut usia. Komunikasi yang efektif ini dapat mengikutsertakan partisipasi aktif pasien dalam pengambilan keputusan, hal ini membantu proses mengingat, berpengaruh terhadap ketaatan dan kepuasan pada pasien lanjut usia, yang selanjutnya juga berpengaruh terhadapemosional bahkan fisik pasien lanjut usia tersebut. Bentuk-bentuk komunikasi seperti itu seakan membangun hubungan yang berkelanjutan antara dokter dan pasien dan terlihat penting dalam penurunan hospitalisasi pada pasien lanjut usia (Stewart et al, 2000).

Komunikasi yang baik dengan pasien adalah kunci keberhasilan untuk masalah klinis, hubungan dokter – pasien yang lebih baik, dan keluaran perawatan kesehatan. Keberhasilan komunikasi memerlukan pendekatan efektif kepada pasien, kemampuan untuk mendengarkan dan mempersilahkan pasien untuk bercerita, serta cakap dalam melakukan investigasi untuk mengklarifikasi dan mendapatkan informasi yang penting.  Dokter seringkali kurang meluangkan waktunya pada masalah psikososial, dan pasien lanjut usia sering kali tidak memunculkan masalah ini karena menganggap hal tersebut sudah biasa dan tidak perlu dipermasalahkan. Disamping kompleksitas masalahnya, pasien lanjut usia menerima lebih sedikit edukasi dan konseling kesehatan daripada pasien yang lebih muda (Haug & Ory., 1987).

Tinjauan pustaka ini memaparkan beberapa kiat praktis untuk komunikasi yang efektif dalam membantu dokter mengoptimalkan waktu yang digunakan selama kunjungan rawat jalan maupun perawatan rawat inap pada pasien lanjut usia. Ditampilkan beberapa teknik umum untuk memperbaiki komunikasi dengan pasien lanjut usia serta strategi untuk membantu komunikasi dengan pasien yang mengalami kehilangan sensori atau kognitif atau pasien lanjut usia yang hadir dengan orang ketiga, baik oleh anggota keluarga ataupun perawatnya serta sebuah ilustrasi komunikasi dokter dengan pasien lanjut usia

B.       Tujuan
1.         Untuk mengetahui proses komunikasi yang tepat pada lansia
2.         Untuk meningkatkan kemampuan untuk membina hubungan interpersonal
3.         Untuk mengetahui fungsi dan kemampuan dalam berkomunikasi


 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.      Pengertian komunikasi terapeutik
Indrawati (2003), mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

Komunikasi terapeutik adalah hubungan kerja sama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, fikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim terapeutik (Stuart dan Sundeen)

B.       Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).

C.       Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia
1.         Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2.         Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3.         Pertahankan kontak mata dengan pasien
4.         Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif
5.         Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6.         Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana.
7.         Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8.         Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9.         Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10.     Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11.     Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup saat berinteraksi.
12.     Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13.     Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.
(adelman, et al 2000)

D.      Hambatan  Komunikasi terapeutik pada lansia
1.         Pasien dengan Defisit Sensorik 
Beberapa pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait denganusia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Penelitian mengindikasikan bahwa16% - 24% individu berusia lebih dari 65 tahun mengalami pengurangan pendengaran yangmempengaruhi komunikasi (Crews & Campbell, 2004 ; Mitchell, 2006)
Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, jumlah gangguan sensorik meningkat menjadi lebih dari 60% (Chia et al., 2006).
Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata.Sebagai contoh, jika anda berkata “Take the pill in the morning (Minumlah pil dipagi hari)”, pasien akan mendengar vokal dalam kata tetapi pasien dapat berpikir anda berkata “ Rake the hill in the morning  (Dakilah bukit dipagi hari)” (Fook & Morgan, 2000 ; Ross et al ., 2007).
Gangguan visual yang berhubungan dengan usia meliputi reduksi diameter pupil; lensamata menguning, yang mempersulit untuk membedakan warna dengan panjang gelombang pendek seperti lavender, biru, dan hijau; dan menurunkan elastisitas ciliary muscles, yang mengakibatkan penurunan akomodasi ketika bahan cetakan dipegang diberbagai jarak. Kebanyakan pasien lanjut usia mengalami penyakit mata yang menurunkan ketajaman penglihatan (mis. katarak, degenerasi macular, glaucoma, komplikasi ocular pada diabetes). Lebih dari 15% orang tua berusia lebih dari 70 tahun melaporkan penglihatannya yang buruk,dan 22% lagi melaporkan penglihatannya hanya cukup untuk jarak tertentu (Crews & Campbell,2004). Bagi mereka yang berusia diatas 80 tahun, 30% melaporkan penglihatannya yang terganggu (Chia et al., 2006).

2.           Pasien dengan Demensia
Amerika Serikat pada tahun 2008 diprediksi memiliki lebih kurang 5,2 juta penduduk  berusia lanjut yang diantaranya menderita beberapa bentuk demensia, dan jumlahnya diprediksiakan meningkat dua kali lipat pada 30 tahun yang akan datang (Hingle & Sherry, 2009).
Sebagai akibatnya, dokter dapat berharap untuk menemui lebih banyak pasien demensia dan pasien tersebut datang berkunjung ke dokter ditemani oleh anggota keluarga atau perawat nonformallain  (Vieder  et al .,2002).

(istilah caregiver  digunakan dari point ini untuk merujuk pada setiaporang yang menemani kunjungan yang merupakan informal caregiver ). Penilaian dan pengobatan pasien lanjut usia dengan demensia juga akan sangat membantu bila melibatkan caregiver (Roter, 2000).

Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi. Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”,dan “anda tahu”. Pada demensia parah, pasien dapat menggunakan jargon yang tidak dapat dipahami atau bisa hanya berdiam diri (Orange & Ryan,2000). Demensia memiliki efek yang merugikan pada penerimaan dan ekspresi komunikasi pasien. Sebagian besar pasien mengalami kehilangan memori dan mengalami kesulitan mengingat kejadian yang baru terjadi. Sebagian pasien demensia memiliki rentang konsentrasi yang sangat singkat dan sulit untuk tetap berada dalam satu topik tertentu (Miller, 2008).

Faktor yang paling kritis dalam berkomunikasi dengan pasien demensia adalah memantapkan hubungan perawatan sesegera mungkin. Diatas segalanya yang paling penting adalah merawat pasien dengan penuh martabat dan hormat. Ada kecenderungan untuk memperlakukan pasien demensia seperti anak-anak atau berbicara dengan mereka sepertinya mereka adalah anak-anak. Harus diingat bahwa pasien demensia kehilangan kemampuannya untuk berkomunikasi, bukan kehilangan kepandaiannya. Mereka adalah orang dewasa yanghidup produktif dan layak mendapatkan penghormatan. Pasien demensia juga sangat sensitif terhadap emosi orang lain. Pada umumnya pasien tersebut, lebih merespon kepada bagaimana cara seseorang  berbicara kepada mereka daripada apa yang sebetulnya dikatakan (Smith et al .,2006 ; Miller, 2008).

E.       Pendekatan untuk Berkomunikasi pada lansia

Ketika berkomunikasi dengan pasien lanjut usia dengan pendengaran yang berkurang, tataplah pasien sehingga pasien dapat membaca bibir dan menggunakan isyarat mata. Meminimalkan kebisingan, dan berbicara pelan, jelas, dan dalam nada yang normal. Berteriak akan menghambat komunikasi, mengubah nada berfrekuensi tinggi, dan mempersulit pasien untuk memahami kata-kata anda. Jika suara anda melengking, meredam lengkingan ketika anda berbicara dapat membantu pasien untuk mendengar anda dengan lebih baik. Ketika memberikan instruksi untuk medikasi, tes, atau pengobatan, hindarkan untuk bertanya kepada pasien apakahdia mengerti. Orang dengan gangguan pendengaran mungkin akan menjawab “ya” tanpa menyadari bahwa mereka belum mendengar apapun atau salah memahami beberapa informasi.Pendekatan yang lebih baik untuk mengecek pemahaman pasien adalah dengan meminta pasienuntuk mengulang instruksi (Adelman et al ., 2000). Akhirnya, karena pendengaran memburuk dikemudian hari,appointment yang lebih awal umumnya lebih baik (Veras & Mattos, 2007).

Jika tersedia, pengeras suara (alat portable yang memperkuat suara dokter dan memancarkannya ke headphones yang dipakai oleh pasien) diketahui sangat memudahkan komunikasi dengan pasien yang mengalami gangguan pendengaran (Fook & Morgan, 2000).

Ketika berkomunikasi dengan pasien dengan gangguan penglihatan, lingkungan klinik dapat diperbaiki dengan memperbanyak pencahayaan, menggunakan warna-warna kontras untuk membuat objek lebih jelas (mis. kerangka pintu, kursi yang berada dilantai klinik), dan menggunakan huruf yang besar serta berwarna kontras untuk setiap tanda. Setiap bahan dengan tulisan harus dicetak paling  tidak dengan huruf berukuran 14 diatas kertas berwarna. Direkomendasikan untuk menggunakan dua sumber cahaya, pencahayaan untuk latar belakang dan lampu tertutup (Roter, 2000)

Ketika membahas rencana pengobatan, ingatlah masalah keamanan potensial yaitu gangguan penglihatan. Sebagai contoh, pasien lanjut usia kadang-kadang akan meletakkan obatnya dalam satu wadah dan tergantung pada satu warna untuk mengenalinya. Ini dapatmenjadi masalah keamanan, karena banyak obat yang berwarna putih, biru muda, hijau muda,yang akan terlihat berwarna abu-abu oleh mata yang telah menua. Warna merah, oranye, dan kuning paling baik dilihat dan dapat digabungkan kedalam perawatan. Pada contoh lain, pasienyang mengalami kesulitan memastikan dosis insulin dapat diinstruksikan untuk ditempatkan pada warna merah diatas meja, yang akan mempermudahnya untuk melihat jarum dan vial.

Kertas kontak berwarna merah dapat dibalutkan pada pegangan untuk berjalan, tongkat atau tabung oksigen untuk membantu pasien lanjut usia untuk mengambilnya (Adelman et al ., 2000).

Sebagai akibatnya, sangat penting untuk mendekati pasien dengan cara yang tenang danmenyenangkan. Pasien demensia sangat bergantung pada komunikasi nonverbal, maka pentinguntuk tidak membiarkan bahasa tubuh anda memberikan kesan bahwa anda sedang tergesa-gesa (Orange, 2000 ; Smith et al ., 2006).

Saat memasuki ruangan pemeriksaan, anda sebaiknya langsung mengarah ke pasiendengan tenang, menjaga kontak mata dan menampilkan ekspresi yang bersahabat. Pergunakan nada suara yang tenang dan lembut sembari menyentuh bahu pasien dengan lembut akan menunjukkan anda peduli dan ingin berbagi. Anda harus memperkenalkan diri, walaupun anda telah mengenal pasien ini cukup lama. Akan cukup efektif bila anda menghabiskan beberapa menit untuk mengobrol dan mengingatkan pasien pada keadaan sosialnya. Proses mengingatkan ini merupakan tehnik komunikasi yang cukup efektif pada pasien demensia, karena hal ini akan membangkitkan memori jangka panjang mereka, membuat kilas balik masa lalu, saat ini dan masa akan datang dalam pikiran mereka serta mengurangi ketegangan (Puentes, 1998).




BAB III
PEMBAHASAN



Terdapat banyak bukti bahwa kesehatan yang optimal pada pasien lanjut usia tidak hanya bergantung pada kebutuhan biomedis akan tetapi juga tergantung dari perhatian terhadap keadaan sosial, ekonomi, kultural dan psikologis pasien tersebut. Walaupun pelayanan kesehatan secara medis pada pasien lanjut usia telah cukup baik tetapi mereka tetap memerlukan komunikasi yang baik serta empati sebagai bagian penting dalam penanganan persoalan kesehatan mereka. Komunikasi yang baik ini akan sangat membantu dalam keterbatasan kapasitas fungsional, sosial, ekonomi, perilaku emosi yang labil pada pasien lanjut usia (William et al , 2007).

A.      Pengertian komunikasi terapeutik
Indrawati (2003), mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien.

B.       Manfaat Komunikasi Terapeutik
Manfaat komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Mengidentifikasi. mengungkap perasaan dan mengkaji masalah dan evaluasi tindakan yang dilakukan oleh perawat (Indrawati, 2003 : 50).
C.       Hal-hal yang perlu diperhatikan saat berinteraksi pada lansia
1.         Menunjukkan rasa hormat, seperti “bapak”, “ibu”, kecuali apabila sebelumnya pasien telah meminta anda untuk memanggil panggilan kesukaannya.
2.         Hindari menggunakan istilah yang merendahkan pasien
3.         Pertahankan kontak mata dengan pasien
4.         Pertahankan langkah yang tidak tergesa-gesa dan mendengarkan adalah kunci komunikasi efektif
5.         Beri kesempatan pasien untuk menyampaikan perasaannya
6.         Berbicara dengan pelan, jelas, tidak harus berteriak, menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana.
7.         Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pasien
8.         Hindari kata-kata medis yang tidak dimengerti pasien
9.         Menyederhanakan atau menuliskan instruksi
10.     Mengenal dahulu kultur dan latar belakang budaya pasien
11.     Mengurangi kebisingan saat berinteraksi, beri kenyamanan, dan beri penerangan yang cukup saat berinteraksi.
12.     Gunakan sentuhan lembut dengan sentuhan ringan di tangan. Lengan, atau bahu.
13.     Jangan mengabaikan pasien saat berinteraksi.

Selain itu juga terdapat beberapa hambatan dalan komunikasi terapeutik pada lansia ini, misalnya pasien menunjukkan defisit pendengaran dan penglihatan yang terkait denganusia, keduanya memerlukan adaptasi dalam berkomunikasi. Aging/penuaan mengakibatkan penurunan fungsi pendengaran yang dikenal sebagai presbyacussis, yang terutama berkenaan dengan suara berfrekuensi tinggi. Suara berfrekuensi tinggi adalah suara konsonan yang berdampak pada pemahaman pasien diawal dan akhir kata.

Ada banyak tingkatan demensia, yang memiliki berbagai kesulitan komunikasi
Pasien pada stadium awal sering mengalami masalah untuk menemukan kata yang ingin disampaikan, pasien banyak menggunakan kata-kata yang tidak memiliki makna, seperti “hal ini”, “sesuatu”,dan “anda tahu”. Ada kecenderungan untuk memperlakukan pasien demensia seperti anak-anak atau berbicara dengan mereka sepertinya mereka adalah anak-anak.

Faktor yang paling kritis dalam berkomunikasi dengan pasien demensia adalah memantapkan hubungan perawatan sesegera mungkin. Diatas segalanya yang paling penting adalah merawat pasien dengan penuh martabat dan hormat


 
BAB IV
PENUTUP

A.      Kesimpulan

Komunikasi yang baik dengan pasien adalah kunci keberhasilan untuk masalah klinis, hubungan dokter – pasien yang lebih baik, dan keluaran perawatan kesehatan. Keberhasilan komunikasi memerlukan pendekatan efektif kepada pasien, kemampuan untuk mendengarkan dan mempersilahkan pasien untuk bercerita, serta cakap dalam melakukan investigasi untuk mengklarifikasi dan mendapatkan informasi yang penting. Dokter sering kali kurang meluangkan waktunya pada masalah psikososial, dan pasien lanjut usia sering kali tidak memunculkan masalah ini karena menganggap hal tersebut sudah biasa dan tidak perlu dipermasalahkan. Disamping kompleksitas masalahnya, pasien lanjut usia menerima lebih sedikit edukasi dan konseling kesehatan dari pada pasien yang lebih muda (Haug & Ory., 1987).

Dengan komunikasi yang efektif antara dokter – pasien lanjut usia :
Pasien dan keluarganya dapat menceritakan gejala dan masalahnya, yang akanmemungkinkan dokter untuk membuat diagnosis yang lebih akurat. Instruksi dan saran dokter akan lebih mungkin untuk ditaati. Kemungkinkan untuk melewatkan dosis atau menghentikan obat karena efek samping, merasakan non efikasi, atau biaya obat dapat diminimalisir. Lebih memungkinkan untuk edukasi dalam memanajemen diri sendiri seperti pada pasien diabetes dengan diet, olah raga, monitoring gula darah, dan perawatan kaki. Penurunan biaya tes diagnostik juga dihubungkan dengan komunikasi yang lebih baik antara dokter dan pasien lanjut usia.




B.       Saran
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka dari itu sangat diharapkan kritik dan sarannya dari para pembaca yang bersifat membangun agar kedepan penulis dapat menyempurnakan makalah ini.


DAFTAR PUSTAKA

Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process and
Practice. Thrd edition. St.Louis: Mosby Year Book




 



No comments:

Post a Comment